"Pendidikan karakter demi membentuk manusia unggulan terasa semakin jauh dari kenyataan. Hidup dalam sistem kehidupan yang jauh dari agama, semakin menyeret anak-anak ke dalam sikap tidak bertanggungjawab"
Oleh: Hesty Noviastuty
NarasiPost.Com-Tak pernah sedikitpun terbayang tahun 2020, pandemi melanda seluruh dunia. Virus COVID-19 telah mengubah kehidupan. Krisis pun melanda hampir seluruh negara di dunia. Ekonomi, politik, bahkan pendidikan. Sejak bulan Maret tahun lalu, tidak ada lagi pembelajaran tatap muka. Mulailah pembelajaran daring secara total di seluruh jenjang pendidikan.
Setahun sudah pembelajaran daring dilakukan, tentunya bukan tanpa tantangan dan hambatan. Guru dan para siswa dipaksa untuk belajar dengan penuh pengorbanan.
Kondisi ini membuat guru akhirnya harus bisa merancang pembelajaran secara daring. Pembelajaran yang menjadi hal baru bagi guru. Terlebih lagi untuk guru-guru yang hampir mendekati masa purnabakti. Di usia yang tidak lagi muda, mereka harus belajar teknologi agar tetap bisa mengajar.
Guru-guru di daerah terpencil harus mencari jaringan internet dan memikirkan bagaimana cara agar anak didiknya dapat tetap belajar dengan baik. Tentu perjuangan yang tidak mudah selama pandemi ini. Mereka harus mendatangi para siswa satu persatu. Belum lagi harus mengeluarkan uang lebih untuk kuota internet. Terlebih untuk para guru-guru honor. Gaji mereka yang jauh dari cukup harus ditambah untuk pengeluaran membeli kuota internet. Apalagi guru-guru perempuan. Tanggung jawab mereka sebagai guru sekaligus ibu di rumah, tentunya pekerjaan tambahan dengan mendatangi murid-muridnya lebih banyak menyita waktunya.
Itulah fakta yang terjadi sejak awal penutupan sekolah hingga saat ini. Guru-guru yang berdedikasi tidak pernah putus semangat. Mereka hanya memikirkan bagaimana agar para siswa tidak pernah ketinggalan pelajaran. Di masa sekarang, seolah-olah pendidikan hanya ada di tangan para guru. Padahal guru bukanlah satu-satunya penentu apakah pendidikan berlangsung baik atau tidak.
Kondisi siswa pun tidak jauh berbeda. Mereka menghadapi kendala yang hampir sama dengan gurunya. Kemampuan keluarga yang berbeda-beda membuat para siswa pun menghadapi pembelajaran daring dengan setengah hati. Ada yang tidak mampu membeli kuota, bahkan ada pula yang tidak memiliki gadget. Belum lagi orang tua yang sibuk atau tidak peduli dengan urusan sekolah anaknya. Hal itu membuat pembelajaran daring semakin berat dijalani.
Hingga muncullah berita yang memilukan. Beberapa siswa di daerah yang berbeda ditemukan meninggal dengan cara bunuh diri. Ternyata pendidikan karakter tidak berhasil menyentuh sisi kehidupan para siswa. Mental yang rapuh semakin hancur dengan hambatan sekolah daring. Banyaknya tugas membuat mereka patah semangat dalam belajar. Padahal para guru memberikan tugas agar mereka tetap belajar.
Di sisi lain guru terkadang menjadi pihak yang selalu salah. Suara-suara sumbang dari orang tua bahkan meramaikan jagad maya. Guru makan gaji buta. Sungguh menyedihkan. Masih ada yang tidak memahami tugas guru bahwa keadaannya semakin sulit selama pandemi. Terlebih lagi guru yang memiliki anak usia sekolah dasar. Harus mengajar murid-murinya sekaligus memperhatikan dan mengajar anak-anaknya di rumah. Mengajar daring terasa lebih berat. Karena harus memahamkan siswa dengan segala cara. Mulai dari membuat video pembelajaran, mengajar menggunakan kelas-kelas online, hingga pertemuan online yang tidak diketahui siswa tersebut paham atau tidak. Idealisme pun terkadang menguap. Namun tugas harus tetap dilaksanakan.
Terbesit rasa rindu dengan anak-anak didik. Seorang guru akan selalu rindu berada di depan murid-muridnya, mengajar secara langsung. Karena cara itulah yang paling efektif untuk belajar dan mengajar. Sebagaimana dulu Rasulullah dan para Sahabat mencontohkan.
Pembelajaran Al-Quran di Darul Arqom telah membuktikan adanya pembelajaran tatap muka bersama Rasulullah. Dari situlah para Sahabat dapat menjadi pribadi yang luar biasa. Pemahaman menancap dalam jiwa. Amal pun terlihat secara nyata.
Saat ini tidak hanya orang tua, guru pun berharap pembelajaran tatap muka bisa dilakukan. Namun pandemi yang masih saja terjadi, menjadi pertimbangan tersendiri. Seandainya di awal pandemi penanganan cepat dan pencegahan sigap dilakukan, wabah ini tidak akan menjadi berlarut-larut. Tidak hanya pertimbangan ekonomi, namun kesehatan dan keselamatan masyarakat yang harus didahulukan. Ketegasan dan konsistensi pemegang kebijakan menjadi harapan. Meskipun vaksinasi menjadi alternatif penanganan, tetap saja hal tersebut tidak menjadi jaminan.
Tidak hanya tenaga kesehatan yang lelah. Guru pun mungkin banyak yang putus asa. Pendidikan karakter demi membentuk manusia unggulan terasa semakin jauh dari kenyataan. Hidup dalam sistem kehidupan yang jauh dari agama, semakin menyeret anak-anak ke dalam sikap tidak bertanggungjawab. Pembelajaran daring menjadikan pemahaman keimanan terganggu oleh godaan indahnya dunia sosial media. Maka, butuh tanggung jawab penguasa, agar bisa mencegah generasi dalam keterpurukan. Karena pembatasan konten-konten yang tidak berfaedah serta tontonan yang jauh dari norma agama, hanya bisa dilakukan oleh pemegang kebijakan. Hal itu penting dilakukan, karena pembelajaran daring membuat anak-anak akrab dengan dunia maya.
Semoga pandemi ini menyadarkan kita, terutama guru-guru yang peduli dengan generasi penerus bangsa bahwa segala yang Allah telah tetapkan memang harus diterima dengan lapang dada. Namun Allah pula yang telah menurunkan aturan untuk penyelesaian segala permasalahan kehidupan. Tinggal manusia yang memilih apakah ingin mengikuti atau mengambil sikap tidak peduli. Semua pilihan itu yang akan dimintai pertangungjawabannya nanti di akhirat kelak.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]