Kalau kita bicara kemiskinan ya, itu menandakan bahwa aktivitas ekonomi selama ini justru tidak memberikan distribusi kesejahteraan yang merata,
Oleh. Siti Aisah, S.Pd
(Praktisi Pendidikan Kabupaten Subang)
NarasiPost.Com-Besar pasak daripada tiang. Istilah ini cocok untuk kondisi masyarakat saat ini. Di tengah harga kebutuhan pokok yang melangit dan pemutusan hubungan kerja dimana-mana, akhirnya yang terjadi adalah banyak pengeluaran daripada pendapatan.
Dilansir dari laman Tempo.com (22/02/2021) bahwa Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) akhir tahun ini 2021 akan menargetkan angka kemiskinan turun ke level 9,2 persen. Program andalan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan saat ini adalah dengan memberikan berbagai bantuan-bantuan sosial Covid-19 hingga 6 bulan ke depan, dan program pemulihan kemampuan masyarakat miskin rentan yang terdampak langsung, termasuk para guru dan buruh, serta program pemulihan ekonomi nasional untuk pelaku UMKM. Tak hanya itu, direktur Bappenas, Maliki menegaskan bahwa program ini, akan mampu memulihkan perekonomian dan Rencana Pembangunan Menengah Basional (RPJMN) yang menjadi target selanjutnya.
Maliki pun menjelaskan target kemiskinan di tahun 2021 masih masa transisi yaitu sekitar 9,2 persen sampai 9,7 persen pada akhir tahun 2021, sehingga pemerintah perlu melakukan pemutakhiran data orang miskin (data terpadu kesejahteraan sosial/DTKS) secara menyeluruh. Hal ini semata-mata untuk strategi peningkatkan akurasi penerima bansos.
Seperti inilah program upaya pemerintah untuk menekan angka kemiskinan. Namun, faktanya angka kemiskinan di negeri ini tak kunjung hilang. Menanggapi hal ini Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Dr. M. Rizal Taufikurrahman mengatakan kemiskinan terjadi akibat distribusi ekonomi yang tidak merata.
“Kalau kita bicara kemiskinan ya, itu menandakan bahwa aktivitas ekonomi selama ini justru tidak memberikan distribusi kesejahteraan yang merata,” ujarnya dalam acara Kabar Malam, Selasa (16/02/2021) di kanal YouTube News Khilafah Channel.
Menurut pemaparannya, angka kemiskinan ini disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang digalakkan pemerintah di tengah pandemi tidak mampu mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, baik pangan maupun nonpangan. Tak hanya itu akses ke pasar kerja atau aksesibilitas lapangan kerja masih terbatas. Hal ini menjadi salah satu indikator orang dikatakan miskin karena kurang mampunya memenuhi kebutuhan hidup, baik karena tidak bekerja atau bekerja tapi tidak mencukupi.
Tanggung jawab pemerintahlah adalah harus menyiapkan lapangan kerja dan berbagai fasilitas lainnya, sehingga bisa diakses oleh seluruh masyarakat, khususnya kalangan bawah (baca: miskin).
Selain itu, program kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pada faktanya hanya terserap 83 persen dari 700 triliun anggaran. Hal ini menandakan bahwa kebijakan ini tidak sepenuhnya efektif. Karena tidak mampu menyerap pasar kerja. Seharusnya PEN dan kebijakan-kebijakan reguler lainnya ini mampu menjadi supporting dari kebijakan PEN.
Sehingga wajar saja, program kebijakan ekonomi saat ini ternyata membuat masyarakat justru termiskinkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itulah, perlu dipantau lagi keefektifan dari kebijakannya ini. Namun, semua ini tidak bisa diserahkan kepada individu untuk mengatasinya.
Tinta emas sejarah peradaban Islam mencatat bahwa saat terjadi wabah kala itu kekhalifahan Islam di bawah kepemimpinan Umar bin al-Khaththab ra. beliau bekerja keras untuk menjamin kebutuhan rakyatnya saat wabah berlangsung. Bahkan saat itu dikatakan bahwa Umar menjadi kurus dan kulitnya pun menghitam akibat sering berada di luar ruangan melayani rakyat ketimbang berada di dalam ruangan atau kumpul bersama keluarga di rumahnya.
Sungguh berbeda pandangan Islam tentang kemiskinan dengan sistem kapitalisme. Sudah semakin jelas bahwa sistem saat ini tidak bisa diharapkan menjadi solusi atasi kemiskinan. Buruknya distribusi kekayaan yang selama ini terjadi justru disebabkan oleh penerapan Kapitalisme.
Secara teoretis, sistem Kapitalisme memberikan kesempatan yang sama (equality of opportunity) kepada setiap anggota masyarakat, namun dalam kenyatannya bersifat diskriminatif. Hanya mereka yang dekat dengan sumber dana, sumber informasi, atau kekuasaan saja yang sering mendapatkan kesempatan. Sebagai akibatnya, akan muncul sekelompok kecil orang yang menguasai sebagian besar aset ekonomi.
Maka, satu-satunya yang bisa diharapkan dalam mengatasi problem kemiskinan ekonomi itu adalah sistem ekonomi Islam. Islam memang tidak mengharuskan persamaan dalam kepemilikan kekayaan, namun Islam tidak membiarkan buruknya distribusi kekayaan. Islam memandang individu sebagai manusia yang harus dipenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya secara menyeluruh. Negara bertanggungjawab penuh memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dengan demikian sekuat apapun individu atau masyarakat tetap tidak akan sanggup menangani krisis kemiskinan yang menimpa negeri ini tanpa tanggung jawab penuh negara.
Karena itulah Islam mewajibkan negara yang bertanggung jawab penuh menjamin kehidupan sosial rakyatnya. Bukan sekadar menyediakan stok pangan atau obat-obatan di kala wabah. Negara juga wajib memastikan bahwa semua rakyat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, baik dengan harga yang terjangkau, dan atau memberi mereka secara cuma-cuma. Islam melarang berputarnya harta kekayaan hanya di kalangan orang-orang kaya, sementara kelompok lainnya tidak memperoleh bagian. Allah Swt berfirman:
كَيْ لاَ يَكُوْنُ دُوْلَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ
"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu."
(QS al-Hasyr [59]: 7)
Apabila masyarakat mengalami kesenjangan yang lebar antarindividu, dalam memenuhi kebutuhannya atau di dalam masyarakat tersebut terjadi kesenjangan karena mengabaikan hukum-hukum Islam serta meremehkan penerapan hukum-hukum tersebut, maka negara wajib memecahkannya dengan mewujudkan keseimbangan dalam masyarakat dengan cara memberikan harta negara yang menjadi hak miliknya kepada orang-orang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya.
Dari paparan di atas, nyatalah bahwa hanya sistem ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi bagi kemiskinan. Dan tentu saja, keunggulan sistem Islam hanya akan mewujud secara sempurna jika ada khilafah yang menerapkannya.
Wallahu a’lam bi al-Sawab.[]
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]