Melonjaknya pengangguran dari tahun ke tahun menjadi bukti gagalnya negara dalam menyejahterakan rakyat dan menjamin lapangan kerja di dalam negeri.
Oleh. Rastias
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.com-Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan lebih dari lima juta warga negara Indonesia terdaftar menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) dan yang tidak terdaftar lebih dari lima juta juga. PMI ini tersebar di seratus negara tujuan, seperti Arab Saudi, Malaysia, Taiwan, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Menteri PPMI juga mengungkapkan bahwa PMI nonprosedural atau biasa disebut PMI ilegal sangat rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi. Hal ini karena negara tidak mampu menjamin nasib PMI yang tidak terdaftar di Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2MI). (CNNIndonesia.com, 16-11-2024)
Berdasarkan data yang tercatat di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) orang Indonesia yang menjadi korban TPPO antara tahun 2015–2023 di Timur Tengah menunjukkan sekitar 3.335 jiwa. Akan tetapi, sebagian telah kembali ke Indonesia dan yang mendapat keadilan hanya 2%. (IOM Indonesia, 8-8-2024)
Meskipun sudah banyak terjadi kasus TPPO, tetapi mengapa masih saja banyak PMI ilegal yang berangkat? Bukankah kasus TPPO harusnya dijadikan sebagai pelajaran?
Negara Gagal Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Tidak bisa dimungkiri munculnya PMI ilegal disebabkan karena sempitnya lapangan kerja dan pendapatan yang rendah, sedangkan biaya hidup semakin mahal. Oleh karena itu, mau tidak mau masyarakat berangkat ke luar negeri meskipun dengan cara ilegal untuk mengadu nasib dengan harapan dapur bisa terus mengepul dan semua kebutuhan keluarga terpenuhi.
Melonjaknya pengangguran dari tahun ke tahun menjadi bukti gagalnya negara dalam menyejahterakan rakyat dan menjamin lapangan kerja di dalam negeri. Sementara itu, pemerintah justru masih memberi ruang bagi tenaga kerja asing (TKA) di dalam negeri. TKA ini melimpah di Indonesia memenuhi perusahaan-perusahaan yang ada. Oleh karena itu, warga lokal secara otomatis tersingkir dan terpaksa menjadi PMI.
Pekerja Migran Mayoritas Perempuan
Perempuan dalam keluarga diibaratkan tiang. Selayaknya tiang pada bangunan apabila tiangnya kokoh maka kokoh pula bangunannya. Begitu sebaliknya tiangnya rapuh maka bangunannya rapuh dan ambruk seperti gambaran realitas saat ini yakni mayoritas PMI adalah perempuan. Sebagaimana yang telah tercatat di Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada tahun 2022, sebanyak 61% dari 200.761 pekerja migran Indonesia adalah perempuan. (Jurnal perempuan, 1-12-2023)
Padahal dalam Islam, perempuan tidak diwajibkan dalam mencari nafkah. Akan tetapi, karena kondisi ekonomi yang amburadul dan sempitnya lapangan kerja untuk laki-laki membuat mereka terpaksa mengadu nasib ke luar negeri. Berangkatnya perempuan atau istri ke luar negeri inilah justru memicu banyak problem, seperti perselingkuhan, perceraian, hingga berujung pada kerusakan generasi seperti mengonsumsi miras, narkoba, tawuran, pergaulan bebas, dan sebagainya.
Kapitalisme
Akar masalah dari banyaknya PMI ilegal yang berangkat ke luar negeri sejatinya akibat dari sistem yang digunakan saat ini, yakni kapitalisme sekularisme. Kapitalisme telah memandulkan fungsi negara sebagai pengurus urusan rakyat dan menjadikan negara lepas tanggung jawab dalam menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyat dari TPPO. Di sisi lain, sekularisme telah membuat individu melakukan kejahatan terhadap sesama manusia, seperti memberangkatkan PMI secara ilegal.
Negeri ini sebenarnya mampu menyejahterakan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja yang memadai. Pasalnya negeri ini kaya dengan sumber daya alam. Sayangnya, kapitalisme membuat sumber daya alam dikuasai swasta atau asing. Sistem ini memberi peluang bagi pemilik modal untuk menguasai SDA secara bebas tanpa batas. Sementara itu, masyarakat miskin akan semakin miskin akibat SDA dikuasai pemodal.
Baca: Kisah Pilu Pekerja Migran Indonesia
Mekanisme Islam
Jika akar masalahnya adalah kapitalisme, maka solusinya dengan mengganti sistem tersebut dengan sistem Islam. Islam memiliki solusi sistemis dalam mengatasi maraknya PMI ilegal sekaligus menjamin kesejahteraan masyarakat.
Pertama, negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan primer masyarakat. Caranya, negara mewajibkan laki-laki untuk mencari nafkah untuk keluarganya. Sementara itu, perempuan tugasnya sebagai ummu warrabatul bayt ( ibu dan pengatur rumah tangga).
Kedua, pembagian kepemilikan secara jelas. Dalam Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum, dan negara. Pembagian ini bertujuan agar tidak terjadi dominasi ekonomi, yaitu yang kuat menindas yang lemah. Dari pembagian ini juga menjadi jelas mana yang boleh dikuasai individu, mana yang tidak boleh dikuasai individu.
Sebagaimana larangan Rasulullah saw. berikut, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Dari hadis di atas dijelaskan bahwa haram hukumnya bagi swasta atau perorangan untuk menguasai kepemilikan umum yang menyangkut kemaslahatan masyarakat. Contohnya, penguasaan perorangan atau swasta terhadap hutan, tambang, minyak bumi, gas, jalan umum, bandara, dan sebagainya.
Sumber daya alam kepemilikan umum ini akan dikelola langsung oleh negara. Kemudian hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Dengan dikelolanya SDA ini oleh negara maka akan memberi peluang lapangan kerja yang luas bagi masyarakat.
Ketiga, mendistribusikan sumber daya alam secara merata. Misalnya, negara akan memberikan tanah kepada siapa pun dengan syarat mampu mengelolanya.
Keempat, pembangunan ekonomi bertumpu pada sektor riil bukan nonriil.
Kelima, pendidikan, kesehatan, dan keamanan diberikan secara gratis dengan kualitas terbaik. Negara juga akan memberikan pembekalan skill kepada masyarakat agar tidak terus bergantung pada SDM luar.
Khatimah
Melalui penerapan sistem Islam secara sempurna segala persoalan seperti PMI ilegal, kemiskinan, dan pengangguran dapat diatasi. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita kembali kepada sistem Islam yang diterapkan secara kaffah.
Wallahua’lam bishawab. []
Setiap tahun perguruan tinggi mengeluarkan alumnus. Mereka banyak yang nganggur. Pembicaraan di tengah mereka terbersit nekad untuk menjadi pekerja migran dengan berbagai resiko. Dan dimungkinkan mereka anak atau keluarga kita..sedih
Sebelumnya sebutannya TKI, sekarang diubah jadi PMI, ya? Meskipun sama-sama bahwa mereka harus sampai bekerja ke LN demi sesuap nasi karena negara gagal membuka lapangan pekerjaan.
Negara wajib memberi kesejahteraan hakiki untuk rakyat