PPN Naik, Beban Hidup Kian Mencekik

PPN

Meski tampak sederhana karena hanya mengalami kenaikan sebesar 1%, kenaikan PPN ini bisa berdampak lebih besar pada banyak sisi.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah berencana akan menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada awal tahun 2025 mendatang. Rencana ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI. Sri juga menekankan bahwa kenaikan pajak tidaklah dilakukan secara membabi buta, melainkan demi APBN. Banyak pihak merespons negatif rencana pemerintah ini. Pengamat pajak Fajry Akbar berpendapat bahwa keresahan terjadi karena rasa tidak percaya masyarakat kepada pemerintah, padahal uang pajak itu akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas umum ataupun jaminan sosial. (bbc.com, 16-11-2024)

Tak pelak lagi, rencana kenaikan PPN pun makin menambah kabar pahit bagi masyarakat. Pasalnya, berbagai kabar tak sedap sudah menanti di depan mata. Mulai dari rencana penghapusan BBM bersubsidi, kenaikan iuran BPJS, penghapusan subsidi transportasi umum, dan kini kenaikan PPN. Bayang-bayang beratnya beban hidup kian nyata di pelupuk mata. Rakyat kian tercekik dengan kebijakan pemerintah yang dinilai tak berpihak pada rakyat kecil.

Meskipun muncul penolakan dari berbagai pihak, pemerintah seolah tak gentar dengan keputusan ini. Pemerintah berdalih tetap akan menjalankan mandat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid itu, disebutkan bahwa kenaikan PPN akan dilakukan secara bertahap, yakni naik menjadi 11% pada April tahun 2022 silam dan menjadi 12% pada Januari tahun 2025 mendatang.

Mengenal PPN

PPN merupakan pajak yang dibebankan atas penyerahan barang dan jasa yang terkena pajak. Mekanisme PPN bersifat tidak langsung dan dipungut melalui pengusaha kena pajak (PKP) atas penjualan barang dan jasanya kepada masyarakat. Selanjutnya, PKP wajib menyetorkan pajak ke negara.

Meski tampak sederhana karena hanya mengalami kenaikan sebesar 1%, kenaikan PPN ini bisa berdampak lebih besar pada banyak sisi. Mulai dari dunia usaha, konsumsi masyarakat, dan efek domino pada kebijakan-kebijakan lain. Sejumlah ekonom senior dan pebisnis turut mencemaskan efek turunan dari kenaikan PPH. Para ekonom senior berpendapat bahwa kebijakan ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Para pebisnis juga mengkhawatirkan turunnya pendapatan perusahaan yang akan berimbas pada karyawan. Bahkan, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK demi mengurangi beban perusahaan yang makin berat.

Di sisi lain, kenaikan PPH akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan harga akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat akan cenderung turun dan melemah. Lebih miris lagi, rakyat kelas menengah adalah kelompok paling krusial yang akan merasakan dampak kenaikan PPH. Rakyat kelas menengah dipastikan hampir babak belur dalam memenuhi semua kebutuhan hidup dan iuran wajib yang harus mereka keluarkan setiap bulannya. Belum lagi, kluster kelas menengah hampir tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah.

Pajak dalam Sistem Kapitalisme

Dalam sistem kapitalisme, pajak merupakan instrumen penting yang harus ada dalam tiap negara. Untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, pemerintah memerlukan sumber dana yang berkelanjutan untuk program sosial dan investasi publik. Program yang menyediakan layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan layanan publik lainnya sangat penting untuk diwujudkan guna mencapai masyarakat yang sejahtera dan tertib. Untuk merealisasikan program-program itu, pemerintah pun harus meningkatkan pendapatan dengan menetapkan pajak.

Saat pemerintah membutuhkan pendapatan, pemerintah harus mencermati besaran tarif dan basis pajak. Oleh karena itu, pemerintah akan merancang sistem kepatuhan pembayaran pajak yang akan menyasar seluruh wajib pajak tanpa terkecuali. Kenaikan tarif pajak dinilai dapat menggenjot pembangunan dan pelayanan yang lebih baik lagi.

PPN Naik, Wujud Lepas Tangan Pemerintah

Kenaikan PPN merupakan wujud lepas tangan pemerintah atas tanggung jawabnya dalam mengurusi umat. Dalam sistem kapitalisme, semua rakyat dipaksa untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Mirisnya lagi, segala kekayaan alam yang harusnya menjadi milik umat dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, justru dikuasai oleh segelintir pihak dan tak bisa dinikmati oleh rakyat di negeri itu sendiri.

https://narasipost.com/opini/05/2021/ppn-direncanakan-bakal-naik-ekonomi-masyarakat-makin-tercekik/

Kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan fasilitas-fasilitas publik harusnya bisa dibiayai dari hasil kekayaan alam, bukan dari pembebanan pajak kepada rakyat. Akan tetapi, hal itu adalah wajar dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme yang tidak mengenal batas-batas kepemilikan memberikan peluang pada siapa saja untuk melakukan privatisasi terhadap sumber-sumber kekayaan alam. Kemudian, masyarakat umum dipaksa untuk bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan mereka dan negara berfungsi sebagai regulator belaka.

Pandangan Islam

Dalam Islam, pajak dikenal dengan istilah dharibah. Pajak bukanlah instrumen utama pendapatan negara sebab Khilafah memiliki sumber-sumber pendapatan yang telah ditetapkan oleh syariat dan sudah cukup untuk memenuhi semua urusan rakyat. Khilafah tidak akan mewajibkan pajak bagi warga negaranya, kecuali dalam keadaan terdesak. Syekh Abdul Qadim Zallum mendefinisikan pajak sebagai sesuatu yang Allah wajibkan bagi kaum muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka saat tidak harta di baitulmal.

Selain itu, pajak hanya diwajibkan pada kaum muslim yang termasuk orang kaya. Pajak dipungut dari sisa nafkah setelah kebutuhan hidupnya terpenuhi secara makruf, baik primer maupun sekunder berdasarkan taraf hidup di tempat seseorang tinggal. Tidak ada standar baku untuk menakar kelebihan atau sisa nafkah tersebut. Masing-masing orang harus ditakar sesuai dengan taraf hidupnya.

Jika ada seseorang yang membutuhkan sebuah mobil dan seorang pembantu, standar lebih atau tidaknya akan diukur dari kelebihan setelah dua kebutuhan itu terpenuhi. Begitu juga dengan seseorang yang telah memiliki istri dan beberapa orang anak, maka kelebihannya diukur setelah kebutuhan istri dan anak-anaknya terpenuhi. Oleh karena itu, dalam Islam tidak ada standar baku atau jurus pukul rata untuk mengutip pajak.

Mekanisme Islam Memenuhi Kebutuhan Umat

Dalam kitab Sistem Keuangan Negara Khilafah karya Syekh Abdul Qadim Zallum dijelaskan bahwa baitulmal dalam Khilafah akan memiliki pos pemasukan dan pengeluaran sebagaimana yang ditetapkan syarak untuk memenuhi segala kebutuhan umat dan negara.

Adapun pemasukan Khilafah terdiri dari beberapa bagian.

Pertama, bagian fai dan kharaj yang terdiri dari ganimah, anfal, fai, jizyah, dan dharibah; bagian kharaj; dan status tanah yang meliputi tanah usyriyah, tanah milik umum, tanah milik negara, serta tanah terlarang.

Kedua, bagian yang terdiri dari kepemilikan umum berupa sumber daya alam seperti tambang migas, listrik, perairan, pertambangan, hutan, dan padang.

Ketiga, bagian sedekah yang terdiri dari harta zakat.

Terkait pos pengeluaran yang harus ditunaikan oleh Khilafah, terdiri dari kebutuhan-kebutuhan negara, santunan kepada masyarakat yang tidak mampu, kebutuhan jihad, dana untuk bencana alam, dan lain sebagainya. Adapun terkait fasilitas umum berupa pembangunan jembatan, sekolah, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan berbagai fasilitas lainnya, dana diambil dari hasil pengolahan kekayaan alam. Islam melarang kekayaan alam untuk diprivatisasi oleh swasta, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud,

“Tidak ada penguasaan atas harta milik umum kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.”

Khatimah

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% tentunya akan berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Dunia usaha dan masyarakat akan sangat merasakan imbas dari kenaikan PPN ini. Dalam sistem kapitalisme, pajak adalah pemasukan utama negara dan suatu yang mustahil untuk dihilangkan.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki mekanisme tersendiri untuk membiayai aktivitas negara dan kemaslahatan umat. Adapun pajak hanya dikutip saat kondisi keuangan Khilafah kosong dan hanya diwajibkan pada orang-orang kaya saja.

Wallahu a'lam bishowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Berdamai dengan Osteogenesis Imperfecta
Next
Masyarakat Sehat Tanpa Miras
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Arum Indah
Arum Indah
3 hours ago

Jazakillah khoir tim NP

Last edited 3 hours ago by Arum Indah
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram