Ketika Cinta Harus Terbagi Dua

"dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki."
(TQS.An-Nisa:3)


Oleh. Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku "Menikah Rasa Jannah")

NarasiPost.Com-Beberapa tahun lalu, jauh sebelum pandemi mengepung negeri ini, saat aku masih bisa berinteraksi face to face dengan para ibu di sekitar tempat tinggalku, begitu banyak perang pemikiran yang terjadi di sana. Termasuk saat aku mengantar sekolah anak ke tigaku yang saat itu masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Biasanya aku menunggui anakku di sekolah karena durasi belajarnya tidak lama, tanggung kalau harus bolak-balik, begitu pikirku.

Akhirnya, sambil menunggu, biasanya aku berbincang-bincang dengan para ibu yang juga sedang menunggui anaknya. Dan hari itu perbicangannya cukup seru, yakni tentang poligami. Seorang ibu muda mengatakan, " Saya lebih baik diselingkuhi daripada dipoligami!" dengan intonasi tegas dan wajah sedikit tak bersahabat.

"Kalau saya sih mending cerai daripada dipoligami." kata ibu lainnya yang usianya lebih muda lagi. Wajahnya tak kalah sewotnya.

Aku mencoba menengahi dengan menjelaskan bahwa poligami adalah bagian dari ajaran Islam. Mereka pun lantas kompak menyerangku dengan sebuah pertanyaan pamungkas, "Memang Mbak sendiri mau dipoligami?"

Jelas aku tak secara langsung menjawab pertanyaan itu dengan ya atau tidak. Tidak bisa semudah itu butuh penjelasan komperhensif tentang hal tersebut, karena perkara poligami bukan sekadar perkara mau atau tidak mau.

Dari kejadian tersebut, aku jadi makin sadar bahwa poligami masih menuai kontroversi. Miris memang! Masih banyak kalimat-kalimat bernada nyinyir yang ditujukan untuk pelaku poligami bahkan untuk poligaminya itu sendiri. Seolah poligami adalah sebuah kejahatan yang wajib dimusuhi. Padahal poligami adalah bagian dari syariat Islam.

Bukan hal yang aneh jika kaum wanita yang lebih sensitif jika bicara soal poligami, sebab hatinya begitu lembut dan perasaannya begitu mendominasi ketimbang akalnya. Begitulah fitrahnya kaum wanita. Dia dicipta dengan kelembutan rasa dan kelemahan akalnya.

Namun sejatinya, kita sebagai muslim harus menghukumi segala perkara berdasarkan pada kacamata hukum syara, bukan pada perasaan semata. Bicara soal poligami, telah jelas hukumnya dalam Islam adalah mubah alias boleh. Sebagaimana yang Allah firmankan di dalam Al-Quran:

"… dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki."
(TQS.An-Nisa:3)

Ketika ada yang mengharamkannya berarti dia mengingkari hukum Allah. Hati-hati keimanan bisa terkoyak karenanya.

Mirisnya propaganda menyudutkan poligami berlangsung sistemik, ujung-ujungnya menyerang syariat Islam. Dengan adanya kebolehan beristri lebih dari satu tersebut, Islam dituding melegalkan penindasan dan ketidakdilan pada perempuan.

Bahkan kalangan feminis akhirnya membuat propaganda sebagai tandingan dari poligami, yakni poliandri. Mereka menuntut, jika laki-laki boleh beristri lebih dari satu, mengapa perempuan tidak boleh bersuami lebih dari satu? Sungguh pemikiran ngawur khas kaum liberal.

Perlu dipahami, menerima ayat tentang poligami merupakan bagian dari keimanan. Kebolehannya tidak membuat seseorang menjadi terhina, tak juga membuat orang jadi mulia. Sebab mubah (boleh) berarti bersifat pilihan. Bukan sebuah keutamaan. Maka tak juga perlu merendahkan seorang suami yang tak 'berani' berpoligami dan memilih setia beristri hanya satu. Toh, kembali lagi poligami itu pilihan, tak ada keistimewaan di dalamnya.

Aku juga pernah mendengar komentar seorang ibu saat mendengar berita poligami seseorang. Dia mengatakan, "Ih aneh ya, istrinya cantik, muda, salihah, anak-anaknya juga sudah banyak, kok masih aja nyari istri kedua? Pasti nafsu tuh!" sungguh hal tersebut adalah pernyataan yang emosional dan salah kaprah. Karena dalam Islam, keboleh poligami adalah mutlak tanpa disertai syarat tertentu. Misalnya karena istrinya tak mampu memberi keturunan, istrinya sakit, atau kondisi-kondisi lainnya yang dinilai menjadi syarat bolehnya seorang suami berpoligami. Tidak! dalam Islam, jika pun kondisi-kondisi tersebut tidak terjadi, suami boleh saja berpoligami jika dia menginginkannya.

Namun saat ini, banyak orang yang berpoligami tanpa bekal agama yang kokoh, akhirnya mereka berpoligami namun menyalahi syariat. Menikah lagi, namun menghancurkan rumah tangga dengan istri pertamanya, karena istri kedua mensyaratkan suami harus menceraikan istri pertamanya jika menikahinya. Jelas hal tersebut batil dalam Islam.

Atau ada juga yang berpoligami namun suami tak bersikap adil pada istri-istrinya, khususnya dalam jatah bermalam. Di istri pertama 1 minggu, di istri kedua 4 bulan. Jelas hal itu merupakan bentuk kezaliman yang nyata.

Oleh karena itu, ketika cinta harus terbagi dua haruslah ada sandaran iman yang kokoh agar tak tenggelam dalam maksiat. Karena segala sesuatu akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah.[]


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Jangan Berputus Asa, Badai Pasti Berlalu
Next
Izin Investasi Miras, Solutifkah bagi Perekonomian Indonesia yang mayoritas umat Islam?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram