Gerakan Solidaritas Nasional sebagai paguyuban tempat berkumpulnya pendukung Prabowo-Gibran bisa dibilang kurang efektif, meskipun tampak baik dan bermanfaat.
Oleh. Dyah Pitaloka
(Tim Penulis Inti NarasiPost.com)
NarasiPost.com-Dikutip dari detik.com, Ketua Umum Rosan Roeslani telah mendeklarasikan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN). Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina GSN. Setelah kemenangan Prabowo-Gibran diumumkan resmi pada 25 Maret 2024, Prabowo mengusulkan pembentukan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) dari kelompok tim kampanye nasionalnya. Prabowo menyatakan bahwa meskipun Tim Kampanye Nasional (TKN) harus dibubarkan karena kampanye sudah selesai, ia berharap jaringan ini tetap berlanjut sebagai sebuah paguyuban yang dinamai Gerakan Solidaritas Nasional.
Tentang Gerakan Solidaritas Nasional
Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) yang terdiri dari anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran dan relawan, bertujuan untuk mendukung pemerintah dalam menciptakan bangsa yang sejahtera, mandiri, dan berkelanjutan. Menurut Ketua Umum GSN, Rosan Roeslani, GSN adalah organisasi nonpolitik dan tidak didanai oleh pemerintah. GSN berencana hadir di seluruh Indonesia, dengan beberapa anggotanya yang juga menjabat sebagai menteri. GSN berfungsi sebagai pelengkap kebijakan pemerintah serta memberikan masukan berdasarkan aspirasi masyarakat.
Butir-Butir Ikrar Gerakan Solidaritas Nasional
Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) memiliki ikrar yang terdiri dari delapan poin, yang dibacakan saat deklarasi dipimpin oleh Rosan dan diikuti anggota GSN.
Ikrar tersebut meliputi:
1. Bertakwa kepada Tuhan;
2. Setia pada cita-cita Proklamasi 1945;
3. Mematuhi Pancasila dan UUD 1945;
4. Menjunjung Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
5. Melakukan pembelaan terhadap kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi;
6. Mendukung pemerintah secara kritis dan konstruktif;
7. Mematuhi disiplin organisasi;
8. Menjaga kehormatan dan solidaritas organisasi.
Pro dan Kontra Gerakan Solidaritas Nasional
Pengamat politik Ujang Komarudin menilai Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) penting bagi pemerintahan Presiden Prabowo, karena berperan menjaga kesatuan tim sukses serta mengawal janji kampanye Prabowo-Gibran. GSN juga dapat berfungsi sebagai alat pertahanan dari serangan pihak yang berseberangan, misalnya fitnah dan hoaks. Deklarasi GSN dianggap lumrah dalam politik, mirip dengan hubungan Jokowi dengan relawan Projo, meskipun GSN lebih diformalkan.
Sementara itu, pengamat politik Cecep Hidayat mengatakan GSN dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan rakyat, serta alat untuk mensosialisasikan kebijakan pemerintah. GSN diharapkan membantu menciptakan stabilitas politik dan mendukung kesuksesan pemerintahan Prabowo, membuka peluang bagi kepemimpinan periode kedua.
Namun, pembentukan GSN mendapat tanggapan berbeda. Pakar hukum Feri Amsari menilai Presiden tidak boleh terlibat dalam organisasi semacam ini agar tidak terlibat dengan kepentingan ormas. Ketua Komisi II DPR, Aria Bima, menyarankan Prabowo lebih fokus pada kinerja kabinetnya yang baru, terutama dalam masa transisi, agar target seratus hari kerja tercapai. (tempo.co, 8-11-2024)
Menyoal Efektivitas Gerakan Solidaritas Nasional
Meskipun tampak baik dan bermanfaat, Gerakan Solidaritas Nasional sebagai paguyuban tempat berkumpulnya pendukung Prabowo-Gibran bisa dibilang kurang efektif dan memungkinkan keberadaannya bersifat tumpang tindih dengan kabinet serta perwakilan rakyat di DPR dan MPR. Pasalnya, tujuan dibentuknya GSN hampir sama dengan tugas pokok dari lembaga pemerintahan tersebut.
Kapitalisme Gagal Menyejahterakan
Kemiskinan dan ketimpangan masih menjadi masalah besar di banyak negara, termasuk Indonesia. Pemerintah selama ini terus berusaha menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan, termasuk pemerintahan baru Prabowo-Gibran.
Pada tahun ini, pemerintahan Jokowi-Ma’ruf merasa puas karena ada penurunan kemiskinan dan ketimpangan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin pada Maret 2024 turun menjadi 9,03% dari 9,36% pada Maret 2023, dan gini ratio yang mengukur ketimpangan pengeluaran turun dari 0,388 pada 2023 menjadi 0,379 pada 2024. Pemerintah mengeklaim keberhasilan ini berkat kebijakan presiden, seperti bantuan sosial, pembangunan rumah susun, bantuan kredit, pelatihan usaha, serta membaiknya kondisi ekonomi dan politik yang meningkatkan investasi. (muslimahnews.net, 13-07-2024)
Perbedaan antara pendapatan rendah dan tinggi, yang memengaruhi tingkat kemiskinan, merupakan hasil dari sistem kapitalisme. Kapitalisme bersifat eksplosif karena menyebar melalui penjajahan dan imperialisme, serta destruktif karena memungkinkan segelintir individu menguasai sumber daya besar, menciptakan oligarki kapitalis. Sistem ini juga merusak ekosistem dan menyebabkan ketidakstabilan lingkungan melalui eksploitasi sumber daya alam.
https://narasipost.com/opini/05/2024/kemiskinan-turun-berdasarkan-angka-atau-realitas/
Penerapan reinventing government di mana negara berperan sebagai pengarah, bukan pelaksana, juga memperkuat dampak kapitalisme. Dengan privatisasi layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan, masyarakat yang kurang mampu harus puas dengan layanan yang terbatas dan dapat memperburuk kemiskinan.
Di Indonesia, diperkirakan 6,7 juta warga akan jatuh ke dalam kemiskinan ekstrem pada 2024, dengan standar garis kemiskinan global yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan garis kemiskinan nasional. Sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini, dianggap gagal dalam mengatasi masalah kesejahteraan yang dihadapi rakyat.
Islam Berhasil Menyejahterakan
Tentunya, sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem kapitalisme.
Disarikan dari buku Sistem Ekonomi Islam karya Taqiyuddin An-Nabhani, bahwa:
1. Islam Menjamin Kebutuhan Primer
Islam memastikan pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu, seperti sandang, pangan, dan papan, namun bukan melalui pemberian bantuan sembako gratis yang dapat menyebabkan kemalasan. Sebaliknya, Islam menawarkan mekanisme untuk membantu keluarga keluar dari kemiskinan, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, setiap kepala keluarga diwajibkan untuk bekerja, dengan dukungan kebijakan pemerintah yang memudahkan akses pekerjaan bagi laki-laki.
Kedua, kerabat dekat diwajibkan untuk membantu saudara yang tidak mampu bekerja, misalnya karena cacat.
Ketiga, negara bertanggung jawab menafkahi rakyat miskin yang tidak mampu bekerja dan tidak memiliki kerabat yang dapat membantu. Baitulmal akan memberikan bantuan hingga mereka bisa terbebas dari kemiskinan.
Terakhir, kaum muslim yang mampu juga diwajibkan membantu orang miskin, baik secara langsung maupun melalui negara yang dapat memungut dharibah, yaitu pungutan sementara dari orang kaya, untuk didistribusikan kepada yang membutuhkan. Dengan demikian, Islam menekankan pentingnya kesejahteraan melalui kolaborasi antara individu, keluarga, dan negara.
2. Aturan Kepemilikan dalam Islam
Aturan kepemilikan dalam Islam merupakan sistem unik yang diyakini dapat menyelesaikan masalah kemiskinan. Aturan ini mencakup jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:
Pertama, jenis dari kepemilikan dalam Islam dibagi menjadi tiga, yakni kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu merupakan hak yang Allah Swt. berikan kepada seseorang untuk memanfaatkan sesuatu, seperti hasil kerja, warisan, atau hadiah, yang mendorong semangat kerja karena manusia secara naluriah ingin memiliki harta. Kepemilikan umum adalah hak bersama yang tidak boleh dikuasai oleh individu, seperti sumber daya alam (padang rumput, hutan, sungai, laut, dan tambang). Sementara itu, kepemilikan negara dikelola oleh kepala negara (khalifah), meliputi harta ganimah, jizyah, kharaj, dan lainnya.
Kedua, pengelolaan kepemilikan dalam Islam diatur oleh syariat, termasuk larangan investasi ribawi, sehingga harta beredar di sektor riil.
Ketiga, distribusi kekayaan dalam Islam diatur dengan aturan yang khas sehingga harta tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Islam mewajibkan negara untuk mendistribusikan kekayaan kepada mereka yang membutuhkan, berbeda dari kapitalisme yang mendasarkan distribusi kekayaan pada mekanisme harga semata. Contohnya adalah aturan waris, yang sudah ditentukan oleh syariat.
Penutup
Adanya paguyuban Gerakan Solidaritas Nasional sejatinya tidak akan efektif untuk mengubah keadaan ekonomi terutama kesejahteraan negeri ini selama sistem kapitalisme masih bercokol dan menggigit dengan taringnya yang tajam. Hanya Islam yang jelas mampu dengan aturannya untuk menjamin kesejahteraan dan hak primer umat. Oleh karena itu, marilah negeri ini kembali mengambil Islam sebagai sistem alternatif yang jelas dan terbukti menyejahterakan umat dengan seperangkat aturannya. Wallahu a’lam bishawab.[]
GSN dibentuk jg tak lepas dr kepentingan politik…
Tulisan menarik. Barakallah untuk mbak Dyah Pitaloka
Kira-kira GSN nanti dananya dari mana ya?
Cara untuk mempertahankan kekuasaan. Seolah2 rakyat juga mendukung dengan adanya GSN. Dapat legitimasi lah dari rakyat kalo mau melakukan apapun.
Segala gerakan yang digagas dalam sistem kapitalisme tentu tak akan mampu menjadi solusi tuntas bagi persoalan negeri ini. Semuanya hanya bisa diatasi dengan sistem Islam yang telah terbukti mampu menyejahterakan rakyat selama 14 abad. Barakallah mba@Dyah Pitaloka
Rakyat butuh diurus dari kesejahteraaannya, ketercukupan semua kebutuhan, dan perlindungan… Ini semua sulit didapat jika asas kapitalistik sekuler masih dianut dlm kehidupan