"(Akan terjadi) fitnah (kekacauan) jika tidak ada seorang imam (khalifah) yang mengurusi urusan manusia."
(Al-Qadhi Abu Ya’la al-Farra’, Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hlm. 23).
Oleh. Yeni Marlina, A.Ma
(Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Masalah bertubi-tubi silih berganti tak kunjung usai. Sistem kapitalis lah yang harus bertanggung jawab atas derita dunia dan umat. Memasuki bulan Rajab tahun ini 1442 Hijriyah. Genap satu abad sudah dunia tanpa Khilafah, yakni sejak tanggal 28 Rajab 1342 Hijriyah lalu. Tepatnya tanggal 3 Maret 1924 M. Menyisakan duka dan luka yang pedih, umat Islam tak boleh melupakannya.
Tangan besi seorang etnis Yahudi Mustafa Kemal Ataturk telah mamainkan peranan jahatnya sebagai antek Inggris. Kejahatannya telah mengubah wajah dunia Islam menjadi negeri-negeri yang terserak, tercabik-cabik terpisah tanpa ada lagi pelindung. Keberhasilannya merobohkan khilafah rumah besar umat Islam, menjadi awal derita nestapa yang selalu berujung dengan penderitaan.
Negara-negara kufur berebut menikmati kekuasaannya. Menjadikan kaum muslimin bagaikan hidangan dan menu lezat santap. Mereka berebut keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mengindahkan penderitaan sesama insan. Tangan mereka masih basah berlumur darah kaum muslimin. Arogansinya telah merenggut banyak nyawa demi keserakahan dunia. Kita, umat Islam tak boleh tinggal diam. Jangan berlama-lama hidup dalam kenistaan para penjajah dan antek-anteknya.
Kita punya sejarah masa lalu yang gemilang. Keberhasilan kegemilangan era kekhilafahan selama 13 abad, sungguh telah menjadi catatan yang sangat fenomenal bagi dunia. Kekhilafahan Utsmaniyah tercatat sangat panjang dalam kejayaannya antara 1517-1924 M. Peradaban yang sangat spektakuler. Wajar jika keruntuhannya mengantarkan kemunduran bagi dunia Islam. Kaum muslimin mengalami penderitaan, semakin bertambah hari demi hari. Kekacauan dan fitnah merajalela, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Ahmad ra, dalam riwayat Muhammad bin 'Auf bin Sufyan al-Hamshi :
اَلْفِتْنَةُ اِذَا لَمْ يَكُنْ اِمَامٌ يَقُوْمُ بِأَمْرِ النَّاسِ
"(Akan terjadi) fitnah (kekacauan) jika tidak ada seorang imam (khalifah) yang mengurusi urusan manusia."
(Al-Qadhi Abu Ya’la al-Farra’, Al-Ahkamus Sulthaniyyah, hlm. 23).
Kerugian besar sungguh telah dialami oleh umat Islam karena ketiadaan khilafah. Keutuhan negara Islam (Daulah Islamiyyah) tercabik-cabik, terkotak-kotak dengan sekat nasionalisme lebih dari 50 negara. Sekat ini telah membuat umat Islam hidup dengan prinsip individualisme. Menghilangkan rasa persaudaraan satu sama lain. Tengoklah yang terjadi di Palestina, Kashmir, Afghanistan, Irak, Rohingya, Uighur, Suriah bahkan Indonesia sendiri tak ada yang bisa bantu satu dengan yang lainnya. Atas nama kedaulatan negara masing-masing. Walaupun kenyataannya penindasan dan penjajahan atas mereka karena keyakinan yang sama, yaitu Islam.
Kekayaan alam yang menjadi aset negeri-negeri muslim dikuasai asing dan aseng, dirampok baik dengan paksa ataupun sukarela. Para penguasa yang menjadi agen mereka dengan rela menyerahkan aset-aset berharga menjadi kekayaan bangsa asing. Atas nama privatisasi, penanaman modal perlahan tapi pasti menjadikan rakyat bertambah miskin. Begitu juga yang terjadi di Papua, pusat tambang emas, kekayaan alamnya dikeruk terus menerus. Sementara rakyatnya hanya melihat sembari usap dada. Disintegrasi sebagai risiko ketidakadilan pun akan terus terjadi.
Praktik ekonomi ribawi, membawa negeri ini ke jurang kehancuran dan ketergantungan kepada asing. Dengan dalih menyelamatkan ekonomi, negara digadaikan dengan beban
utang. Berlindung di balik alasan bantuan, lagi-lagi dalam sistem kapitalis mana ada kamus bantuan untuk lawan politik?bukankah negeri muslim menjadi target mereka menghentikan Islam bangkit kembali. Perlu disadari semua strategi ini adalah cara menjerat, sehingga negeri ini tak bisa mandiri.
Ranah pendidikan, sampai saat ini masih terus mencari pola. Ketidakmandirian menunjukan kelemahan dalam menata proses di bidang keilmuan. Keterlibatan lembaga internasional seperti Unesco dan OECD (Organization for Economic Coorporation and Developmen) sebagai organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan telah memutar arah pendidikan untuk menghasilkan generasi di bawah standar keunggulan. Di depan mata para penguasa yang ada hanya kesiapan meluluskan tenaga-tenaga pekerja untuk para pengusaha. Penguasa dan pengusaha bermitra kapitalisasi pendidikan. Dunia industrialisasi siap menampung anak-anak bangsa sendiri menjadi mesin-mesin pencetak uang para kapital. Miris, namun inilah yang terjadi.
Di bidang pemerintahan, roda negara berputar sesuai arahan demokrasi. Suara terbanyak menjadi target untuk menduduki kursi. Tak peduli berikutnya harus ingkar janji. Fakta yang telah teruji, para penguasa seleksi demokrasi dimenangkan dengan penuh tipu muslihat. Kendali prinsip demokrasi telah melahirkan para penguasa yang rusak dan merusak. Apa yang sudah diisyaratkan oleh Rasulullah Saw sebagai penguasa Ruwaybidhah, yaitu : "Orang bodoh yang mengurusi orang banyak." (HR al-Hakim)
Atau pemimpin sufaha'. Rasulullah Saw bersabda,
"yaitu para pemimpin sesudahku yang tidak mengikuti petunjukku dan tidak pula berjalan dengan sunnahku." (HR Ahmad).
Inilah wajah kepemimpinan didikan sistem sekuler, hilangnya kewibawaan sekaligus lepasnya tanggung jawab dalam menjabat. Jangankan membela rakyat, untuk membela harga diri bangsa saja tidak mampu. Pendiktean asing terhadap langkah politik menjadikan ketergantungan nasib dan kebijakan dalam negeri. Sementara hinaan dan hujatan terhadap pengikut dan pejuang Islam bukan perkara yang harus dibela. Banyak lagi masalah lainnya yang sama-sama tak kalah penting menunjukan derita umat Islam sejak satu abad tanpa khilafah.
Begitu penting hakikat sebuah khilafah. Jelas, karena khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh umat Islam di dunia. Pemimpin yang bertugas meri'ayah atau mengurus berbagai urusan umat, sekaligus sebagai junnah atau perisai yang selalu siaga siang dan malam. Siap menjaga rakyatnya dari berbagai ancaman dan serangan musuh kapan saja.
Khilafah berdiri dengan mengemban segenap tanggung jawab dari Allah Swt. Seorang khalifah sebagai pemimpin negara kekhilafahan akan menjadi sosok pemimpin tangguh dalam memainkan peranannya. Dipilih karena kapabilitas bukan karena promosi curang untuk mendulang suara. Khalifah bertugas mengatur berbagai urusan kaum muslimin dengan penataan syariat yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis. Bukan aturan ciptaan manusia yang dipakai karena seorang khalifah paling memahami esensi amal seseorang terikat dengan hukum syara' atau hukum-hukum yang diturunkan oleh Allah Swt.
Sepanjang sejarah kejayaan Islam di masa lalu, terbukti para khalifah bekerja dalam ranah yang menjamin kebutuhan berbagai aspek kehidupan. Negara khilafah tidak hanya memperhatikan kekuatan akidah ruhiyah umat semata, yakni akidah yang mengatur ranah pribadi seorang hamba dengan rabbnya. Namun, negara khilafah juga memperhatikan pengaturan urusan kenegaraan lainnya dengan sandaran akidah siyasiyah. Artinya mengatur pemerintahan, ekonomi, hukum, politik dalam dan luar negeri, masalah pendidikan, melayani kesehatan masyarakat, keamanan hingga mengelola aset dan sumber daya alam negara. Semua disandarkan kepada akidah yang kuat, yaitu Islam. Aturan Islam menjadi rujukan kebijakan sehingga membuat keputusan, mempertimbangkan dan memikirkan berbagai urusan kenegaraan tidak keluar dari batasan syariat Islam.
Untuk itu, sudah saatnya mengakhiri derita umat dengan bersungguh-sungguh terus berjuang untuk mengembalikan khilafah. Hingga kelak akan terwujud kembali kepemimpinan Islam yang akan mengangkat izzah Islam dan kaum muslimin. Mengembalikan tegaknya khilafah merupakan kewajiban bagi umat Islam, bahkan para ulama menyebutnya sebagai taj al-furudh (mahkota kewajiban). Artinya hanya dengan khilafah seluruh kewajiban dalam agama bisa tertunaikan. Islam terealisasi secara kaffah bahkan penyebaran risalah ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad fi sabililah. Institusi yang akan membuat musuh-musuh Allah gentar. Segeralah ambil peranan, sebab kedatangan khilafah hanya masalah waktu dari Allah Sang Penentu.[]
Photo : Pinterest