Adanya program baru ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau tilang elektronik yang digagas pemerintah, menuai keluhan warga pemilik kendaraan yang STNK-nya diblokir, meski mereka tidak mendapatkan kiriman surat tilang
Oleh. Adibah NF
(Komunitas Literasi Islam)
NarasiPost.Com-Jika ingin masyarakat sadar terhadap aturan berlalu lintas, sadarkan pula para pembuat aturannya, sertakan edukasi yang jelas dan benar, hingga semua merasa nyaman dan tenang menjalankannya. Karena mereka sadar akan keselamatan diri dan semua pengguna jalan.
Ya, sejatinya banyaknya kebijakan yang dibuat dalam bentuk aturan, ketika diterapkan langsung tidak akan efektif tanpa adanya edukasi kepada seluruh rakyat. Seperti kebijakan tilang elektronik yang sudah diberlakukan mulai pertengahan bulan Maret ini.
Tidak sedikit rakyat yang kesulitan dalam melakukan perpanjangan pajak STNK, disebabkan adanya pemblokiran tanpa pengiriman surat ETLE kepada yang bersangkutan.
Hal ini selaras dengan program yang diluncurkan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri yaitu menerapkan tilang elektronik (ETLE) di 12 Polda.
Karena dianggap lebih efektif menjerat para pelanggar lalu lintas. Adahya kamera ETLE siap menjepret para pelanggar lalin, kemudian pihak berwajib akan mengirimkan surat tilang ke alamat pemilik kendaraan pelanggar tersebut. Dan apabila pelanggar belum bisa membayar denda tilang, maka STNK-nya bisa diblokir.
Adapun jenis dan besaran ETLE di antaranya, tidak menggunakan sabuk pengaman Rp250.000, tidak menggunakan helm Rp250.000, melanggar rambu-rambu lalin Rp500.000, menerobos lampu merah Rp500.000, berkendara sambil bermain HP Rp750.000.
Ketua Presidium Indonesia Traffic Watch (ITW) mengatakan, “ ITW banyak menerima laporan warga yang kecewa karena tidak dapat membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Samsat karena STNK-nya diblokir akibat terkena ETLE. Padahal warga tersebut belum menerima pemberitahuan pelanggaran ETLE. Hal ini dinilai hanya buang-buang waktu dan mengganggu aktivitas warga hanya sekadar untuk mengurus pembukaan blokir,” ungkapnya. (Detikcom, 22/3)
Adanya program baru ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau tilang elektronik yang digagas pemerintah, menuai keluhan warga pemilik kendaraan yang STNK-nya diblokir, meski mereka tidak mendapatkan kiriman surat tilang. Artinya, peluncuran tilang elektronik tersebut perlu disosialisasikan terlebih dahulu sebelum diberlakukan, agar semua warga bisa memahami dan menyadari saat mereka terkena tilang.
Disarankan bagi para pengemudi mobil dan sepeda motor agar terhindar dari ETLE, untuk tidak memakai masker asal-asalan, tidak pegang HP, memperhatikan marka jalan dan kecepatan di jalan tol, Traffiklight jangan diterjang, kunci helm yang benar, lampu dan lighting sepeda motor berfungsi baik, juga mesti hati-hati karena saat ini belok kiri langsung sudah tidak berlaku lagi. Harus melihat rambu atau himbuan dahulu, apakah bisa langsung atau harus menunggu lampu hijau menyala baru bisa belok kiri.
Faktanya sederet kebijakan yang diturunkan dalam bentuk aturan ketika diterapkan secara langsung tidak akan efektif tanpa adanya edukasi kepada seluruh rakyat, meskipun sudah diberlakukan mulai pertengahan bulan Maret ini. Seharusnya juga sebelum memberlakukan sebuah kebijakan, dilakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan identitas yang tercantum dalam STNK tersebut. Kemudian memastikan kesesuaiannya dengan yang tercantum dalam STNK.
Bisa jadi nama yang tercantum dalam STNK sudah berganti kepemilikan atau alamat tempat tinggalnya sudah berbeda. Sehingga, tidak sedikit warga yang terpaksa menanggung denda ETLE padahal tidak melakukan pelanggaran seperti yang disangkakan dalam surat pemberitahuan.
Untuk itu, perlu dilakukan penyempurnaan proses ETLE serta melakukan sosialisasi oleh Polri kepada masyarakat agar masyarakat memiliki pemahaman dan mempunyai kesadaran terhadap kebijakan ini. Selanjutnya tidak membuat masyarakat yag sedang kesulitan dalam menangung beban hidup, harus ditambah lagi dengan kesulitan akibat kebijakan ETLE.
Jika ditelisik mendalam, peran polisi yang sejatinya pelayan masyarakat belum menunjukkan bahwa yang dilakukannya sesuai dengan tujuan dari fungsi keamanan itu sendiri, yakni, belum mencirikan sebagai pihak yang mampu memberikan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat. Dengan adanya kebijakan ini, dapat dilihat bagaimana respon dari masyarakat. Ada yang kesulitan mengurus untuk membuka STNK agar bisa membayar pajak dan bisa digunakan lagi, ada juga yang terpaksa membayar denda padahal tidak melakukan pelanggaran. Hal ini menjadi suatu dilema tersendiri bagi masyarakat. Bayar denda rugi karena tidak melanggar, tidak bayar pun rugi karena STNK tidak akan bisa digunakan alias tidak berlaku.
Kebijakan dalam Sistem Islam Membuat Masyarakat Disiplin
Islam, telah menyiapkan seperangkat aturan yang lengkap dan sempurna. Baik yang berkaitan dengan penguasa, para pegawai negara,dan rakyatnya, yakni dengan aturan yang jelas yang sesuai dengan tugas dan fungsi sebuah lembaga keamanan, yaitu memberikan pengaruh baik terhadap pola pikir dan pola sikap warga negaranya. Demikian pula terkait dengan perihal kedisiplinan. Karena, kedisiplinannya bagian dari akhlak Islam dan modal dalam berperilaku.
Dalam Islam, karena kepolisian merupakan alat negara dalam menjaga keamanan rakyat, bangsa dan negara, maka tidak akan melakukan kebijakan tanpa adanya sosialisasi dan penyadaran terlebih dahulu kepada masyarakat, sampai masyarakat paham dan sadar serta mengikuti aturan dengan penuh kerelaan. Bukan dengan keterpaksaan tanpa pejelasan seperti kebijakan-kebijakan yang diterapkan dalam sistem kapitalis saat ini. Karena, pelanggaran apapun yang telah ditetapkan negara telah ditetapkan pula sanksinya sesuai dengan hukum syariah.
Dalam negara Khilafah, masalah keamanan dalam negeri ditangani oleh sebuah Departemen Keamanan Dalam Negeri yang dipimpin oleh Direktur Keamanan Dalam Negeri. Setiap wilayah mempunyai kantor wilayah keamanan yang dipimpin oleh kepolisian wilayah di bawah Wali (pemimpin wilayah). Departemen Dalam Negeri ini berhak untuk menggunakan polisi kapan saja, dan perintahnya bersifat mengikat. Dan seluruh yang dilakukan departemen ini harus dilaporkan kepada khalifah selaku pemimpin negara. Karena semua instruksi ada dalam kendali khalifah.
Dengan demikian, polisi berada di bawah tangan penguasa, sebagai alat kekuasaan untuk menjaga keamanan dalam negeri, maka dari itu keberadaan polisi dalam sebuah negara sangatlah penting, baik bersifat sebagai pencegahan maupun penindakan. Misalnya, para pelaku murtad dari Islam, memisahkan diri dari negara, menyerang harta, jiwa dan kehormatan manusia, serta penanganan Ahl ar-Raib.
Ringkasnya, polisi juga berperan untuk mencegah dan menindak beberapa kejahatan, pelanggaran dengan pengawasan dan penyadaran, kemudian dilakukan eksekusi keputusan hakim terhadap para pelaku tersebut. Walhasil, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, polisi dalam Islam harus memiliki karakter yang unik, seperti keikhlasan, akhlak yang baik, sikap tawadhu’, tidak sombong dan arogan, kasih sayang, perilakunya dalam tindakannya baik, murah senyum, mengucapkan salam, menjauhi perkara syubhat, bijak dan lapang dada, berani jujur, menjaga lisan, tegas, berwibawa, taat dan amanah. Semua jenis kejahatan dan pelanggaran yang terjadi, akan ditangani dan diselesaikan sesuai hukum syariah.
Wallahu a’lam bishawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]