Penerapan Islam kaffah dalam Khilafah tidak hanya akan membebaskan Palestina, tapi juga membuka tabir penyelesaian problematika dunia.
Oleh. Zidniy Ilma
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Terhitung sejak 7 Oktober 2023 lalu, sudah setahun lebih Palestina, tepatnya Gaza berada dalam genosida brutal yang dilakukan oleh tentara Zionis Israel. Sejak beberapa bulan terakhir, Zionis Israel menargetkan sekolah-sekolah yang ada dan berdalih bahwa pejuang Palestina beroperasi di sana. Namun, Israel tidak memberikan bukti nyata terkait tuduhannya itu. Menurut laporan Kementerian Pendidikan Palestina, pada Selasa (29/10/2024), telah ada 11.825 pelajar yang tewas. Tidak hanya pelajar, sebanyak 441 pendidik dan staf sekolah juga terbunuh. Di tingkat pendidikan tinggi ada 117 staf akademik termasuk dosen tewas. Serangan Israel juga telah merusak ratusan infrastruktur pendidikan di Palestina. (detikedu, 01-10-2024)
Palestina Membutuhkan Bantuan Nyata
Ternyata tidak hanya sekolah, kebengisan Zionis Israel juga tampak ketika mereka menargetkan Rumah Sakit (RS) yang ada. Baru-baru ini Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara diserang. Serangan tersebut melukai enam anak dan satu di antaranya dalam kondisi kritis. Pada hari itu staf WHO mengantarkan perlengkapan dan peralatan medis ke RS tersebut. Kemudian serangan terjadi setelah staf WHO meninggalkan RS. Hal ini memicu kemarahan dari Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia menyerukan agar gencatan senjata segera dilakukan untuk melindungi warga sipil dan petugas kesehatan.
Baca: Palestina di Titik Nadir
Berbeda dengan Direktur Jenderal WHO, presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, yang memiliki latar belakang militer, dalam pidatonya pada pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 20 Oktober lalu menegaskan bahwa pemerintah Indonesia siap mengirim bantuan kemanusiaan lebih banyak ke Gaza. Melakukan evakuasi korban luka seperti anak-anak yang mengalami trauma dan menjadi korban perang.
Pernyataan tersebut amat disayangkan. Sosok pemimpin dengan latar belakang militer seharusnya paham betul apa yang harus dilakukan. Ditambah fakta sejarah bahwa Indonesia pernah dijajah selama ratusan tahun, tentu tahu bagaimana rasanya dijajah. Bukankah Palestina saat ini sedang dalam kondisi terjajah? Lantas di mana letak pernyataan “penjajahan di atas dunia harus dihapuskan” pada Pembukaan UUD 1945? Dengan memberikan bantuan kemanusiaan memang patut diapresiasi. Namun, yang dibutuhkan Palestina adalah bantuan nyata. Bantuan kemanusiaan bisa dilakukan oleh individu atau kelompok. Sekelas pemimpin seharusnya memberikan bantuan nyata yakni dengan mengerahkan pasukan militernya. Adakah negara yang akan melakukannya?
Bungkamnya Pemimpin Negeri Muslim Akibat Jeratan Nasionalisme
Israel tidak mengerti retorika! Kalimat yang tepat untuk menggambarkan kondisi yang terjadi hari ini. PBB telah terlibat dalam menyelesaikan konflik – lebih tepatnya genosida – Israel terhadap Palestina sejak Resolusi Majelis Umum PBB tahun 1947. Terbaru, pada 18 September 2024, PBB menuntut Israel untuk mengakhiri pendudukannya di Palestina dalam waktu 12 bulan. Ada yang menggelitik di sini. PBB dibentuk pada 24 Oktober 1945 oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan yakni Prancis, Republik Tiongkok, Uni Soviet, Inggris, dan Amerika Serikat (AS). Tiga di antaranya adalah negara-negara superior yang selama ini memasok senjata ke Israel. Sudah menjadi rahasia umum bahwa AS merupakan dalang di balik kuatnya genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina. Dalam laporan terbarunya, The National Interest membahas tentang miliaran dolar pajak AS yang dikirim ke Israel untuk mendanai perang-perangnya.
Negara lain yang melakukan pengiriman senjata ke Israel adalah Jerman. Rabu (16/10/2024), Kanselir Jerman, Olaf Scholz menekankan bahwa Jerman harus menjaga Israel agar berada dalam posisi untuk membela diri. Bagaimana? Sepakat bahwa yang terjadi di Palestina adalah genosida? Palestina hanya diberikan bantuan kemanusiaan sedangkan Israel dikirim persenjataan. Masihkah ada yang percaya dengan PBB? Skenario epik dengan sutradara yang hobi improvisasi. Pertanyaannya, negara mana yang tidak melakukan kerja sama dengan AS? Hampir tidak ada negara yang tidak melakukan “hubungan mesra” dengan AS. Lantas negara mana yang bisa diharapkan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan? Sekelas PBB saja terbukti hanya lip service semata.
Tak bisa dimungkiri, negara adidaya saat ini ialah AS dengan ideologinya sekularisme kapitalisme. Ideologi ini tidak hanya diemban oleh AS, tapi oleh seluruh negara yang ada di dunia termasuk negeri-negeri muslim. Sekularisme kapitalisme dengan turunannya nasionalisme telah “menghilangkan” peran Tuhan dalam kehidupan. Oleh sebab itu, negeri dengan mayoritas penduduk muslim pun mengambil aturan manusia sebagai kebijakannya. Pemimpin negeri-negeri muslim lebih taat kepada AS as a human even kafir dibandingkan Penciptanya. Mereka memilih bungkam agar tidak menjadi sasaran kebengisan Israel, dengan pemain utamanya yakni AS. Pilihan lain, mereka mengikuti jejak pionirnya untuk menggunakan taktik lip service dengan hanya memberikan kecaman atau bantuan kemanusiaan.
Iman: Kunci Kemerdekaan Palestina
Tidak ada yang bisa kita harapkan as a muslim dari sekularisme kapitalisme dengan nasionalismenya. Jika ditarik sejarahnya, justru ideologi tersebutlah dalang di balik segala problematika termasuk genosida Palestina. Nasionalisme terbukti membuat pemimpin negeri-negeri muslim hanya fokus memikirkan negaranya. Kalaupun mereka membantu Palestina sejatinya itu semua bukanlah bantuan nyata. Membahas soal Palestina seharusnya kita belajar dari sejarah kepemimpinan Umar bin Khaththab dan Salahuddin al Ayyubi. Karena dua sosok itulah yang telah berhasil mencontohkan strategi pembebasan Palestina.
Jika berbicara tentang Umar bin Khaththab dan Salahuddin al Ayyubi maka kita akan sampai pada kepemimpinan atau aturan seperti apa yang mereka jalankan. Nyatanya kedua sosok tersebut hanya melanjutkan kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. yakni kepemimpinan Islam. Sebagai seorang muslim, dengan dorongan keimanan seharusnya kita mengakui Allah Swt. sebagai Al-Khaliq Al-Mudabbir. Hanya Dialah yang berhak untuk membuat aturan. Patut dipertanyakan pemimpin-pemimpin muslim yang ada saat ini, di manakah keimanan mereka? Padahal telah jelas bahwa kedaulatan ada di tangan syarak sebagaimana firman Allah Swt., “Hendaklah kamu menghukumi di antara mereka berdasarkan apa yang diturunkan Allah.” (QS. Al-Maidah [5] : 49).
Saat ini sedang terjadi desakan dari kalangan pemuda khususnya Gen Z terkait pengerahan pasukan militer untuk memerdekakan Palestina. Sekali lagi penulis tegaskan, tidak akan ada pemimpin muslim apalagi kafir dalam kungkungan sekularisme kapitalisme yang akan mengerahkan bala tentaranya. Hal ini akan terwujud jika pemimpin yang ada mau mencontoh Umar bin Khaththab dan Salahuddin al Ayyubi. Pemimpin yang mau menerapkan Islam secara kaffah atas dorongan keimanannya. Penerapan Islam kaffah dalam Khilafah tidak hanya akan membebaskan Palestina, tapi juga menyelesaikan problematika dunia.
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 96).
Wallahu a’lam bishawaab []
Barakallah untuk penulis.
Israel tidak mengerti retorika! Hanya jihad fi sabilillah yang mampu menghentikannya.
Wakil menteri luar negeri Anies Matta juga pidato di forum KTT OKI di Riyadh 11 November lalu. Pernyataannya tidak solutif karena seharusnya mendorong jihad oleh negeri-negeri muslim. Semua tersandera oleh politik bebas aktif selama masih dalam bingkai nasionalisme.
Palestina butuh dukungan pengiriman militer alih2 sekadar bantuan kemanusiaan dan obat2an