Gaduh Miras Bukan Hanya Hari Ini, Bagaimana Negara Mengakhiri?"

Sungguh, hanyalah mimpi jika kita masih berharap miras akan benar-benar lenyap pada sistem hari ini. Miras akan tetap ada selama kapitalisme berkuasa. Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk bisa mengakhiri bisnis haram ini, kecuali dengan kembali pada syariat Islam.


Oleh. Anita Rachman (Muslimah Peduli Peradaban)

Narasipost.com - Minuman keras (miras) di negeri ini sudah ada sejak lama adalah benar adanya. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan, izin investasi minuman keras (miras) bukanlah hal baru di Indonesia, sebab sudah ada sejak 1931. Total kini sudah ada 109 izin yang dikeluarkan pemerintah untuk pembangunan industri miras yang tersebar di 13 provinsi. (Kompas.com - 02/03/2021)

Bahkan lebih dari 14 abad yang lalu, minuman memabukkan ini menjadi konsumsi sehari-hari penduduk Arab jahiliyah. Hingga kemudian Islam datang menyelamatkan manusia dari kemudharatannya. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90).

Namun hari ini kita bisa sama-sama menyaksikan, miras merebak ke seluruh penjuru dunia layaknya minuman ringan dan begitu mudah dijangkau siapapun. Dampak kerusakan yang timbul sudah tidak kurang dikupas oleh banyak pihak. Namun mengapa keberadaan miras ini begitu kuat dan seolah mustahil diberantas?

Peraturan Presiden (perpres) tentang miras yang membuat publik gaduh baru-baru ini bukanlah akar masalah yang sesungguhnya. Bukan juga karena adanya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang disebut sebagai induk yang melahirkan perpres tersebut. Meskipun bukan berarti keduanya lantas bisa kita terima. Hal ini disampaikan oleh Dr. Arim Nasim, M.Si. Pakar Ekonomi Syariah dalam sebuah Forum Diskusi Online, Rabu, 03 Maret 2021 di Channel Youtube Rayah TV. Dr. Arim mengungkapkan akar masalah dari kuatnya peredaran miras di negeri ini bahkan dunia tidak lain adalah akibat sistem yang diterapkan hari ini, yaitu sistem kapitalisme. Sistem yang melahirkan pola pikir materialistis dan individualis. Materialistis, karena segala sesuatu diukur dari materi dan hitung-hitungan untung rugi. Apapun itu, selama mendatangkan keuntungan dan manfaat, maka akan dipertahankan agar tetap ada, tidak peduli halal-haram, pahala dan dosa.

Kedua, individualis, yaitu sikap tidak peduli apakah hal tersebut merugikan orang lain, merusak moral atau bahkan mengancam nyawa manusia, selama masih ada yang membutuhkan, maka selama itu pula barang dan atau jasa tersebut akan tetap ada di tengah masyarakat bahkan dilegalkan oleh negara. Karena sesungguhnya, dalam sistem kapitalisme, penguasa sesungguhnya adalah para kaum kapital. Sementara negara hanyalah fasilitator yang menfasilitasi kepentingan mereka, melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.

Lebih lanjut Dr. Arim menjelaskan, di dalam sistem kapitalisme, miras dan termasuk prostitusi di dalamnya, akan dianggap sebagai benda ekonomi, karena ada manfaat atau keuntungan yang didapatkan.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala BKPM Bahlil yang mengatakan, aturan itu dimaksudkan untuk mengatur tata kelola industri miras menjadi lebih baik, sehingga nilai ekonomis yang diraup bisa optimal dan merambah pasar ekspor. "Itu akan ekonomis jika dibangun berbentuk industri, tapi jika dibangun sedikit-sedikit (kecil-kecilan), apalagi dilarang maka enggak ada nilai ekonomis," kata dia. (Kompas.com - 02/03/2021).

Sistem kapitalisme sendiri lahir dari ideologi sekuler, yang memang sengaja memisahkan agama dari kehidupan secara keseluruhan. Umat mengambil sebagian aturan Tuhan dan meninggalkan sebagian yang lain. Umat hanya mengambil aturan Tuhan dalam melaksanakan ibadah ritual. Sementara itu, untuk masalah ekonomi dan lain-lain karena dianggap bukan bagian dari ibadah, maka tidak menggunakan aturan Tuhan. Sementara Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 208: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Adakah pihak yang masih meragukan kerusakan yang timbul akibat minuman haram ini? Sungguh miras adalah induk dari segala kejahatan. Dia adalah pemicu tingginya kasus kriminalitas, mulai dari perkelahian, pencurian, pemerkosaan hingga pembunuhan. Selain itu. miras juga menghancurkan moral generasi dan mengancam tatanan kehidupan serta peradaban manusia. Biaya recovery yang dalam hal ini harus ditanggung, baik oleh individu, masyarakat hingga negara bahkan dengan menggunakan APBN pun tentu tidak sedikit. Jadi, omong kosong saat kemudian industri miras ini digalakkan dengan dalih ekonomi. Kecuali nilai ekonomi yang dimaksud adalah hanya untuk mereka para kapitalis yang memang menanamkan modalnya pada industri haram yang dilaknat oleh Allah Swt dan Rasulullah Saw.

Sungguh, hanyalah mimpi jika kita masih berharap miras akan benar-benar lenyap pada sistem hari ini. Miras akan tetap ada selama kapitalisme berkuasa. Oleh karena itu, tidak ada cara lain untuk bisa mengakhiri bisnis haram ini, kecuali dengan kembali pada syariat Islam, sebagaimana dulu Rasulullah melenyapkan khamr dari bumi Arab. Bagaimana caranya? Rasulullah menanamkan tauhid hingga menegakkan syariat Islam secara kaffah dengan dakwah. Dakwah yang metodenya sudah baku tidak pernah berubah hingga akhir zaman. Maka metode Rasulullah itulah yang kemudian harus kita jadikan acuan.

Caranya adalah kita harus menyadarkan umat bahwa hari ini kita tengah terjebak dan terjerat di dalam sistem kapitalisme, karena belum semua umat memahami hal ini. Kemudian, tunjukkan kepada umat bahwa kerusakan demi kerusakan yang timbul adalah akibat diterapkannya sistem buatan manusia yang jelas lemah dan serba terbatas. Selanjutnya, mengajak kembali kepada aturan yang pasti benar, pasti sempurna, yaitu aturan dari yang menciptakan manusia, Allah Swt. Sejatinya Islam tidak hanya mampu menyelsaikan permasalahan miras, tapi seluruh kemaksiatan yang dapat mengantarkan umat pada keterpurukan di segala lini.

Wallahua'lam bishawab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Sedekah Itu Abadi Walaupun Zatnya Telah Pergi
Next
Mengenalkan Anak kepada Rabbnya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram