Demi MBG, Negara Mengandalkan Utang?

Demi MBG, negara Mengandalkan Utang

Pembiayaan MBG memang sulit jika mengandalkan APBN. Ini karena ruang fiskal sudah sempit, salah satunya akibat beban utang dan bunganya yang jatuh tempo pada 2025.

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi andalan Prabowo-Gibran sudah diujicobakan sejak beberapa bulan ini di beberapa wilayah di Indonesia dengan anggaran Rp15.000—Rp20.000 per porsi. Program ditargetkan menjangkau kurang lebih 80 juta anak mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga SMA, termasuk pesantren.

Diharapkan kemudian cakupannya diperluas sampai kepada ibu-ibu yang sedang hamil untuk mencegah terjadinya stunting. Pada 2029, ditargetkan semua penerima manfaat akan terlayani oleh program MBG. Ini dalam rangka memenuhi gizi anak-anak bangsa untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Ongkos MBG

Masyarakat umumnya menyambut antusias program MBG karena dapat membantu pemenuhan gizi, terutama anak-anak agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Akan tetapi, menyusul kabar tak sedap, demi mengongkosi pendanaan MBG, Prabowo sampai harus "mengemis" ke Cina.

Diwartakan bbc.com (14-11-2024), Cina akan membantu Indonesia sebesar Rp157 triliun. Ini oleh-oleh kunjungan Prabowo setelah bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping di Beijing. Dana tersebut untuk pembiayaan sejumlah sektor termasuk MBG yang dikukuhkan dalam nota kesepahaman (MoU) kedua negara. Tentunya ini tidak cuma-cuma, tidak ada makan siang gratis.

Pembiayaan MBG memang sulit jika mengandalkan APBN. Ini karena ruang fiskal sudah sempit, salah satunya akibat beban utang dan bunganya yang jatuh tempo pada 2025. Ditambah lagi kabinet gemuk bentukan Prabowo yang otomatis meningkatkan jumlah pengeluaran. Tidak ada cara lain, cara instan memenuhi kebutuhan dana MBG dengan mencari pinjaman.

MBG dan Ancaman di Balik Utang

Pada awalnya, tim Prabowo-Gibran mengeklaim setidaknya membutuhkan sekitar Rp400 triliun setiap tahunnya bagi program MBG. Ini angka yang sangat fantastis, hampir setara dengan dana untuk membangun IKN sebesar Rp466 triliun. Disepakati besaran dana yang dialokasikan dari APBN 2025 untuk MBG sebesar Rp71 triliun. Lalu sisanya dari mana? Jawabannya adalah dengan menambah utang.

Sejumlah kalangan menilai, pinjaman dari Cina demi MBG ini berpotensi menimbulkan masalah ke depannya. Pengamat ekonomi dari Bright Institute Muhammad Andri Perdana menilai pinjaman ini berisiko memberatkan Indonesia dalam jangka panjang. Cina pasti menuntut timbal balik dari pinjaman yang sudah diberikan, misalnya diminta melunak dalam kebijakan impor barang-barang dari China.

Hal senada disampaikan oleh Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina Peni Hanggarini. Beliau mengingatkan bahwa utang tidak bisa dipandang remeh karena sudah dijadikan instrumen politik bagi sebuah negara untuk memengaruhi negara lain. Ketika utang makin menumpuk dan sulit dibayar, Cina bisa menjadi ancaman tidak hanya bagi perekonomian Indonesia, tetapi juga pada aspek politik dan keamanan negara.

Bukti yang sudah terjadi adalah gempuran pakaian dari Cina yang berujung pada tutupnya perusahaan tekstil dalam negeri dan PHK ribuan karyawannya. Cina adalah global leader dan menguasai lebih dari 50% produksi tekstil dunia. Ketika produk tersebut tidak bisa diserap pasar karena rendahnya domestic demand, Cina mengekspornya termasuk ke Indonesia dengan harga murah.

Indonesia tidak bisa menolak banjirnya impor pakaian dari Cina. Selain karena harganya lebih murah, Cina bisa menekan negara untuk tetap membuka keran impor. Taruhannya adalah tersungkurnya pabrik-pabrik tekstil dalam negeri. Ini tidak lepas dari ketergantungan Indonesia pada Cina yang sudah memberikan utang untuk pendanaan beberapa proyek, seperti pembangunan tol Medan-Kualanamu dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Bukan mustahil, Indonesia akan bernasib sama dengan negara lain yang menjadi korban jerat utang Cina. Laos, Kamboja, Mongolia, dan Sri Lanka adalah beberapa negara yang terjebak dalam utang Cina. Kegagalan bayar utang berujung pada hilangnya kedaulatan negara.

Utang Bukan Sekadar Nominal

Menkeu Sri Mulyani menyebutkan hingga Oktober 2024, APBN defisit Rp309 triliun. Meskipun dikatakan bahwa kondisi ini masih dalam batas aman karena lebih kecil dibandingkan pagu defisit APBN 2024 yang telah ditetapkan bersama DPR, tetaplah ini menandakan APBN sudah tidak sehat, bahkan mendekati sekarat.

Sementara itu, Prabowo memiliki program-program ambisius yang membutuhkan anggaran besar termasuk di antaranya MBG. Di tengah anggaran yang defisit, ke mana lagi Prabowo berharap mendapat kucuran dana cepat kalau bukan dari utang. Celakanya lagi, utang sering dibahasakan sebagai bantuan, seolah negara kreditur adalah negara yang membantu negara debitur.

Baca juga: program-bombastis-makan-bergizi-gratis/

Masyarakat pun pada umumnya menutup mata, tidak peduli dananya dari mana, yang penting merasakan manfaat dari program tersebut. Mereka tidak memahami bahwa ada utang di balik program. Utang bukan sekadar nominal. Utang harus dibayar berikut dengan bunganya.

Dalam sistem kapitalisme, bunga utang sangat mencekik. Ini diperparah pula oleh utang luar negeri yang mengikuti fluktuasi pertukaran mata uang negara terhadap dolar. Apabila mata uang dolar terhadap rupiah makin menguat, bertambahlah beban utang Indonesia.

Belum lagi jika dana utang digunakan secara ugal-ugalan, menjadi lahan korupsi para pejabat dan bagi-bagi proyek para oligarki. Daya negara melayani rakyat makin lemah. Biaya pendidikan makin mahal karena dijadikan lahan bisnis oleh swasta. Demikian juga dengan layanan kesehatan. Berbagai subsidi dicabut. Inilah konsekuensi yang ditanggung rakyat akibat penguasanya gemar berutang. Rakyat sudahlah terpuruk, tertimpa utang pula.

Perspektif Islam

Secara makro, sumber perekonomian negara dalam sistem Islam ditopang empat sumber utama, yaitu pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Semua sudah diatur dalam syariat Islam dengan mekanisme yang rinci. Perekonomian negara tumbuh dengan pertumbuhan luar biasa. Terlebih apabila negara memiliki sumber kekayaan alam seperti Indonesia yang berpotensi memberi pemasukan sangat besar untuk memperkuat ketahanan ekonomi negara.

Dalam pemanfaatan anggaran, sistem Islam tidak menerapkan prinsip belanja defisit yang pada akhirnya membuat negara memiliki alasan harus berutang seperti dalam sistem kapitalisme. Konsep pembangunan dalam Islam tidak menjadikan utang sebagai instrumen pemasukan untuk mendanai berbagai program negara. Sebagai negara berasaskan pada ideologi Islam, sistem politik dan sistem ekonominya mendukung kemandirian.

Di dalam sistem Islam, negara memiliki beberapa sumber pemasukan serta pengeluaran sesuai dengan hukum syarak. Pos pemasukan berasal dari fai, ganimah, anfal, kharaj, dan jizyah. Ditambah lagi dengan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya serta pemasukan dari hak milik negara.

JIka dalam suatu kondisi kas negara kosong, negara bisa memungut pajak, tetapi bersifat temporer dan ditarik dari orang-orang kaya saja. Ketika kas negara kembali sehat, penarikan pajak dihentikan. Hal ini jelas berbeda dalam sistem kapitalisme, di mana semua harus bayar pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN) dan berlaku tetap. Rasulullah saw. bersabda , ”Tidak akan masuk surga pemungut pajak (cukai).” (HR. Ahmad, Abu Dawud)

Penutup

Selama menerapkan sistem sekuler kapitalisme, Indonesia akan terus terjerat utang ribawi yang mengancam kedaulatan negara. Hanya dengan berideologi Islam, Indonesia bisa menjadi negara mandiri, mampu melayani rakyat sehingga hidup sejahtera. Diperlukan komitmen serta perjuangan rakyat dan penguasa jika ingin mewujudkannya.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Derita Migran Indonesia, di Mana Peran Negara?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Sambas
Yuli Sambas
2 hours ago

Utang dengan pajak akan trs menjadi andalan pemasukan APBN, selama masih memegang prinsip kapitalisme.

Mariyah Zawawi
Mariyah Zawawi
3 hours ago

Selain pajak, utang memang menjadi pendapatan utama negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme, padahal negeri ini kaya raya. Ironis sekali ya?

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram