Kabinet Gemoy, Beban APBN Gemoy

Kabinet Gemoy, APBN Gemoy

Kenaikan anggaran untuk gaji dan tunjangan menteri dalam kabinet gemoy Prabowo merupakan indikasi nyata pemborosan anggaran.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menimbulkan banyak perhatian dari masyarakat, khususnya terkait jumlah menteri dan wakil menteri yang ditunjuk. Dengan total 49 menteri dan 59 wakil menteri, kabinet ini disebut-sebut sebagai kabinet gemoy (gemuk) yang berpotensi menguras Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Rp1,95 triliun. Kenaikan anggaran yang signifikan ini menimbulkan berbagai pertanyaan tentang efisiensi dan prioritas penggunaan anggaran pemerintah. (cnnindonesia.com, 17-10-2024)

Dibandingkan dengan kabinet sebelumnya di bawah Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang hanya memiliki 34 menteri dan 17 wakil menteri, kabinet Prabowo-Gibran jelas terlihat lebih gemoy. Peningkatan jumlah pejabat pemerintah ini menunjukkan kecenderungan untuk memberikan lebih banyak kursi dalam pemerintahan sebagai bentuk politik balas budi kepada partai-partai dan individu yang mendukung Prabowo dalam pemilihan presiden. Dengan memperbanyak jumlah menteri dan wakil menteri, Prabowo berusaha membangun koalisi politik yang lebih solid dan merangkul berbagai elemen yang berbeda.

Kabar mengenai kabinet gemuk ini bukan hanya soal politik, ada dampak nyata yang harus dihadapi oleh negara dalam hal pengelolaan anggaran. Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan bahwa total kebutuhan gaji dan tunjangan untuk para menteri dan wakil menteri dapat mencapai Rp777 miliar per tahun. Angka ini sudah termasuk gaji dan tunjangan menteri yang diperkirakan sebesar Rp150 juta per bulan, serta gaji dan tunjangan wakil menteri yang mencapai Rp100 juta per bulan.

Pemborosan di Tengah Kebutuhan Rakyat

Berdasarkan analisis tersebut, rincian estimasi anggaran adalah sebagai berikut:

  • Gaji dan Tunjangan Menteri: 49 menteri x Rp150 juta/bulan x 12 bulan = Rp88,2 miliar per tahun.
  • Gaji dan Tunjangan Wakil Menteri: 59 wakil menteri x Rp100 juta/bulan x 12 bulan = Rp70,8 miliar per tahun.
  • Anggaran Operasional: (49 menteri x Rp500 juta/bulan) + (59 wakil menteri x Rp500 juta/bulan) = Rp648 miliar per tahun.

Total estimasi kebutuhan anggaran untuk gaji dan tunjangan menteri dan wakil menteri mencapai Rp777 miliar per tahun. Jika dibandingkan dengan era Jokowi-Ma'ruf Amin yang memiliki anggaran total sekitar Rp387,6 miliar per tahun, terlihat ada peningkatan yang signifikan sebesar Rp389,4 miliar per tahun.

Kenaikan anggaran ini mencerminkan pemborosan yang besar di tengah banyaknya kebutuhan mendesak lain di masyarakat, seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dll. Dengan APBN yang terbatas, alokasi dana yang begitu besar untuk gaji dan tunjangan menteri tentunya memunculkan kritik dari berbagai kalangan.

Politik Balas Budi?

Politik balas budi adalah salah satu penyebab utama terbentuknya kabinet gemuk ini. Prabowo sebagai presiden harus mengakomodasi kepentingan berbagai partai politik dan individu yang telah memberikan dukungan selama pemilu. Meskipun langkah ini dapat meningkatkan stabilitas politik dalam jangka pendek, konsekuensinya adalah terjadinya pemborosan anggaran yang signifikan.

Politik balas budi menjadi salah satu alasan kuat di balik pembengkakan kabinet. Setelah memenangkan pemilihan presiden 2024, Prabowo Subianto memimpin koalisi besar yang terdiri dari berbagai partai politik. Koalisi yang menjadi kunci keberhasilan Prabowo dalam pemilu ini tentu mengharapkan imbalan atas dukungan yang diberikan. Posisi di kabinet, baik sebagai menteri maupun wakil menteri, menjadi kompensasi politik yang diberikan kepada partai-partai pendukung sebagai bentuk balas jasa.

Baca juga: Kabinet Gemuk Prabowo Gibran, Efektifkah?

Dalam politik demokrasi, hal semacam ini sudah umum terjadi. Partai-partai yang telah memberikan dukungan dalam kampanye pemilu mengharapkan balasan dalam bentuk posisi strategis di pemerintahan. Imbal balik politik ini bertujuan agar pihak-pihak pendukung merasa diakomodasi dan tetap loyal kepada pemerintahan yang berkuasa. Sayangnya, politik balas budi semacam ini kerap mengabaikan prinsip efisiensi karena pembentukan kabinet tidak lagi didasarkan pada kebutuhan riil pemerintah, melainkan pada kepentingan politik. Kabinet pun menjadi gemoy.

Selain balas budi terhadap pendukung, pembesaran kabinet juga bisa dipandang sebagai strategi politik untuk merangkul kelompok oposisi. Prabowo tampaknya ingin menciptakan koalisi politik yang lebih luas dengan melibatkan berbagai faksi, termasuk mereka yang sebelumnya berada di pihak oposisi. Tujuannya adalah untuk mengurangi perlawanan politik dan memperkuat stabilitas pemerintahan.

Dalam sistem demokrasi seperti di Indonesia, merangkul oposisi sering kali dipandang sebagai cara untuk menciptakan pemerintahan yang lebih stabil. Namun, ketika hal ini dilakukan dengan menambah jumlah menteri dan wakil menteri yang tidak diperlukan, dampaknya justru memperbesar beban keuangan negara. Setiap kursi menteri yang ditambahkan bukan hanya membutuhkan anggaran untuk gaji, tetapi juga mencakup biaya operasional, tunjangan, dan berbagai fasilitas yang harus disediakan negara untuk menunjang tugas mereka. Pengeluaran ini pada akhirnya menjadi beban besar bagi APBN, terutama ketika jumlah menteri dan wakil menteri melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan secara efektif.

Konsekuensi dari Kabinet Gemoy

Penambahan jumlah menteri dan wakil menteri tentu memberikan dampak ekonomi langsung, yaitu peningkatan beban anggaran negara. Jika anggaran ini dialokasikan untuk sektor-sektor yang lebih produktif seperti pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur tentu dampaknya akan lebih dirasakan oleh masyarakat luas. Namun, dengan mengarahkan anggaran besar hanya untuk membayar gaji dan operasional para pejabat, negara kehilangan kesempatan untuk menggunakan sumber daya keuangan tersebut untuk kepentingan yang lebih mendesak dan bermanfaat.

Di sisi lain, dari perspektif politik, merangkul oposisi melalui kabinet gemoy mungkin bisa menurunkan resistensi politik dalam jangka pendek. Namun, strategi ini bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang, terutama jika masyarakat melihat bahwa pemerintahan lebih sibuk mengakomodasi kepentingan politik daripada memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Kondisi ini berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang pada akhirnya dapat mengancam stabilitas politik.

Penambahan jumlah menteri dan wakil menteri sering kali tidak diiringi dengan peningkatan efisiensi pemerintahan. Justru sebaliknya, makin gemuk struktur kabinet, makin rumit koordinasi antarkementerian sehingga sering kali memperlambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan. Ini karena adanya tumpang tindih fungsi antarkementerian serta penambahan wakil menteri yang kadang tidak memiliki peran yang jelas atau dibentuk hanya untuk mengakomodasi kepentingan politik.

Kabinet yang terlalu gemuk cenderung memperpanjang rantai birokrasi dan meningkatkan potensi inefisiensi. Koordinasi antarkementerian yang melibatkan terlalu banyak pihak akan memperlambat implementasi kebijakan, terutama dalam hal-hal yang membutuhkan respons cepat. Kondisi ini tentu bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang efektif dan efisien yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengelolaan negara.

Khilafah, Pemerintahan yang Efektif

Struktur pemerintahan dalam Islam  dirancang untuk menjadi efektif dalam riayah (mengurus) rakyat dan efisien dalam penggunaan anggaran. Sistem ini berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Setiap aspek pemerintahan harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat dan menghindari pemborosan sumber daya.

Berikut ini adalah pengaturan pemerintahan dalam Khilafah:

Pertama, Khilafah kepemimpinan sentral.

Dalam Khilafah, pemimpin tertinggi disebut khalifah yang bertanggung jawab secara penuh atas urusan rakyat dan wajib menjalankan hukum-hukum Allah. Khalifah memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, hukum, keamanan, pendidikan, kesehatan, sosial, dll. berdasarkan syariat.

Dalil yang mendasari kewajiban adanya seorang khalifah untuk mengurusi urusan umat adalah hadis Nabi Muhammad saw.,

"Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu tempat di bumi kecuali mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin." (HR. Ahmad)

Hadis ini menunjukkan pentingnya pemimpin dalam setiap kelompok masyarakat, apalagi dalam skala negara. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengatur urusan rakyatnya dengan sebaik-baiknya.

Kedua, badan pemerintahan yang sederhana.

Struktur pemerintahan Khilafah terdiri dari beberapa lembaga yang berfungsi untuk mengurus rakyat dengan efisien tanpa pemborosan anggaran. Pemerintah dalam Khilafah tidak dibebani oleh birokrasi yang gemuk, melainkan dirancang untuk fokus pada efektivitas dan pelayanan langsung kepada masyarakat.

Dalam struktur ini, setiap jabatan memiliki fungsi yang jelas. Tidak ada jabatan yang diciptakan tanpa tujuan yang mendukung tugas pokok dalam mengurus rakyat. Efisiensi dalam struktur ini mencegah adanya pemborosan anggaran karena pejabat hanya diangkat sesuai kebutuhan riil, bukan karena balas budi politik atau kompromi kekuasaan.

Ketiga, efisiensi dalam pengelolaan anggaran.

Dalam Khilafah, anggaran negara berasal dari sumber-sumber halal yang ditetapkan oleh syariat, seperti zakat, kharaj (pungutan atas tanah kharajiyah), jizyah, dan lain-lain. Anggaran ini dikelola dengan sangat hati-hati dan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan rakyat serta pelaksanaan proyek-proyek publik yang bermanfaat.

Keempat, tanggung jawab dan transparansi.

Setiap pejabat dalam pemerintahan Khilafah bertanggung jawab secara penuh atas tugas yang dia emban dan akan dimintai pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat. Khalifah dan para pejabat wajib berlaku adil. Penggunaan anggaran negara harus transparan serta digunakan untuk kepentingan umat, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Dalam pengelolaan anggaran, setiap dana yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan sesuai dengan hukum syariat.

Kelima, pemerintahan yang mengutamakan kemaslahatan rakyat.

Salah satu tugas utama Khilafah adalah me-riayah atau mengurus urusan rakyat dengan sebaik-baiknya. Ini berarti, segala kebijakan dan anggaran harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, baik dalam aspek ekonomi, sosial, maupun keamanan. Pemimpin harus memastikan bahwa kebutuhan dasar seperti pangan, kesehatan, dan pendidikan terpenuhi.

Dalam hadis disebutkan: "Imam itu adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus." (HR. Bukhari)

Pemimpin dalam Khilafah dituntut untuk mengurus rakyat dengan penuh keadilan, memastikan tidak ada kesenjangan ekonomi yang mencolok, serta memperhatikan kesejahteraan setiap individu. Anggaran negara tidak boleh digunakan untuk kepentingan segelintir elite, melainkan harus diarahkan pada proyek-proyek yang bermanfaat bagi rakyat banyak.

Keenam, tidak ada politik balas budi.

Dalam Khilafah, jabatan diberikan berdasarkan kualifikasi dan kemampuan, bukan karena balas jasa politik. Pemimpin diangkat dengan tujuan untuk menegakkan hukum Allah dan mengurus umat sehingga pemilihan pejabat tidak didasarkan pada dukungan politik, melainkan pada kemampuan mereka dalam menjalankan amanah. Sistem ini menghindari pembengkakan birokrasi yang tidak perlu karena pejabat diangkat sesuai kebutuhan dan keahlian, bukan untuk mengakomodasi kepentingan politik.

Khatimah

Kenaikan anggaran untuk gaji dan tunjangan menteri dalam kabinet gemoy Prabowo Subianto merupakan indikasi nyata dari potensi pemborosan anggaran yang bisa mengganggu stabilitas keuangan negara. Dengan memperbanyak jumlah menteri, pemerintah bukan hanya menghadapi tantangan efisiensi, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang besar di tengah banyaknya kebutuhan mendesak di masyarakat.

Masyarakat membutuhkan pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka, bukan sekadar mengakomodasi kepentingan politik tertentu. Dengan demikian, alokasi anggaran dapat lebih diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang lebih baik, demi kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Itu semua hanya bisa dilaksanakan dalam pemerintahan Islam. Wallahua'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Vega Rahmatika Fahra SH Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Yahya Sinwar Syahid, Bagaimana Perjuangan Hamas?
Next
Gagal Maning
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sri Haryati
Sri Haryati
3 hours ago

Gegara slogan kampanye gemoy, kabinet pun dibuat gemoy. Politik balas budi sampe segininya dalam kapitalisme, boro² mikirin kondisi rakyat yang lagi susah.

Iha Bunda Khansa
Iha Bunda Khansa
3 hours ago

Kabinet gemoy , kabinet transaksional!

Ini bukti jika masih diterapkan sistem kapitalis!

Bedoon Essem
Bedoon Essem
3 hours ago

Maksa banget biar semua kebagian hehehe

Novianti
Novianti
4 hours ago

Baru pelantikan saja sudah terbayang bagaimana kabinet ini ke depan. Boro-boro mikir rakyat, yang ada membela kepentingan partainya.

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
5 hours ago

Kabinet gemoy ...stelah menjabat wayahnya siap2 balas budi ah watak politik demokrasi memang tak akn berubah. Meski yg duduk di pemerintahan personilnya berubah. Baru awal berjalan pemerintahan terbaru sj rakyat sdh siap2 tanggung beban lg. Kabinet gemoy makin kaya rakyat makin menderita. IRONIS ...

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram