Kebebasan Berpendapat Hanya Ilusi dalam Demokrasi

Kebebasan Berpendapat hanya Ilusi dalam Demokrasi

Bentuk kritik BEM Fisip Unair ini merupakan gambaran dari ketidakpuasan mahasiswa atas praktik demokrasi di negeri ini.

Oleh. Maya Dhita
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Karangan bunga ucapan selamat untuk pemerintahan Prabowo-Gibran bernada satire yang dipasang di taman barat Fisip Unair pada tanggal 22-10-2024 berujung pembekuan BEM Fisip Unair. Setelah sempat viral dekanat mengambil tindakan atas bahasa kritik yang dianggap tidak sesuai dengan kultur akademik. Surel pembekuan BEM pun dikirimkan melalui alamat email dekanat pada Jumat (25-10-2024). Namun, pembekuan tersebut akhirnya dicabut pada Senin (28-10-2024) atas instruksi Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro selaku Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek). (Kompas.com, 28-10-2024)

Meski alasan pembekuan BEM Fisip Unair untuk menjaga iklim kampus agar tetap kondusif serta mengarahkan metode kritik agar tetap dalam koridor etika dan aturan akademis, tetapi beberapa pihak menilai bahwa ini salah satu bentuk pembatasan dalam berpendapat.

Beberapa pihak juga menyatakan bahwa seharusnya dekanat mengadakan dialog terbuka bukan malah membekukan aktivitas BEM-nya. Mengingat kebebasan berpendapat di Indonesia dijamin dengan UUD 1945. Di dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 disebutkan bahwa "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Ditambah dengan UU No. 9 tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum asalkan dalam koridor hukum, menjaga ketertiban umum, dan tidak melanggar hak orang lain. Namun, kebebasan ini dibatasi dengan adanya UU ITE yang akan menindak pendapat atau ucapan yang merugikan pihak tertentu. Pada kenyataannya sering kali UU ITE digunakan sebagai alat untuk membungkam kebebasan itu sendiri.

Jika ditelaah lebih dalam, bentuk kritik BEM Fisip Unair ini merupakan gambaran dari ketidakpuasan mahasiswa atas praktik demokrasi di negeri ini. Terlalu banyak tindakan yang menyalahi asas demokrasi itu sendiri. Mulai dari politik dinasti, perubahan UU secara sepihak, normalisasi pelanggaran HAM, politik transaksional, serta berbagai bentuk kecurangan mengatasnamakan kepentingan rakyat tanpa memedulikan pendapat rakyat.

Ketidakpuasan masyarakat terhadap kepemimpinan Prabowo-Gibran bisa jadi tersirat dalam lagu berjudul Bangun Orang Waras yang sedang ramai diberitakan. Lirik lagu yang berisi kritikan terhadap pemerintah ini dipopulerkan oleh band Methosa. Methosa merupakan grup band yang salah satu personelnya adalah artis terkenal, Rina Nose. Lagu ini diciptakan sebagai bentuk kepedulian terhadap seluruh lapisan masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.

Methosa berpendapat bahwa apa yang terjadi saat ini tidak bisa dianggap remeh. Keserakahan para pemimpin tidak dapat dibendung lagi. Tak hanya pemerintah pusat tetapi sampai pemerintahan daerah telah terang-terangan melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Meski sempat ditolak di beberapa media karena lagunya dianggap terlalu keras mengritik pemerintah, Methosa terus bergerak mengajak masyarakat untuk peduli dan tidak menutup mata dengan keadaan ini. (MediaIndonesia.com, 22-10-2024)

Kritik yang Objektif

Kepemimpinan Prabowo-Gibran terbuka terhadap kritik asalkan sifatnya membangun dan objektif. Namun, hal ini patut dipertanyakan kembali setelah peristiwa dibekukannya BEM Fisip Unair. Bahkan Presiden BEM Fisip Unair, Tuffahati Ulayyah, mengaku sempat mendapatkan teror dan intimidasi setelah lembaganya melakukan kritik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Intimidasi dan teror bernada ancaman masuk ke nomor WhatsApp dan direct message akun Instagram-nya.

Adanya kritik dan perbedaan pendapat dalam kabinet pun telah diantisipasi dengan merangkul partai oposisi dalam satu koalisi besar. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam penentuan kebijakan pada kepemimpinan Prabowo-Gibran ke depannya. Tidak dapat dimungkiri bahwa koalisi besar ini akan melemahkan fungsi kontrol DPR. Bahkan lebih parahnya jika lembaga legislatif ini hanya digunakan sebagai pemulus kepentingan lembaga eksekutif.

Kritik dalam Demokrasi

Kebebasan berpendapat tidak dapat dipisahkan dalam demokrasi. Pemerintah memerlukan kritik untuk mengontrol jalannya pemerintahan, menyampaikan aspirasi masyarakat, memberikan masukan atas kebijakan yang dikeluarkan.

Namun, sistem kapitalisme-sekularisme telah menjauhkan seseorang dari ajaran agamanya. Pemegang kekuasaan dalam sistem ini tidak peduli akan amanah yang nantinya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Demi melanggengkan kekuasaan mereka akan menghilangkan segala ancaman yang bisa menggulingkan kedudukannya. Salah satunya dengan membungkam segala bentuk kritik dan perbedaan pendapat. Maka tak heran jika terkadang aparat bertindak represif kepada mahasiswa yang melakukan unjuk rasa kepada pemerintah.

Sikap pemerintah yang dinilai antikritik ini tak hanya terjadi di Indonesia. Di Turki bahkan lebih parah lagi. Kepemimpinan Erdogan yang awalnya dianggap membawa harapan baru nyatanya makin represif terhadap oposisi. Pembatasan kebebasan akademik dilakukan dengan menutup kampus-kampus yang menentang kebijakannya serta menangkap akademisi yang kritis melawannya.

Meski tak separah di Turki, kebebasan berpendapat di AS pun dibatasi. AS sempat mengalami kenaikan gelombang demonstrasi pada bulan Mei kemarin. Mahasiswa melakukan protes di kampus-kampus dan juga turun jalan menunjukkan dukungan terhadap Palestina. Mahasiswa menuntut pemerintahan AS melakukan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) sebagai upaya melawan Israel. Penangkapan massal dilakukan oleh aparat kepada mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

Jelas sudah bahwa penerapan demokrasi tidak menjamin adanya kebebasan berpendapat bagi rakyatnya. Kebebasan berpendapat nyatanya hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kekuasaan dan kekuatan politik.

Muhasabah dalam Khilafah

Lain halnya dalam sistem Islam. Negara Khilafah sebagai institusi yang menerapkan Islam secara menyeluruh, membuka kritik terhadap amanah kepemimpinan khalifah. Hal ini dibuktikan dengan adanya Majelis Umat dalam struktur pemerintahan negara Khilafah. Dalam Kitab Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan dan Administrasi), disebutkan tentang pembentukan Majelis Umat.

Majelis Umat terdiri dari wakil-wakil masyarakat yang dipilih melalui pemilu. Tujuan keberadaannya adalah sebagai representasi dari masyarakat.

Berikut beberapa kewenangan Majelis Umat:

  1. Dimintai pendapat oleh khalifah dan memberikan masukan dalam berbagai aktivitas dan perkara praktis yang berkaitan dengan pengaturan urusan umat.
  2. Mengoreksi khalifah atas semua aktivitas praktis yang terjadi dalam negara, baik urusan dalam negeri maupun luar negeri, masalah finansial, pasukan atau masalah lainnya.
  3. Memiliki hak untuk menampakkan ketidakrelaan atas para muawin, wali, dan amil.

Jadi Majelis Umat inilah yang nantinya mengontrol khalifah dalam menjalankan amanahnya apakah telah sesuai dengan hukum syarak atau tidak.

Tercermin dalam masa kepemimpinan Rasulullah sebagai kepala negara. Beliau tidak segan untuk meminta pendapat kepada sahabat dan orang-orang yang lebih ahli dalam permasalahan terkait. Seperti saat Rasulullah hendak memilih tempat pada Perang Badar. Rasulullah akhirnya mengambil pendapat Hubab bin al-Mundzir yang lebih memilih tempat yang lebih dekat dengan mata air.

Begitu pula dengan Khalifah Umar bin Khattab. Saat diangkat sebagai khalifah beliau berkata, "Jika kalian melihatku menyimpang dari Islam, luruskan walau dengan sebilah pedang."

Begitulah pemimpin dalam negara Islam. Keimanan dan rasa takutnya kepada Allah membuat mereka berhati-hati dalam menjalankan amanahnya. Pemimpin akan menerima kritikan dengan lapang dada sebagai bentuk amal makruf nahi mungkar. Hanya dalam negara Khilafah sebuah kritik akan menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh seorang pemimpin. Bahkan sebuah wadah bernama Majelis Umat dibentuk untuk menjaring kritik dan masukan dari wakil rakyat.

"Kelak, akan ada para penguasa, lalu kalian melakukan amar makruf nahi mungkar. Siapa saja yang melakukan amar makruf maka dia telah bebas dari pertanggungjawaban di hadapan Allah. Siapa saja yang melakukan nahi mungkar, maka dia akan selamat. Akan tetapi, siapa saja yang rida dan mengikutinya, maka dia tidak akan bebas dan tidak akan selamat.” Para sahabat bertanya, “Apakah kami harus memerangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka menegakkan salat.” (HR. Muslim)

Wallahu a'lam bish-shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Maya Dhita Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Indonesia Gabung BRICS, Kedaulatan Makin Tersandera
Next
Membaca Arah Politik Luar Negeri Prabowo
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

10 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sri Haryati
Sri Haryati
36 minutes ago

Sistem demokrasi sudah basi, sudah tak ada nutrisi... Harus segera diganti, dengan sistem Islam yang hakiki...

Arum Indah
Arum Indah
43 minutes ago

Kebebasan berpendapat hanya bagi org2 yang berpihak pada pemerintah dan oligarki....

Wd Mila
Wd Mila
2 hours ago

Apa pun itu jika berlawanan dan mengancam eksistensi penguasa pasti dibungkam..ilusi kebebasan dalam demokrasi

Dyah Pitaloka
Dyah Pitaloka
2 hours ago

Sistem jika sudah antikritik maka sulit untuk maju..

Yuli Sambas
Yuli Sambas
2 hours ago

Mantap Dek opininya

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
3 hours ago

Kritik obyektif dan membangun, giliran di kritik alergi. Membungkam yang mengritik. Negara demokratis namun aneh.

Semoga banyak yang membaca ya Mba Maya Dita

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
3 hours ago

Sudah saatnya Demokrasi ditinggalkan dan menerapkan sistem yang bisa menyelamatkan manusia.

Yuli Juharini
Yuli Juharini
3 hours ago

Ternyata dalam demokrasi kita tidak benar2 punya kebebasan dalam bersuara dan berpendapat. Jika suara atau pendapat kita bertentangan dan menyinggung rezim yg berkuasa, maka siap2 untuk dibungkam. Jadi kita harus hati2.
Barakallah mba Maya.

Novianti
Novianti
3 hours ago

Malah ada yang tidak salah saja dibubarkan saking takutnya dengan ormas yang kritis tsb.

Nur Hajrah MS
Nur Hajrah MS
3 hours ago

Jangankan anak kuliahan, kaum buruh pun di bungkam saat menuntut haknya..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram