Petani Milenial antara Harapan dan Kenyataan

"Tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari 2320).


Oleh. Fatimah Azzahra, S.Pd

NarasiPost.Com-"Tinggal di desa, rezeki kota, bisnis mendunia! "

Itulah jargon petani milenial yang diluncurkan oleh pemerintah Jawa Barat. Terlihat sungguh menarik, tapi betulkah begitu pula kenyataannya?
Apa itu "Petani Milenial"?
Dilansir dari laman petanimilenial.jabarprov.go.id, program Petani Milenial bercita-cita mendorong regenerasi tenaga kerja di sektor pertanian Jawa Barat yang memiliki inovasi, gagasan, dan kreativitas.

Melalui pemanfaatan teknologi digital, petani milenial akan menggerakkan kewirausahaan bidang agrikultur yang menjadikan wajah pertanian menjadi lebih segar dan atraktif untuk bisa berkelanjutan di Jawa Barat.

Sektor Pertanian

Tak dipungkiri, pandemi memukul keras roda perekonomian seluruh negeri, termasuk Jawa Barat. Program Petani Milenial ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk kembali membangkitkan roda perekonomian. Apalagi, semua sektor usaha terlihat melesu saat pandemi, sementara pertanian mengalami pertumbuhan positif. Di Jawa Barat sendiri, sektor pertanian merupakan sektor penyumbang terbesar ketiga ekonomi setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. 

Tentu sektor pertanian penting bagi kita semua karena tanpanya kita dapat terkena krisis pangan. Sayangnya, bekerja dalam sektor pertanian tak begitu laku di zaman sekarang, apalagi generasi milenial. Para sarjana jurusan pertanian bahkan institut pertanian banyak yang banting setir kerja di sektor perbankan. Salah satu alasan yang membuat sektor pertanian sepi peminat adalah rendahnya hasil yang didapatkan dibandingkan modal dan usaha yang dikeluarkan dalam bertani. Apalagi banyak fakta menggambarkan petani gagal panen dan miskin.

Oleh karena itu, program Petani Milenial pun diluncurkan dengan jargon yang ciamik, "Tinggal di desa, rezeki kota, bisnis mendunia". Generasi muda yang pada umumnya melek teknologi informasi diharapkan mau menekuni pekerjaan di bidang pertanian. Mereka diharapkan dapat membawa perubahan pada sektor pertanian masa depan yang banyak terkoneksi dengan teknologi informasi digital.

Hingga saat ini sebanyak 6 ribu pemuda sudah mendaftar program Petani Milenial. Nantinya mereka akan disaring secara administrasi untuk memenuhi syarat dari lembaga keuangan. Kemudian menjalani skrining teknis di perangkat daerah. Dan diberikan pembekalan sebelum terjun ke lapangan.

Antara Harapan dan Kenyataan

Tentu kita patut memberikan apresiasi luar biasa untuk pemerintah yang sudah memikirkan agar kita tak kelaparan di masa yang akan datang. Hanya saja, dalam program ini ada beberapa hal yang perlu kita cermati.

Pertama, bertani tentu memerlukan biaya yang tak sedikit. Untuk keperluan lahan, bibit, pupuk, dan sebagainya. Sementara anggaran dari pemerintah kala pandemi ini banyak yang dipotong. Pemerintah pun mengeluarkan skema dana pinjaman dari perbankan yang tentu memuat unsur ribawi. Bukankah ini sama saja dengan mengajak rakyat bergelut dengan riba saat mereka ingin memenuhi kebutuhan hidupnya? Tak ingatkah kita akan Firman Allah yang artinya,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."
(TQS. Ali Imran ayat 130)

Kedua, untuk skema peminjaman lahan belum jelas berapa lama, sehingga dikhawatirkan petani milenial hanya bisa melaksanakan program ini dalam waktu singkat. Padahal target program ini adalah regenerasi petani, sementara lahannya belum jelas berapa luasnya yang bisa digarap, mana yang subur dan mana yang tidak.

Ketiga, pemerintah memosisikan diri sebagai 'mak comblang' antara petani dengan off taker. Pemerintah tidak mengeluarkan anggaran khusus untuk program ini. Bantuan sarana prasarana pertanian dan pelatihan-pelatihan teknis bagi calon petani milenial belum jelas bagaimana skemanya. Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Jabar Yunandar Eka menyampaikan bahwa program tersebut tidak ada konsep yang jelas serta tidak ada anggarannya. Konsep tersebut tidak pernah dikaji serta tidak ada dalam RPJMD Jawa Barat 2018-2023 (Jabarnews, 15/02/2021).

Wajarlah jika ada yang menyatakan bahwa program ini hanya gimick, terkesan keren tapi kosong dalam konsep dan realisasi.

Gaya Kapitalisme

Inilah ciri pemerintah kapitalis dalam mengeluarkan kebijakan. Mereka mencukupkan diri dengan memposisikan diri sebagai fasilitator, atau regulator demi menggaet pihak swasta bahkan asing untuk terjun langsung mendanai program untuk rakyat. Mereka berlepas tangan dari pengurusan rakyatnya. Membiarkan rakyat terjerat utang yang berlipat yang penting citra positif diri sudah didapat.

Kapitalisme berperan besar bagi keterpurukan sektor pertanian. Karena kapitalis selalu dijadikan prioritas dalam mengeluarkan kebijakan bagi pemerintah. Siapa lagi yang diuntungkan dari pembatasan subsidi pupuk, benih, dan yang semisal itu kalau bukan korporasi?

Dari sisi global, kapitalisme menjerat negeri ini dengan perjanjian yang mengharuskan kita impor di saat petani panen raya. Petani lokal pun kalah saing apalagi produk impor jauh lebih murah.

Islam dan Pertanian

Islam sebagai agama yang sempurna memiliki pandangan yang khas. Islam sangat memuliakan petani. Buktinya, petani diposisikan bukan sebagai penerima zakat tetapi sebagai wajib zakat. Yang berarti petani dianggap sebagai orang yang mampu untuk berzakat.

Dalam Islam banyak sekali motivasi yang menganjurkan umat untuk bertani. Sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “Tidaklah seorang Muslim yang menanam tanaman atau bertani, lalu ia memakan hasilnya atau orang lain dan binatang ternak yang memakan hasilnya, kecuali semua itu dianggap sedekah baginya” (HR. Al Bukhari 2320).

Menurut Imam An-Nawawi dalam sahihnya, pekerjaan yang baik dan afdal ialah pertanian. karena merupakan hasil tangannya sendiri dan ia juga memberi manfaat kepada diri sendiri, umat Islam dan kepada binatang. Di samping itu, bidang pertanian juga membawa para petani kepada sifat tawakkal pada Allah.

Peran negara dalam Islam sangat besar. Negara berkewajiban menyediakan sarana dan prasarana bagi petani, baik itu pupuk, benih, pembasmi hama, teknologi pertanian modern. Semuanya diberikan oleh negara, bukan dipinjamkan. Umar bin Khattab pernah memberikan sarana pertanian kepada petani Iraq untuk mengelola lahan pertanian mereka. Untuk permasalahan lahan, islam mempunyai kebijakan menghidupkan lahan mati. Sebagaimana sabda Rasul,
"Barangsiapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Bukhari)

Semua orang boleh memiliki lahan yang mampu ia kelola. Jika dalam tiga tahun tanah itu tidak digunakan, maka negara akan mengambilnya dan memberikannya kepada yang mau dan mampu mengelolanya. Jika semua kebijakan pertanian ini diterapkan insyaallah harapan regenerasi petani dan juga ketahanan pangan akan terwujud. Tinta emas sejarah pun sudah membuktikannya. Semua ini hanya bisa terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara, yakni negara yang menjadikan Islam sebagai sistem dalam kehidupan.

Wallahu'alam bish shawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Paradoks Cinta dan Benci Produk Luar Negeri
Next
Ikhas Menerima Takdir_Nya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram