Umat Islam membutuhkan khilafah sebagai junnah yang akan melindungi mereka dari segala macam ketakutan dan penderitaan. Khilafah sebagai institusi formal yang menerapkan syariat di bumi akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia yang hidup di dalamnya. Terpeliharanya suasana keimanan di bawah naungan khilafah, akan menjadikan hidup menjadi penuh berkah.
Oleh. Ummu Azka
NarasiPost.Com-Bulan rajab menjadi momen bersejarah bagi kaum muslimin. Tepat satu abad yang lalu, umat Islam mengalami peristiwa besar yang memutar roda kehidupan mereka. Adalah pengkhianatan yang dilakukan oleh seorang antek Yahudi, Mustafa Kemal yang melakukan konspirasi makar dengan Barat untuk menghancurkan kekuasaan kaum muslimin dalam institusi khilafah. Mimpi buruk berkepanjangan pun dimulai.
Pertama, tumbangnya junnah (perisai) berupa kekhilafahan yang telah melindungi mereka selama 1300 tahun di bawah peradaban yang gemilang memberikan pukulan telak serta nestapa yang berkepanjangan hingga saat ini. Kaum muslimin menjadi umat yang termarginalkan. Angka mayoritas pemeluknya di seluruh dunia, ternyata berbanding terbalik dengan porsi mereka dalam hal kekuasaan dan kekayaan. Keterbelakangan dalam ekonomi, sosial dan pendidikan menjadikan kaum muslimin bukan lagi sebagai subjek pemimpin peradaban, namun lebih kepada korban dari peradaban Barat yang kini berkuasa. Mereka menjalaninya tanpa tahu kepada siapa mereka harus mengadu. Mereka menerima semuanya tanpa bisa banyak meminta, padahal sejatinya negeri-negeri muslim dikaruniai Allah kekayaan ekologi yang luar biasa.
Negara negara Afrika, serta jazirah Arab merupakan negara yang kaya akan barang tambang seperti minyak, emas, dan uranium. Sementara semenanjung nusantara juga dikarunia kekayaan melimpah baik di darat, laut maupun perut bumi. Mirisnya, kaum muslimin di semua negeri tersebut harus bergelut dengan kemiskinan. Pemenuhan hak dasar manusia seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan serta kesehatan kini tak lagi menjadi tanggung jawab penguasa. Imbasnya adalah busung lapar, stunting serta rendahnya tingkat kecerdasan disebabkan kekurangan nutrisi pun tak dapat dielakkan lagi. Sebuah ironi yang tak masuk akal, karena bagaimana mungkin ayam bisa mati di lumbung padi?
Kedua, ketiadaan khilafah menjadi momok menakutkan bagi kaum perempuan. Perempuan dipandang mulia dan terhormat dalam Islam. Keberadaan mereka ditempatkan dalam posisi yang tinggi dan utama sebagai pendidik generasi. Perempuan juga menjadi pihak yang harus dihormati karena dari rahimnya lah akan lahir manusia-manusia baru sebagai agen penerus peradaban. Karenanya peradaban Islam menjadi prototipe ideal dalam memperlakukan perempuan.
Sejarah mencatat pembelaan Khalifah Al Mu'tashim Billah terhadap perempuan yang mengalami kejahatan di Semenanjung Eropa. Jarak ribuan mil bukan lah halangan bagi khalifah untuk mengirim ribuan tentara demi menyelamatkan perempuan muslimah tersebut.
Bukti lain penghormatan Khilafah terhadap para perempuan adalah terbukanya kesempatan bagi perempuan untuk mengenyam pendidikan serta mengamalkan ilmunya di ranah publik yang diperbolehkan. Munculnya ilmuwan-ilmuwan perempuan seperti Fatimah Al Fihriyah sebagai pencetus universitas pertama dan Sutayta Almahamili sebagai ahli matematika, menjadi bukti bahwa peradaban Islam di bawah naungan Khilafah memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk bermanfaat dalam kehidupan.
Hal sebaliknya terjadi di saat kaum muslimin kehilangan Junnahnya. Kaum perempuan terombang-ambing dalam kondisi yang tidak pasti. Mereka disakiti, dilecehkan, direndahkan harkat dan martabatnya serta dimanfaatkan hanya sebagai mesin uang dalam sistem kapitalisme sekuler. Feminisme dengan segala jejaringnya telah menjebak perempuan dalam sebuah pemikiran keliru tentang angan-angan kesetaraan. Akhirnya kaum perempuan kembali menderita , mereka tak mendapatkan hak-hak sesuai dengan fitrah kewanitaannya karena dalam feminisme perempuan dipaksa setara dan bekerja layaknya lelaki. Bersamaan dengan hal tersebut kiprah perempuan dalam rumah yang dirusak telah menyebabkan rusaknya tatanan sosial di dalam masyarakat. Hal tersebut berujung pada pendeknya usia pernikahan, serta generasi yang kehilangan ibunya. Inilah yang menjadi pangkal kerusakan generasi dan permasalahan sosial yang mengitarinya.
Ketiga, runtuhnya Khilafah telah membuat hilangnya perlindungan terhadap kaum muslimin. Di banyak negara dimana kaum muslimin menjadi pihak minoritas, mereka mendapatkan penganiayaan serta perlakuan yang tidak menyenangkan. Kaum muslimin Rohingya misalnya, mereka terusir dari tanah leluhurnya dan rumah-rumah mereka dibakar oleh para pemuka agama Hindu ekstremis di sana. Hal serupa terjadi pada muslim Uighur mereka mengalami penyiksaan dan pelarangan untuk melakukan kewajiban sebagai seorang muslim. Bahkan mereka dikurung dalam camp yang membatasi mereka secara tegas secara fisik dan juga aktivitas.
Penderitaan paling menyakitkan terjadi pada saudara kita muslim Palestina. Posisi mereka sebagai pemilik sah bumi para syuhada, tak lantas menjadikan mereka memiliki kemerdekaan atas tanah airnya sendiri. Berbagai ketidakadilan mereka alami seperti perampasan wilayah, penghancuran rumah, pelarangan beribadah, serta genosid massal menggunakan bahan peledak berbahaya, telah menyebabkan saudara muslim Palestina mengalami penderitaan yang nyata. Ironisnya semua kondisi yang menimpa umat Islam Palestina tersebut berlangsung di saat banyak kaum muslimin di seluruh dunia menyaksikan mereka dengan air mata, sementara banyak penguasa negeri muslim justru berpesta pora. Tidak ada yang punya kekuatan untuk menolong saudara-saudara kita yang teraniaya di Palestina. Bantuan secara material dan juga doa yang selama ini diberikan melalui lembaga nirlaba, pada faktanya belum dapat mengakhiri penjajahan di Palestina. Kondisinya tentu berbeda jika khilafah masih ada.
Jelas sudah , umat Islam membutuhkan khilafah sebagai junnah yang akan melindungi mereka dari segala macam ketakutan dan penderitaan. Khilafah sebagai institusi formal yang menerapkan syariat di bumi akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia yang hidup di dalamnya. Terpeliharanya suasana keimanan di bawah naungan khilafah, akan menjadikan hidup menjadi penuh berkah.
Oleh karenanya, mari jadikan momentum Rajab ini sebagai bulan kebangkitan dalam perjuangan mengembalikan kehidupan Islam dalam institusi khilafah. Dengan segala potensinya umat Islam telah dijanjikan sebagai pemenang yang layak untuk berkuasa di muka bumi.
Seperti firman Allah yang artinya :
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka di bumi antara, Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka memerintah, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka pasti orang-orang yang fasik." (QS An-Nur ayat 55)
Umat Islam merupakan umat terbaik yang Allah ciptakan di muka bumi. Di pundak mereka tersemat amanah mulia pengelolaan bumi beserta isinya. Bonus demografi, serta potensi sumber daya alam yang telah dikaruniakan kepada negeri-negeri muslim menjadi modal nyata bagi umat untuk segera bangkit.
Saatnya umat Islam terbangun dari tidur panjang yang melenakan. Bergegas merapat dengan barisan perjuangan mengembalikan kehidupan Islam, menjadi pilihan yang tepat agar kebangkitan yang diharapkan bukan sekadar angan-angan.[]