Pembangunan tanggul laut raksasa bukan merupakan solusi tuntas untuk menyelesaikan permasalahan penurunan muka tanah di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Presiden Prabowo Subianto berencana untuk membangun giant sea wall atau tanggul laut raksasa di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Tanggul itu akan membentang dari Banten hingga Gresik guna melindungi wilayah pesisir utara Jawa dari ancaman abrasi dan banjir rob. Proyek pembangunan tanggul ini sebenarnya sudah berembus lama dan sudah digagas oleh Gubernur Jakarta Fauzi Bowo pada tahun 2014. Akan tetapi, belum pernah ada tindak lanjut dari proyek itu. Prabowo pun sudah sejak lama menyuarakan pembangunan tanggul laut raksasa ini, yakni sejak masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan. (radarmalang.jawapos.com, 1-11-2024)
Pemerintah terlihat sangat ambisius dalam membangun giant sea wall dan menyatakan ini merupakan proyek emergency. Tanggul ini juga bertujuan untuk melindungi jutaan hektare sawah yang terancam tenggelam. Pesisir utara Pulau Jawa memang mengalami penurunan muka tanah yang cukup mengkhawatirkan. Di Jakarta saja tercatat bahwa penurunan muka tanah berada di kisaran 1 hingga 20 sentimeter tiap tahunnya, sedangkan di daerah lain penurunannya bisa mencapai 20 hingga 28 sentimeter. Jika dibiarkan terus, bukan tidak mungkin Pulau Jawa bagian utara akan tenggelam. Oleh karena itu, kerja sama lintas pemerintah harus segera dilakukan dan pembangunan giant sea wall harus segera direalisasi. Pembangunan tanggul ini diklaim oleh pemerintah memiliki tiga tujuan utama, yakni melindungi manusia, menyelamatkan lingkungan, dan potensi ekonomi yang besar.
Mengenal Giant Sea Wall
Giant sea wall ialah tanggul laut raksasa yang akan dibangun sebagai upaya mitigasi bencana banjir rob yang timbul akibat degradasi wilayah pesisir. Selain penurunan muka tanah, pesisir utara Pulau Jawa juga terancam dengan peningkatan permukaan air laut hingga 15 sentimeter. Tanggul yang merupakan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) ini akan dibangun dengan menggunakan material dari beton dan bata. Tanggul akan dibangun sejajar di peralihan pantai dan daratan yang bertujuan untuk menahan gelombang air laut sehingga bisa menetralkan kondisi tebing yang terkikis dan melindungi jalan pesisir serta pemukiman warga. Bentuk permukaan tanggul laut akan menentukan kapasitasnya untuk menahan gelombang dari laut.
Pembangunan giant sea wall akan terbagi menjadi tiga tahap. Fase A yang akan segera dimulai dengan estimasi waktu selesai pada tahun 2030. Pada tahap ini akan dibangun drainase, kolam retensi, dan pompa. Fase A ini akan menyerap dana sekitar Rp16,1 triliun. Selanjutnya, fase B akan dimulai sekitar tahun 2030 dengan pembangunan tanggul laut adaptif sisi barat. Fase B ini memerlukan dana sekitar Rp148 triliun. Terakhir, fase C yang akan dimulai tahun 2040 untuk pembangunan tanggul laut adaptif sisi timur. Belum ada detail mengenai berapa biaya yang diperlukan untuk fase C ini. (harianinvestordaily)
Alasan Pemerintah Membangun Giant Sea Wall
Kerugian yang diperoleh akibat banjir tahunan di pesisir Jawa mencapai Rp2,1 triliun per tahun. Kerugian ini diperkirakan akan terus naik dalam satu dekade ke depan jika tidak ada solusi untuk mengatasi banjir. Kondisi ini tentu berbahaya bagi perekonomian negara, mengingat wilayah pantai utara Pulau Jawa menyumbang 20,7 persen PDB ke Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah bersikeras untuk segera memulai pembangunan tanggul.
Pengerjaan giant sea wall akan membutuhkan waktu 20 hingga 30 puluh tahun ke depan. Prabowo pun sudah wanti-wanti mengingatkan agar megaproyek ini nantinya tidak terjebak dengan kepentingan politik lima tahunan. Prabowo juga menegaskan bahwa proyek ini harus terealisasi untuk menyelamatkan masyarakat di pesisir utara Pulau Jawa.
Melibatkan Swasta dalam Pembangunan Tanggul Laut Raksasa
Besarnya ambisi pemerintah untuk segera merealisasikan tanggul, tetapi tak diiringi dengan kesiapan dana yang memadai membuat pemerintah memutuskan untuk tak mengandalkan APBN dalam mendanai proyek tanggul raksasa. Pemerintah akan menggandeng dan banyak melibatkan swasta yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Beberapa negara seperti Belanda, Korea Selatan, dan Cina pun sudah menunjukkan ketertarikan mereka untuk terlibat dalam proyek ini. Dalam kunjungan ke Cina beberapa hari lalu, Prabowo juga menyinggung pembahasan giant sea wall kepada Presiden Xi Jinping. Pembicaraan itu berakhir dengan kesepakatan untuk makin meningkatkan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Cina. Banyaknya investor yang berminat dalam pembangunan giant sea wall karena proyek ini dianggap akan banyak memberi keuntungan.
Respons WALHI dan para Pakar
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) justru mengatakan bahwa rencana pemerintah untuk membangun giant sea wall dengan reklamasi laut adalah sesat pikir pembangunan. Alih-alih menyelesaikan masalah, pembangunan ini akan menyebabkan kebangkrutan sosial dan ekologis yang justru makin mempercepat kehancuran dari daratan hingga pesisir, laut, dan pulau kecil. Proyek ini juga berpotensi menghancurkan keanekaragaman hayati dan merusak wilayah laut yang selama ini menjadi zona para nelayan tradisional, ujung-ujungnya proyek ini justru merusak mata pencaharian penduduk setempat.
Senada dengan WALHI, Dosen Fakultas Geologi Universitas Padjadjaran Dicky Muslim menyatakan bahwa tanggul laut ini kurang efisien bisa menyelesaikan masalah. Tanggul ini hanya akan menjadi solusi jangka pendek dan tidak menyelesaikan masakah jangka panjang. Dicky menambahkan seharusnya pemerintah memindahkan pemukiman padat warga di pesisir ke wilayah lain.
Pulau Jawa di Ambang Tenggelam
Giant sea wall atau tanggul laut raksasa tidak akan menyelesaikan dan menjawab akar permasalahan ancaman tenggelamnya Pulau Jawa. Pemerintah harusnya tak berfokus pada penyelesaian hilir saja, tetapi juga menyelesaikan perkara hulu. Sejarah panjang eksploitasi di pesisir utara telah mengakibatkan kehancuran ekologis Pulau Jawa. Eksploitasi yang sudah berlangsung dari masa kolonial hingga sekarang telah membuat keseimbangan alam Pulau Jawa terganggu. Selama ini Pulau Jawa telah dieksploitasi besar-besaran untuk kepentingan industri ekstraktif baik di darat, pesisir, dan laut.
Penurunan muka air tanah juga disebabkan oleh beban bangunan, aktivitas tektonik, pengambilan air tanah yang berlebihan, dan pemadatan tanah atau kompaksi alami. Dari berbagai penyebab ini, eksploitasi yang ugal-ugalan terhadap air tanah memiliki andil paling besar dalam penurunan muka tanah. Penelitian yang dilakukan oleh Amrta Institute dan Tifa Foundation pada tahun 2011 mengungkapkan bahwa penggunaan air tanah ilegal oleh industri korporasi di Jakarta menembus 92 persen.
Solusi untuk menyelesaikan perkara di hilir tanpa menuntaskan masalah di hulu ibarat menabur biji di atas batu. Giant sea wall bukanlah solusi tepat untuk mengatasi penurunan muka tanah yang terjadi di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa. Lebih dari itu, pemerintah harusnya membenahi regulasi penggunaan air tanah, mencegah eksploitasi sumber daya, dan membenahi tata kota yang semrawut.
Kapitalisme, Induk Segala Masalah
Pulau Jawa yang berada di ambang tenggelam tidaklah lepas dari aktivitas eksploitasi industri yang terjadi. Eksploitasi ini merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini telah membuat para korporasi mengabaikan keseimbangan alam demi mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Mereka rela mengorbankan keselamatan masyarakat demi keuntungan pribadi. Di sisi lain, pemerintah pun tak memberikan sanksi yang bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku industri ini.
Makin miris lagi saat solusi yang dipilih penguasa adalah solusi parsial berupa pembangunan proyek yang justru melibatkan pihak asing. Hitung-hitungan bisnis tentu menjadi pertimbangan utama pihak asing. Mereka akan mau menyuntikkan dana untuk mendapat keuntungan yang lebih besar lagi. Perlu diketahui, wilayah pantai utara Pulau Jawa ini memiliki sebaran aset yang memiliki potensi ekonomi berupa pelabuhan, bandara, dry port, dan stasiun kereta api. Ini belum termasuk 5 Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), 70 Kawasan Industri (KI), 28 Kawasan Peruntukan Industri (KPI), dan 5 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Lima KEK itu di antaranya KEK Tanjung Lesung, KEK Lido, KEK Kendal, KEK Gresik, dan KEK Singhasari. Belum lagi tanggul raksasa itu juga diprediksi mampu menampung 1,2 miliar kubik air bersih yang bisa disalurkan ke rumah para warga.
Khilafah Solusi Tuntas
Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di Pulau Jawa, Khilafah akan mengumpulkan pendapat para ahli untuk menentukan solusi dan langkah terbaik. Pertimbangan utama Khilafah sudah tentu kemaslahatan umat, bukan kepentingan ekonomi ataupun yang lain.
Lebih dari itu, Khilafah juga akan mencegah terjadinya kerusakan alam dengan menetapkan regulasi yang harus dipenuhi oleh suatu industri dan menetapkan sanksi tegas bagi industri yang melanggar peraturan. Di sisi lain, Khilafah juga akan mengatur migrasi penduduk di setiap daerahnya sehingga tidak akan terjadi penumpukan penduduk dalam suatu wilayah.
Adapun terkait pembangunan proyek, Khilafah akan mempertimbangkan jenis dan karakter proyek yang akan dibangun. Jika proyek yang akan dibangun, tidak berpengaruh apa-apa terhadap kemaslahatan umat, Khilafah akan melihat dahulu ada atau tidaknya dana. Jika dana tidak ada, maka pembangunan akan ditangguhkan sampai dana tersedia. Akan tetapi, bila proyek tidak dilaksanakan dan menyebabkan kemudaratan umat, Khilafah dan kaum muslim harus berupaya agar proyek tersebut terealisasi. Demikian itu karena menghilangkan bahaya bagi kaum musim hukumnya adalah wajib sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, “Tidak boleh ada bahaya dan perkara yang membahayakan.”
Khatimah
Pembangunan giant sea wall bukan merupakan solusi tuntas untuk menyelesaikan permasalahan penurunan muka tanah di sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Pemerintah harusnya menghentikan aktivitas eksploitasi sumber daya alam yang terbukti berkontribusi besar terhadap kerusakan alam. Selain itu, pemerintah juga harus memetakan distribusi penduduk agar tidak terjadi penumpukan pemukiman.
Pengaturan seperti di atas hanya dapat diwujudkan oleh sistem Islam, sistem yang menjadikan halal dan haram sebagai tolok ukur perbuatan, bukan keuntungan ekonomi.
Wallahu a’lam bishowaab []
Barakallah untuk mbak Arum Indah.
Segala kebijakan memang harus dipersiapkan dengan matang agar tidak menimbulkan masalah ke depannya.
Sekilas solusi yang diberikan pemerintah terlihat bagus. Rupanya menurut pakar bukanlah solusi yang tepat. Apalagi jika dananya tidak ada dan malah mengundang para investor dalam rencananya.
Barakallah Mbaj Arum.naskahnya keren, mencerdaskan
Beginilah sistem kapitalisme. Solusi yang diberikan tidak pernah menyelesaikan masalah, yang ada menambah masalah makin ruwet.
Dan lagi-lagi mengandeng investor, kapan negeri ini bisa mandiri? SDA melimpah, tetapi mengedepankan investasi yang sejatinya menggerus kedaulatan negara.
Rumah keluarga besar saya ada di dekat Pantai Utara Pulau Jawa. Garis pantainya makin bergeser ke selatan. Ngeri juga kalau sampai tenggelam.
Sebuah kebijakan pembangunan butuh pengkajian lebih mendalam. Dari hulu ke hilir… Dgn asas Kapitalistik sekuler, semua kebijakan berpotensi dibajak ke arah yang menyelesaikan satu persoalan dan terperosok pada persoalan lainnya