Mafia Kasus, Bukti Keadilan Kian Tergerus

Mafia Kasus, bukti Keadilan Kian Tergerus

Tidak berhentinya pemberitaan terkait mafia kasus di negeri ini tentu saja membuktikan citra buruk hukum dan peradilan.

Oleh. Dyah Pitaloka
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Dilansir dari metro.tempo.co, Kejaksaan Agung menetapkan Zarof Ricar, mantan pejabat MA, sebagai tersangka kasus suap terkait perkara Gregorius Ronald Tannur. Zarof ditangkap sehari sebelumnya di Bali dan diduga menjadi perantara antara pengacara Tannur, Lisa Rachmat, dengan hakim. Lisa menjanjikan Rp5 miliar kepada hakim, sementara Zarof menerima Rp1 miliar.

Penegakan Hukum RI Rusak Serius

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, menyatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia, termasuk lembaga kehakiman, mengalami kerusakan serius akibat kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung telah menangkap tiga hakim PN Surabaya dan mantan pejabat MA, Zarof Ricar, yang diduga terlibat.

Jimly menekankan perlunya reformasi total dalam lembaga kehakiman dan penegakan hukum. Di akun media sosial X miliknya pada 27 Oktober 2024, ia menyebut reformasi ini tidak hanya soal peningkatan kesejahteraan hakim dan aparat hukum, tetapi juga tentang independensi, kualitas, dan integritas penegak hukum, termasuk penataan ulang sistem kerja.

Fakta Seputar Mafia Kasus RI

Tim Kejaksaan Agung menemukan uang dalam berbagai mata uang asing saat menggeledah beberapa rumah Zarof Ricar, dengan total nilai mencapai lebih dari Rp920 miliar. Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar, Zarof mengakui telah menjadi mafia kasus di Mahkamah Agung sejak 2012 hingga 2022, dan tidak dapat mengingat jumlah kasus yang ia tangani karena terlalu banyak.

Selain uang tunai, penyidik juga menyita emas seberat total 51 kilogram, termasuk 498 kepingan emas 100 gram, empat kepingan emas 50 gram, dan satu kepingan emas 1 kilogram. Zarof mengaku semua harta tersebut dikumpulkan dari pengurusan berbagai perkara selama periode 2012-2022.

Harta yang disita ini jauh melebihi nilai yang dilaporkannya dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) terakhir pada 2022, ketika ia pensiun. Dalam LHKPN tersebut, Zarof melaporkan kekayaan hanya sebesar Rp51 miliar, yang sebagian besar berupa tanah dan bangunan senilai Rp45,5 miliar. Ia memiliki 13 bidang tanah di berbagai daerah, 11 di antaranya diklaim sebagai warisan. Untuk kas, Zarof mengaku hanya memiliki Rp4,4 miliar, ditambah tiga kendaraan senilai Rp740 juta, dan harta bergerak lainnya senilai Rp680 juta.

Oknum Mafia Kasus RI

Ini bukan kali pertama bagi hakim agung untuk terseret dalam pusaran korupsi dan menjadi mafia kasus di negeri ini. Dilansir dari Kompas.com, hingga saat ini setidaknya ada dua hakim agung yang telah resmi menjadi tersangka dan dijatuhi hukuman akibat kasus korupsi.

Pertama, Sudrajad Dimyati. Sudrajad Dimyati menjadi hakim agung pertama yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK pada 23 September 2022. Ia terlibat dalam kasus suap terkait pengurusan kasasi pailit Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di Mahkamah Agung. Selain Sudrajad, sembilan orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, termasuk hakim dan aparatur sipil negara di MA, serta pihak pemberi suap yang meliputi advokat dan debitur KSP Intidana.

Kasus ini terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK di Jakarta dan Semarang pada 21-22 September 2022. Sudrajad kemudian divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Bandung dengan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Namun, pada tingkat banding, hukuman dikurangi menjadi tujuh tahun penjara dengan pertimbangan pengabdian Sudrajad selama 38 tahun sebagai hakim.

Kedua, Gazalba Saleh. Gazalba Saleh, hakim agung pertama yang terlibat kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan gratifikasi, dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada 15 Oktober 2024. Ia dinyatakan bersalah menerima gratifikasi dan melakukan TPPU senilai Rp62,8 miliar, termasuk uang tunai dalam berbagai valuta asing serta Rp37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Kasusnya bermula dari dugaan suap dalam perseteruan internal KSP Intidana pada 2022, namun Gazalba awalnya lolos dari tuduhan suap. KPK kemudian menjeratnya kembali atas TPPU dan gratifikasi. Meskipun Pengadilan Tipikor Jakarta sempat membebaskannya karena alasan teknis hukum, KPK mengajukan banding, dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan putusan bebas tersebut, memerintahkan kasus Gazalba untuk diperiksa kembali.

Akar Masalah Maraknya Mafia Kasus MA

Mengutip hukumonline.com, Liza Farihah, Direktur Eksekutif Leip, melihat bahwa korupsi di peradilan dapat bersifat sistemis atau nonsistemis. Korupsi nonsistemis biasanya sederhana, seperti aparat peradilan yang meminta imbalan untuk memberikan informasi atau dokumen. Sementara korupsi sistemis lebih kompleks, melibatkan pemanfaatan struktur pengadilan oleh pengambil kebijakan, terutama karena birokrasi yang tidak transparan.

Liza mengidentifikasi tiga akar masalah korupsi peradilan. Pertama, terjadi pergeseran fungsi kasasi di Mahkamah Agung (MA), di mana seharusnya MA hanya menilai penerapan hukum, tetapi dalam praktiknya lebih fokus pada beratnya hukuman, membuka peluang intervensi. Kedua, proses birokrasi yang panjang dalam penanganan perkara sebelumnya menimbulkan celah korupsi. Meski MA telah memotong birokrasi tersebut, masalah ini masih ada. Ketiga, organisasi peradilan yang sentralistis dan akuntabilitasnya lemah, di mana MA mengurus fungsi yudisial, keuangan, dan kepegawaian. Fungsi MA yang luas seperti ini mendorong dibentuknya Komisi Yudisial sebagai pengawas.

Pentingnya Integritas Hakim

Banyak yang berpendapat bahwa korupsi dan skandal suap yang melibatkan hakim disebabkan oleh kurangnya integritas di kalangan mereka. Pemilihan hakim dilakukan oleh kepala negara dalam proses demokrasi, sehingga integritas hakim sangat bergantung pada proses tersebut. Sayangnya, dalam praktiknya, orang-orang yang terpilih sering kali tidak menunjukkan integritas tinggi, malah terjebak dalam politik transaksional yang menciptakan oligarki kekuasaan.

Baca juga: Ketika Hakim Ikut Korupsi

Politik dalam demokrasi sering dianggap hanya sebagai dukungan untuk meraih kekuasaan, tanpa memedulikan cara yang etis. Selain itu, sistem demokrasi cenderung memisahkan agama dari urusan negara sehingga sulit untuk menemukan pemimpin, wakil rakyat, atau hakim yang berintegritas.

Reformasi atau Revolusi Peradilan?

Tidak berhentinya pemberitaan terkait mafia kasus di negeri ini tentu saja membuktikan citra buruk hukum dan peradilan. Opini dari Prof. Jimly di atas terkait perlunya reformasi di sistem peradilan negeri tampaknya bukanlah solusi hakiki. Solusi yang ditawarkan pun akhirnya hanya menjadi tambal sulam dan tidak melahirkan penyelesaian masalah. Indonesia membutuhkan sebuah sistem revolusioner untuk mengatasi masalah peradilan dan hukum di negeri ini.

Islam Teladan Hakim Bebas Korupsi

Islam telah memberikan pedoman dan contoh dalam menangani tindak korupsi, dengan sosok Syuraih sebagai teladan utama. Sebagai hakim yang adil, Syuraih dikenal karena integritasnya yang tinggi, menjadikan keadilan sebagai prinsip utama dalam setiap keputusannya, tanpa memilih kasih. Ia membuat keputusan berdasarkan syariat Islam, termasuk ketika harus menegakkan keadilan di depan putranya sendiri.

Contoh nyata keadilan Syuraih terlihat saat ia berpihak pada seorang Badui dalam konflik dengan Khalifah Umar, tanpa mempertimbangkan posisi Umar. Demikian juga, dalam kasus baju besi antara Ali dan seorang Yahudi, Syuraih menunjukkan bahwa sistem Islam mampu mendukung penerapan keadilan yang sebenarnya. (muslimahnews.net, 4-2-2023)

Islam Mampu Tegakkan Keadilan

Mengutip dari muslimahnews.net, posisi hakim dalam sistem Islam sangatlah penting karena diamanahkan oleh Allah Swt. untuk menegakkan keadilan berdasarkan syariat-Nya. Dalam Al-Qur'an, Allah Swt. dalam surah An-Nisa ayat 58 berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ

“Sungguh Allah Swt. menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, juga (menyuruh kalian) jika menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian berlaku adil.”

Rasulullah saw. dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Majah juga mengingatkan para hakim tentang konsekuensi di akhirat, menjelaskan bahwa hanya satu dari tiga golongan hakim yang akan selamat.

Cara Islam Hadapi Tantangan Mafia Kasus Peradilan

Untuk mengatasi tantangan dalam mafia kasus peradilan, Islam memiliki solusi, di antaranya:

  1. Kualifikasi Hakim
    Jabatan hakim seharusnya diisi oleh orang-orang beriman, berilmu, dan bertakwa. Khalifah Umar bin Khattab ra. memperingatkan agar tidak memberikan jabatan berdasarkan kedekatan atau hubungan keluarga, karena itu merupakan pengkhianatan.
  2. Menjadikan Hukum Islam sebagai Landasan
    Hakim harus mengadili berdasarkan hukum Islam, bukan hukum buatan manusia, yang sering kali tidak adil dan bisa dimanipulasi. Dalam surah An-Nisa ayat 65, Allah Swt. berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan dalam hati mereka sesuatu keberatan apa pun atas putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.”

  1. Keadilan dalam Putusan
    Hakim diwajibkan untuk menerapkan hukum secara adil, tanpa memandang status. Nabi saw. bersabda,

أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ فَقَالَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمْ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

“Apakah kamu hendak memberi keringanan dalam hukum dari hukum-hukum Allah Swt.?” Kemudian beliau berdiri dan berkhotbah. Lalu bersabda, “Wahai sekalian manusia, sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah ketika orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak menghukum). Sebaliknya, jika orang-orang yang rendah dari mereka mencuri, mereka menghukumnya. Demi Allah Swt., sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Muslim)

  1. Pengawasan Terhadap Hakim
    Khalifah sebagai kepala negara harus mengawasi kekayaan hakim untuk mencegah korupsi. Jika ada penambahan kekayaan yang mencurigakan, negara berhak menyita untuk kepentingan baitulmal. Oleh karena itu, penting bagi negara sebelumnya untuk melakukan pencatatan harta kekayaan hakim.

Sebagai contoh, Khalifah Umar bin Khattab ra. pernah mengambil setengah dari harta Abu Bakrah ra. yang pada saat itu, kerabatnya tersebut merupakan pejabat baitulmal dan terlibat dalam pengelolaan tanah di Irak.

Pada waktu itu, Umar mencurigai adanya penambahan harta Abu Bakrah. Dengan demikian, harta Abu Bakrah yang berjumlah 10 ribu dinar (lebih dari Rp25 miliar) dibagi menjadi dua oleh Umar, kemudian setengahnya diberikan kepada Abu Bakrah dan setengah lainnya disetorkan ke baitulmal (Syahiid al-Mihraab, hlm. 284).

Penutup

Penindakan mafia kasus dalam sistem demokrasi kapitalisme akan berhadapan dengan jalan panjang berliku dan bertabrakan dengan beragam kepentingan. Kepentingan oligarki dalam sistem ini memungkinkan integritas hakim dan keadilan kian tergerus dan membuka celah maraknya mafia kasus. Saran untuk perubahan secara reformatif pun terbukti tidak mampu memberikan solusi.

Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang revolusioner dengan landasan iman dan ketakwaan. Islam akan menjaga hukum hanya bersumber dari syariat Allah Swt. sehingga integritas hakim tetap terjaga.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Dyah Pitaloka/ Tim Penulis Inti NP
Dyah Pitaloka Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Penemuan Sumber Litium di Arkansas, “Senjata” Baru AS?
Next
Kapal Coast Guard Cina Mengancam di Laut Natuna Utara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Novianti
Novianti
1 hour ago

Astaghfirullah..Sebanyak itu harta karena mafia kasus. Ngeri. Di akhirat bakal jadi tanggung jawab berat.Hukumannya pun diringankan. Eksekutif, legislatih, dan yudikatif sama-sama bobroknya.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram