“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Dan barang siapa yang mencari selain itu maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun 5-7).
Oleh. Dia Dwi Arista
(Aktivis Muslimah Pasuruan)
NarasiPost.Com-Surogasi atau Surrogacy adalah suatu pengaturan atau perjanjian yang mencakup persetujuan seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain, yang akan menjadi orangtua sang anak ketika ia lahir.
Dalam hukum Indonesia, praktik surogasi tegas dilarang berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Namun, baru-baru ini terdapat sidang pertama permohonan surogasi di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sidang perkara nomor 345/Pdt.p/2021/PN.SBY yang dipimpin oleh hakim tunggal, Itong Isnaeni SH., MH. masih belum diputuskan hasilnya, karena saksi yang berinisial LD sebagai ibu pengganti tidak dapat hadir. Pemohon yang juga warga Surabaya meminta pada dokter salah satu klinik untuk mengajukan izin penanaman sperma atau benih embrionya ke dalam kandungan LD, penanaman sperma atau embrio itu nantinya akan dilakukan oleh tim medis salah satu rumah sakit di Surabaya. (warnakota.com 4/4/21).
Praktik surogasi dewasa ini sudah banyak dilakukan di dunia, dengan berbagai alasan. Namun bagaimana Islam menyikapinya?
Fakta Surogasi
Ada dua jenis surogasi yang dikenal dalam dunia medis, yaitu surogasi gestasional dan surogasi tradisional. Surogasi gestasional adalah kehamilan terjadi karena pemindahan embrio yang sudah dibuat dalam program fertilisasi in vitro (IVF), embrio tersebut akan ditransfer kedalam rahim ibu pengganti (Surrogate Mother), jadi secara genetic tidak mempunyai hubungan dengan ibu penggantinya.
Sedangkan surogasi tradisional adalah kehamilan yang terjadi dengan pembuahan alami ataupun buatan, sel telur yang digunakan adalah milik dari ibu pengganti. Jadi secara genetik anak yang dilahirkan adalah anak dari ibu pengganti, namun anak tersebut akan diberikan kepada pemohon/penyewa rahimnya.
Tak jarang surogasi dipilih dikarenakan adanya masalah pada kesehatan pemohon surogasi atau masalah risiko kehamilan atau kemandulan pada wanita. Surogasi juga metode yang sering digunakan oleh pasangan sesama jenis untuk mendapatkan anak. Mereka bisa menyewa rahim wanita dengan sperma dari salah satu pasangan gay, atau memilih sperma dari donor untuk ditransfer ke dalam rahim pasangan lesbian.
Surogasi Merusak Nasab Anak
Fakta surogasi yang menjadikan rahim wanita lain (bukan istri) sebagai wadah berkembangnya embrio menjadikan surogasi haram secara mutlak. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ .فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Dan barang siapa yang mencari selain itu maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun 5-7).
Menjadikan rahim wanita lain (bukan istri) untuk membawa sel sperma/embrio serupa dengan perbuatan zina yang keji, yang berhak membawa benih dari seorang suami adalah istri-istri atau budak yang dimilikinya. Dalam hal ini Rasul Saw bersabda,
“Tidak halal bagi yang beriman kepada Allah dan hari akhir air maninya dicampuri dengan air mani orang lain.”
(HR. Abu Dawud).
Bagi wanita yang belum menikah tentu suatu perbuatan yang keji jika ia mengandung sebelum akad pernikahan, begitu pula dengan wanita yang sudah bersuami haram untuk mencampur air mani lelaki lain dengan air mani suaminya.
Dalam kaidah fiqih dinyatakan,
الأَصْلُ فِيْ الأَبْصَاِع التَّحْرِيْمِ
“Asal hukum dari persetubuhan adalah haram.” (Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman Abu Bakar As-Suyuthi, Al-Asybah Wa An-Nadzair Fii Qowa’id Wa Furu’I Fiqh Asy-Syafi’iyah, hlm: 104).
Yang menjadikan kehalalan dalam persetubuhan adalah adanya akad pernikahan. Maka, ketika tidak ada akad pernikahan dalam suatu hubungan laki-laki dan perempuan, haram hukumnya melakukan persetubuhan bahkan sampai mengandung.
Anak yang lahir dari hubungan di luar pernikahan akan bernasab pada ibunya. Lalu bagaimana dengan nasab anak surogasi yang berasal dari sel telur dan sperma orang lain? Inilah kerusakan yang terjadi karena ada ketidakjelasan siapa orangtua si anak. Padahal menjaga nasab adalah perkara yang wajib dalam Islam. Rahim bukanlah barang yang bisa disewakan seperti barang komersil. Terdapat hukum yang jelas dalam Islam dalam masalah nasab yang berhubungan dengan rahim wanita.
Islam dengan sistem Khilafahnya akan tegas melarang praktik surogasi, baik surogasi komersil maupun surogasi non-profit. Pasangan yang menginginkan keturunan bisa dengan cara lain yang tidak bertentangan dengan hukum syara’ seperti: poligami atau inseminasi buatan yang ditaruh dirahim istri kedua, atau dengan mengasuh anak saudara yang menjadi mahrom bagi pasangan suami istri. Jika masih belum berhasil, sabar dan tawakkal kepada Qodho Allah menjadi hal yang harus dilakukan selanjutnya
Andai permohonan surogasi pasangan asal Surabaya itu dikabulkan oleh pengadilan, maka putusan tersebut menjadi jalan rusaknya nasab generasi bangsa. Praktik tersebut akan dijadikan solusi keji untuk keluar dari kemiskinan sistemis bagi ibu pengganti. Kemiskinan yang tak mampu diubah oleh pemerintah sendiri. Allahu a’lam bisshowwab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]