Aksi pembuangan susu yang dilakukan oleh peternak sejatinya kian membuktikan rusaknya pengaturan urusan rakyat dalam sistem kapitalisme.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Belum lama ini dunia maya dihebohkan dengan beredarnya video para peternak sapi dan tengkulak membuang hasil panennya. Peristiwa tersebut terjadi di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Seorang peternak sapi sekaligus tengkulak susu sapi, Bayu Aji Prasetyo membenarkan kondisi tersebut, bahkan dirinya juga melakukan hal itu.
Ia mengungkapkan bahwa kejadian membuang-buang susu terjadi di seluruh Jawa. Ia juga memiliki video lengkap aksi pembuangan hasil panen para peternak di beberapa daerah lainnya. Bahkan, saat ini para peternak sedang berkomunikasi satu sama lainnya dan belum ada yang berani speak up. (Detik.com, 08-11-2024). Lantas, apa alasan peternak membuang susu hasil panen mereka?
Latar Belakang Pembuangan Susu
Aksi pembuangan hasil panen yang dilakukan oleh para peternak di daerah Pasuruan, Jawa Timur merupakan salah satu bentuk protes kepada industri dan pemerintah. Bayu Aji yang merupakan peternak sekaligus pengepul susu mengaku bahwa ada pembatasan dari industri sejak akhir 2023 lalu. Biasanya para peternak mengirim ke industri sebanyak 100-200 ton, tetapi kini hanya sekitar 40 ton.
Pembatasan ini membuat Bayu sebagai pengepul harus membatasi dan menolak hasil panen dari para peternak. Alhasil, dengan banyaknya kuota hasil panen yang tidak terserap industri, para petani termasuk Bayu harus membuangnya. Bayu juga menjelaskan bahwa para peternak tidak bisa membagikan hasil panennya sebab jumlahnya terlalu banyak dan butuh tenaga untuk menyalurkannya. Selain itu, susu segar tersebut merupakan bahan untuk susu ultra high temperature (UHT) dan pasteurisasi yang hanya bertahan 48 jam sehingga pengolahannya harus dilakukan oleh pabrik dan Industri Pengolahan Susu (IPS).
Bayu juga menjelaskan bahwa alasan pembatasan pengambilan susu dari para peternak diakibatkan adanya bahan baku impor. Pengusaha industri mengatakan bahwa pembatasan kuota karena pasokan dalam negeri terlalu banyak. Namun, secara fakta pasokan susu dalam negeri hanya 20%, sedangkan pasokan impor sebanyak 80%. Bayu juga mengungkapkan bahwa produk lokal dinomorduakan sedangkan produk impor diutamakan.
Kondisi ini seakan berbanding terbalik dengan program pemerintah yang sedang menggembar-gemborkan swasembada produksi susu. Pemerintah berupaya mendorong masyarakat untuk meningkatkan produksi susu, tetapi di sisi lain pemerintah justru melakukan impor yang membuat para peternak harus membuang panen susunya dan mengalami kerugian.
Kapitalisme Biang Keladi
Kondisi tersebut wajar terjadi dalam sistem kapitalisme. Program yang digembar-gemborkan pemerintah tidak sejalan dengan fakta di lapangan, bahkan sering kali bertolak belakang. Bagaimana mungkin swasembada pangan, seperti susu, bisa terwujud jika pemerintah masih terus melakukan impor dan terus bergantung dengannya. Ketika dikatakan bahwa produk dalam negeri sangat kurang, fakta di lapangan menunjukkan para peternak justru membuang-buang susu diakibatkan tidak terserap oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).
Masuknya produk impor, tanpa terkecuali susu impor yang terus membanjiri negeri ini, sejatinya disebabkan adanya keterikatan Indonesia dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), yaitu perjanjian perdagangan bebas regional yang meliputi sepuluh negara anggota ASEAN dan lima negara mitra FTA seperti Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, Selandia Baru, Republik Korea, dan Australia. Perjanjian ini membuat negara-negara lain bebas mengekspor barang ke Indonesia.
Tujuan Indonesia bergabung dalam RCEP terlihat sangat baik, yaitu untuk memperkuat hubungan ekonomi dan menjaga stabilitas ekonomi negara ini. Namun, patut dipahami bahwa bergabungnya Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas sejatinya justru membuat negeri ini menjadi tujuan pasar bebas bagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina, dan lainnya yang justru memberikan keuntungan bagi mereka. Sebagaimana kita ketahui bersama, saat ini banyak sekali produk-produk impor bertebaran di negeri ini, sedangkan produk lokal kalah telak.
Di sisi lain, penguasa lebih berpihak kepada para oligarki. Hal tersebut terlihat bagaimana penguasa justru melakukan impor di tengah banyaknya hasil panen susu dalam negeri. Tidak hanya itu, pengolahan dan pendistribusian pangan dalam sistem kapitalisme sering kali diserahkan kepada swasta. Negara hanya berfungsi sebagai regulator. Ketika swasta yang mengelola dan menjalankan industri maka manfaat atau profit menjadi landasan utamanya. Alhasil, swasta bisa bebas menentukan, mana susu yang mereka akan produksi dan mana yang tidak. Bahkan industri berhak kapan saja memutus secara sepihak perjanjian antara para pengepul susu dan industri tersebut. Sungguh kondisi ini akan terus terjadi, swasembada pangan, termasuk susu, dan kemandirian bangsa akan sulit terwujud walaupun negeri ini memiliki potensi besar.
Butuh Kemandirian Negara
Sejatinya Indonesia memiliki kemampuan besar untuk mewujudkan swasembada susu dan tidak bergantung pada impor jika Indonesia memiliki kemandirian bangsa. Namun, kemandirian bangsa tersebut hanya bisa diwujudkan ketika Indonesia mengambil Islam sebagai ideologi untuk mengatur segala aspek, mulai dari ekonomi, sosial, pemerintahan, dan lainnya. Islam menjadikan sebuah negara berdaulat dan tidak bergantung pada negeri-negeri lainnya, apalagi bergantung pada negeri musuh umat Islam, seperti Amerika Serikat.
Baca juga: Susu Ikan Atasi Stunting?
Islam memiliki pengaturan yang kompleks dalam seluruh masalah kehidupan, salah satunya adalah swasembada susu beserta dengan pengolahannya, pendistribusiannya, dan pemberdayaan para peternak. Apalagi susu merupakan salah satu sumber gizi bagi masyarakat. Oleh karenanya, khalifah sebagai penanggung jawab urusan rakyat akan memastikan bahwa swasembada susu bisa terwujud dan rakyat bisa sejahtera sebab semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah bersabda, “Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Al-Bukhari dan Ahmad).
Beberapa cara yang ditempuh oleh Khilafah untuk mewujudkan swasembada susu, di antaranya adalah:
Pertama, Khilafah menaruh perhatian besar kepada para peternak dengan cara menyediakan bibit sapi perah yang unggul, teknologi yang canggih untuk mengolah susu, dan lainnya.
Kedua, Khilafah juga memastikan bahwa susu hasil panen dari para peternak bisa terserap dengan baik oleh industri. Khilafah tidak akan melakukan impor, tetapi akan memaksimalkan produksi dalam negeri, seperti yang disebutkan di atas, yaitu memperhatikan produksi susu dari hulu hingga hilir. Khilafah akan melakukan impor jika kondisi dalam negeri betul-betul sangat mendesak dan penting, sedangkan pasokan dalam negeri kosong. Impor pun dilakukan dengan kehati-hatian dan sesuai syariat Islam.
Ketiga, Khilafah mengatur jalannya distribusi secara langsung tanpa campur tangan swasta atau asing. Begitu pula dengan pendistribusian susu, Khilafah memastikan bahwa susu segar dan berkualitas bisa dibeli oleh masyarakat dengan harga yang terjangkau sebab harga terbentuk sesuai permintaan dan penawaran.
Keempat, Khilafah mengatur masalah perdagangan internasional. Khilafah memiliki rambu-rambu yang jelas dan ketat, tidak semudah dalam sistem kapitalisme yang justru merenggut kedaulatan negara. Khilafah melakukan perjanjian dagang dengan negara tetangga sesuai dengan hukum syarak. Misalnya, Khilafah tidak akan melakukan ekspor barang-barang yang akan memperkuat negara musuh atau Khilafah tidak akan melakukan impor jika stok dalam negeri melimpah. Dengan demikian, negara tidak bergantung pada negara lainnya, bahkan mereka akan bisa mewujudkan kemandirian bangsa.
Khatimah
Aksi pembuangan susu yang dilakukan oleh peternak sejatinya kian membuktikan rusaknya pengaturan urusan rakyat dalam sistem kapitalisme. Sudah saatnya kaum muslim menerapkan sistem Islam. Sistem Islam akan mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat dan memperhatikan nasib para peternak susu. Wallahua’lam bishawab.[]
Peternak butuh didukung biar makin mampu membuat produk susu yang bagus, bukan malah impor dibuka lebar.
Saya ada teman dokter hewan di kota Batu. Blw sering cerita bagaimana nasib peternak yang seolah-olah susah sejahtera. Ada saja masalahnya.
Seharusnya pemerintah lebih mengutamakan produk lokal daripada impor. Mana slogan “aku cinta produk-produk Indonesia” yang sering disuarakan?
Kasihan banget para peternak. Pelihara sapi berbulan-bulan, eh,, hasilnya tidak dihargai. Benar-benar penguasa tidak ada empatinya, sampai-sampai tega melakukan al yang merugikan peternak.
Rakyat Indonesia makin terpuruk dalam sistem Kapitalisme, negara abai karena memihak oligarki. Rakyat tak diberi pekerjaan, ketika usaha pun negara tak memberi fasilitas, malah membunuh usaha rakyat dengan jeratan pajak yang di luar nurul juga dengan mengimpor dari negara lain.
Berawal dari kebijakan pemerintah yg tak berpihak PD rakyat. Khas ala kapitalisme sekuler. Sangat miris
Ga kebayang rasanya jadi peternak susu perah yang saat ini mengalami kedzoliman penguasa. Semoga umat sadar mereka butuh sistem islam.
Pemerintah mendorong untuk meningkatkan produksi lokal, tp keran impor dibuka. Ini kan tidak sejalan namanya. Produksi susu sapi lokal akhirnya tersingkirkan oleh susu impor.
Bener Mbak Dina. Katanya mau swasembada susu, eh tahu-tahu Impor membanjiri. Efek pasar bebas.
Ya Allah.. sungguh malang sekali nasib para peternak di negeri kapitalisme ini.. tidak ada yang bisa menyejahterakan rakyat kecuali sistem Islam
Betul Mbak Vega. Makin rindu sistem Islam