Kegagalan seruan UNICEF kepada dunia guna melindungi anak-anak di Palestina tidak terlepas dari ikatan nasionalisme.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com/Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-UNICEF atau organisasi internasional untuk perlindungan anak kembali menyerukan evakuasi perawatan medis bagi anak-anak di Palestina. Seruan ini dilontarkan mengingat Israel melarang evakuasi medis tersebut sehingga anak-anak di sana merasa kesakitan bahkan meninggal. Tercatat lebih dari 300 anak tiap bulan menjadi korban serangan Israel. Meskipun anak-anak menjadi korban, Israel tetap melancarkan aksinya. Hal ini karena Israel sedang melakukan genosida di wilayah tersebut. (suaraislam.id, 28-10-2024)
Kegagalan Seruan UNICEF
Seruan UNICEF agar anak-anak di Palestina mendapatkan perlindungan tidak terjadi hanya kali ini. Sejak 2023, organisasi tersebut telah mengeluarkan tanda bahaya dalam serangan yang terjadi di Palestina. Anak-anak tidak hanya menjadi korban atas serangan brutal Israel, tetapi juga menjadi korban atas ketiadaan penanganan medis untuk mereka. Nahasnya, seruan yang digaungkan oleh lembaga itu tidak mendapatkan respons dari Israel dan dunia.
Ya, di tengah penjajahan yang menimpa muslim di Palestina, anak-anak turut menderita dengan segala kondisi yang terjadi di sana. Serangan Israel menyebabkan mereka harus mengungsi mencari keamanan. Anak-anak juga mengalami kekurangan stok pangan, obat-obatan, dan air bersih. Kekerasan fisik dan kehilangan hak pendidikan turut mereka rasakan. Tidak hanya tewas, ribuan anak telah ditahan, ditelantarkan, mengalami trauma, dan menjadi yatim piatu. Sungguh, penderitaan yang mereka rasakan sangat tidak pantas untuk diterima.
Kegagalan seruan UNICEF untuk melindungi dan menyelamatkan anak-anak di Palestina sangat terlihat dari abainya negara-negara di dunia, khususnya negeri-negeri muslim, terhadap kondisi yang menimpa Palestina. Kegagalan ini merupakan bukti bahwa sebuah seruan tidak akan mampu menghentikan tindakan penjajahan. Genosida Israel hanya dapat dihentikan dengan aktivitas nyata yaitu dengan melakukan serangan balik dan mengusir penjajah dari wilayah tanah jajahannya.
Kapitalisme Sumber Penderitaan Anak Palestina
Disadari atau tidak, penerapan sistem kapitalisme yang mendominasi dunia adalah penyebab utama kegagalan upaya melindungi anak-anak di Palestina. Sistem buatan manusia ini telah menciptakan sekat persaudaraan sesama muslim dengan adanya nation state atau negara bangsa. Konsep nation state menjadikan sekelompok masyarakat terikat dan harus memiliki loyalitas hanya kepada negeri yang menjadi tempat tinggalnya. Konsep negara bangsa yang diciptakan dengan jiwa nasionalisme inilah yang membuat sesama muslim abai terhadap nasib muslim lain di luar bangsanya.
Kapitalisme yang berladaskan sekularisme juga meniscayakan adanya penjajahan. Ideologi ini hanya berorientasi kepada materi yang menjadi sumber kebahagiaan dan standar perbuatan manusia. Bagi ideologi tersebut, suatu negeri sah-sah saja menjajah negeri lain. Tak boleh ada norma agama yang melarangnya. Jika negeri penjajah menganut agama tertentu, norma agama tidak boleh mengatur segala aturan kehidupan. Walhasil, tidak ada belas kasihan penjajah terhadap penduduk wilayah jajahannya.
Nasionalisme Membelenggu Umat Islam
Meskipun UNICEF berulang kali menyeru kepada dunia untuk mengambil langkah dalam melindungi anak-anak di Palestina, faktanya tidak ada satu negara pun yang mengirimkan pasukannya guna melawan Israel. Sekat nasionalisme yang lama mengakar telah membungkam negara-negara di dunia untuk menjadi pelindung anak.
Banyak negara yang berserikat dan bekerja sama dalam berbagai bidang. Seperti yang dilakukan oleh negeri-negeri muslim. Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), misalnya. Keberadaan mereka seharusnya mampu menyelesaikan penjajahan yang terjadi di Palestina sebab banyak negeri muslim yang memiliki jumlah dan kemampuan militer yang kuat di dunia. Sebuah data menyebutkan, setidaknya ada 12 negara mayoritas muslim yang memiliki kekuatan militer terbesar. Negara-negara itu adalah Mesir, Indonesia, Malaysia, Aljazair, Arab Saudi, Pakistan, Iran, dll.
Mirisnya, nasionalisme yang bukan berasal dari Islam membuat negeri-negeri muslim enggan menyelamatkan muslim di Palestina. Ikatan kebangsaaan atau nasionalisme yang lahir akibat kemerosotan berpikir manusia sejatinya tidak layak menjadi pengikat di tengah-tengah masyarakat. Ikatan ini adalah ikatan yang rusak sebab bersifat emosional dan temporal.
Ikatan nasionalisme merupakan ikatan naluri yang spontan muncul saat diri merasa terancam. Saat diri tidak merasa terancam, ikatan ini tidak hadir dalam kehidupan. Oleh karena itu, ikatan tersebut merupakan ikatan yang rendah derajatnya lantaran tidak mampu mewujudkan kebangkitan. Kini, ikatan nasionalisme terbukti menjadi penyebab negeri muslim yang satu abai terhadap negeri muslim yang lain.
Islam Melindungi Anak Palestina
Abainya negeri-negeri muslim terhadap nasib anak-anak dan muslim di Palestina tentu harus dihentikan. Jamak dipahami bahwa setiap muslim adalah bersaudara. Allah Taala telah menyatukan muslim yang satu dengan muslim yang lainnya berlandaskan akidah Islam. Oleh karena itu, setiap muslim memiliki hak yang harus ditunaikan oleh sesama muslim.
Islam adalah satu-satunya agama dan ideologi sahih yang mampu melindungi anak dan negara. Islam memandang bahwa solusi tuntas penjajahan di Palestina adalah dengan jihad. Aktivitas ini harus dilakukan oleh muslim di Palestina dan para tentara dari negeri-negeri muslim. Sayangnya, untuk menggerakkan semangat jihad di kalangan negeri muslim butuh kesatuan visi dan misi. Kesatuan itu membutuhkan persatuan umat Islam di bawah satu kepemimpinan atau komando. Kepemimpinan itu tidak lain ada pada Daulah Islam, Khilafah.
Baca juga: Palestina dan Asa yang Terhunjam
Keberadaan Khilafah meniscayakan persatuan dan kesatuan umat Islam. Kepemimpinan seorang khalifah akan mampu menghapus perbedaan persepsi di kalangan umat Islam. Perintah imam (khalifah) harus dilaksanakan baik secara lahir maupun batin. Seorang khalifah juga berhak membuat dan melegalisasi peraturan. Semua itu ada dalam kaidah hukum syarak yang terkenal di kalangan fukaha.
Kemampuan Khilafah tidak hanya dalam mengusir penjajah. Negara yang menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan ini juga akan mampu memberikan perlindungan kesehatan kepada seluruh warganya. Telah masyhur dalam sejarah peradaban manusia bahwa sistem kesehatan dalam Khilafah adalah yang terbaik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tidak hanya menyediakan sarana prasarana kesehatan, paramedis muslim dalam Negara Islam juga terkemuka di dunia.
Penutup
Kegagalan seruan UNICEF kepada dunia guna melindungi anak-anak di Palestina tidak terlepas dari ikatan nasionalisme. Ikatan yang menjadi bagian dari ideologi kapitalisme ini tentu tidak boleh diambil oleh negeri-negeri muslim. Sebaliknya, para pemimpin negeri muslim harus bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah untuk mengusir penjajah di Palestina. Ini karena muslim bagaikan satu tubuh yang apabila salah satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh lain akan merasakan sakit pula. Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda,
“Perumpamaan orang mukmin dengan mukmin lain bagaikan bangunan yang menguatkan satu sama lain.” (HR. Mutafaq Alaih)
Wallahua’lam bishawab. []
Derita rakyat Palestina adalah derita kita juga. Sayangnya pemahaman tersebut terhalang oleh tebalnya tembok sekat negara bangsa. Tembok tersebut hanya bisa hancur oleh ikatan akidah Islam yang nantinya membuat umat bersatu untuk membela Palestina. Barakallah mba @Firda
Derita rakyat Palestina juga derita kita sebagai sesama muslim. Namun pemahaman tersebut nyatanya terhalang oleh tebalnya tembok sekat negara bangsa yang membuat hati umat Islam terpenjara dan tak mampu berbuat apa-apa. Tembok tersebut hanya bisa runtuh oleh akidah Islam yang menyatukan umat Islam sebagai satu tubuh.
Barakallah mba @Firda
Alhamdulillah, jazakumullah khoiron