Jika hibernasi yang dilakukan untuk menutupi kemalasan, kurangnya pengorbanan, atau bahkan melalaikan amanah, jelas hibernasi ini tidak tepat dilakukan.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com/Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-Masih merenung dalam lamunan. Berharap hibernasi segera usai. Ditemani teman imut yang selalu menatap, sebuah pesan terdengar dari gawai buatan negeri Sakura. Lamunan pun hilang ketika tangan ini bergetar membaca sebuah pesan dari orang nun jauh di sana. Bersegera membalas pesan yang masuk karena sudah lebih dari sepuluh menit pesan tersebut dikirim melalui grup WhatsApp. Berharap masih ada kesempatan untuk berkontribusi. Meskipun diiringi tangis makhluk mungil yang sulit disambi dalam mengerjakan berbagai kegiatan.
“Guys, di antara kalian ada yang akan di-remove oleh jurinya dari grup ini sehubungan sampai detik ini tidak ada satu pun naskah challenge yang dia kirim,” begitulah awal pesannya.
Hati ibu yang telah memiliki empat anak pun berdetak lebih cepat. Lisannya tak berhenti mengucapkan kalimat tayibah dan doa, “Rabbi yassir wa laa tu’assir. Ya Allah, mudahkanlah janganlah Engkau persulit.”
Awal Hibernasi
Tangis bayi yang kini menginjak enam bulan kembali pecah. Seperti biasa, sang ibu kembali menggendongnya ditatapnya sang bayi dan diucapkan kata-kata lembut untuk menenangkannya. Ia terus berharap kepada Allah agar bayi laki-laki tersebut bisa segera istirahat sejenak mengingat kondisinya yang sejak beberapa hari lalu sedang flu.
Allah Taala mengabulkan doa sang ibu. Bayi itu terlelap dan ibunya segera membuka laptop untuk menyelesaikan sebuah tulisan yang sudah ada di dalamnya. Ya, ibu itu adalah salah satu pejuang pena yang telah lama hibernasi.
Sejak kelahiran buah hati keempatnya, ia memutuskan untuk istirahat sejenak dari aktivitas menulis opini dakwah. Ia harus memulihkan kesehatan setelah persalinan dan beradaptasi mengurus keempat anaknya bersama suaminya. Namun, hibernasi yang ia lakukan terlalu lama hingga ia merasa buntu untuk kembali menulis, bahkan sering tak menyelesaikan tulisannya hingga berita yang diangkat sirna dimakan waktu.
Angan-angan dapat segera bangkit untuk menulis setelah melahirkan pun hilang. Ujian hidup berulang kali menimpa keluarganya. Karena lamanya hibernasi dalam menulis, ia pernah membuat khawatir rekan dan pengayom media dakwah yang diikutinya lantaran tak pernah ada kabar mengenai dirinya.
Hibernasi Kebablasan
Hibernasi yang dilakukan penulis mungkin menjadi maklum bagi sebagian orang. Bagi mereka yang tidak turut berjuang dalam dakwah literasi. Namun, itu tidak benar bagi mereka yang berjuang di dalamnya. Karena sesungguhnya menulis opini Islam kini bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Bukankah saat ini telah ada gawai? Bukankah saat ini segala informasi bisa dengan mudah didapatkan?
Jadi, tak ada alasan untuk berlama-lama melakukan hibernasi. Yang ada hanyalah kemalasan, kurangnya mengatur waktu dengan baik, kurangnya pengorbanan, dan lain sebagainya. Astagfirullah, berasa menampar muka sendiri. Namun, inilah yang terjadi. Itulah mengapa, Allah Taala telah mengingatkan setiap muslim dalam firman-Nya pada surah Al-Asr. Bahwasanya manusia benar-benar dalam keadaan merugi.
Jika hibernasi digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan diri maka tak masalah. Seperti hibernasi yang terjadi pada metamorfosis kupu-kupu. Sang ulat berhenti makan daun untuk berubah menjadi kepompong yang akhirmya menjadi kupu-kupu cantik. Atau hibernasi yang dilakukan oleh sebagian hewan lain ciptaan Allah seperti beruang yang dilakukan pada musim dingin untuk bertahan hidup.
Akan tetapi, jika hibernasi yang dilakukan untuk menutupi kemalasan, kurangnya pengorbanan, atau bahkan melalaikan amanah, jelas hibernasi ini tidak tepat dilakukan.
“Astagfirullah, Ya Allah, ampunilah segala kelalaian hamba, berilah hamba kesempatan untuk kembali bangkit dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya,” begitulah salah satu doa yang selalu terpanjat dari sang ibu sambil menyelesaikan tulisannya.
Di tengah mendampingi putranya yang terlelap, tulisan terus mengalir dalam ketikannya. Tulisan yang pertama ia selesaikan adalah rubrik Family. Karena ia belum mahir pada rubrik tersebut, tulisan yang ia tulis pun berasa tulisan opini bagi sebagian yang membacanya. Begitu juga dengan tulisan pada rubrik Story yang ia tulis. Ia merasa ada campuran motivasi di dalamnya. Astagfirullah, ia terus berucap. Di dalam hati dan pikirannya kini hanya satu. Menulis lillah tanpa menghiraukan kesempurnaan. Jika tulisannya lolos tayang di media dakwah , ia akan sangat bersyukur. Jika tidak lolos, ia tetap bersyukur karena telah mampu menaklukkan keraguan dirinya yang sempat tidak percaya diri untuk mengikuti challenge yang ia jalani sekarang.
Tak Memandang Kesempurnaan
Tulisan rubrik Family yang dikerjakannya telah ia selesaikan. Sang bayi pun telah tersenyum tanda ia telah bangun dari tidurnya. Padahal, hanya 20 menit ia terlelap. Flu yang masih dirasakan sang bayi membuatnya tak nyenyak. Sang ibu yang merupakan penulis segera mengirimkan tulisannya. Ia tak sempat cek plagiarisme seperti yang diminta oleh juri lomba. Sebab, tak ada waktu baginya. Bayi mungil itu telah siap untuk dicium, dipeluk, dan digendong oleh ibunya.
Sang penulis tak memandang kesempurnaan pada tulisannya. Baginya, dapat mengirimkan tulisan dan mengikuti challenge telah membuktikan bahwa ia bisa melakukannya. Ia telah menaklukkan dirinya dengan berbagai alasan yang ada di kepalanya. Ia telah membuktikan bahwa tekad yang kuat bisa mengalahkan berbagai alibi dari kondisi hidup yang ia alami sekarang. Ia kembali merasakan kebenaran firman Allah Taala dalam surah Ali Imran ayat 159,
“Dan jika kamu memiliki tekad , maka bertawakallah kepada Allah.”
Wallahu a'lam bish-shawaab []
Barakallah mbak Firda... Naskahnya keren..
Amin wa barakallahu fiik mbak Tami
Masyaallah... Baarakallahu fiik mb. Always menginspirasi
Amin. Wa barakallahu fiik mbak Netty
Semangat, semangat, semangat apapun keadaannya tetap.harus semangat dan berkarya.
Bismillahi tawakkaltu ala Allah
Ya Allah berapa lama hamba hibernasi? Bahkan ketika sudah mendaftar ikut challenge pun tak ada tulisan yg berhasil hamba kirim sampai diremove. Astaghfirullah. Kondisi kesehatan yg tdk memungkinkan buat menulis. Kepala pening, ilang timbul ilang timbul. Raga pun sudah merasakan sakit di beberapa bagian. Barakallah mba Firda.
Yassarallah wa syafakillah
MasyaAllah mbak Firda.... Barakallah akhirnya pecah telor.
Amin..jazakillah khoiron
Barakallah Mbak Firda..
Sangat merasakan apa yg dituliskan di naskah ini.
Lillah.. lillah.. lillah..
Semangat para pejuang pena ideologis!
Semangat juga mbak Deena
Barakallah mba @Firda. Meskipun lama hibernasi, tulisannya tetap mengrna di hati
Amin. MasyaAllah jadi terharu.
Masyaallah barakallah mb Firda ..
siapa pun penulis akan ada fase mengalami hibernasi. normal kok mb asal jgn lama2 ya..hehehe. aslinya sy jg sdg menyemangati diri sdr jg nih.
Semangatttt menulis lagi mb Firda, kangen tulisan kerennya. Sukses dunia akhirat.
Amin. Wa barakallahu fiik mbak Mimy
Hibernasi ini pernah kualami selama kehamilan dan melahirkan, untuk memulai kembali terasa sulit sekali. Memang membutuhkan tekad yang sungguh² untuk melawan rasa lelah, dan malas. Barakallah terus semangat mbak.
Iya, benar sekali.
Alhamdulillah, Jazakumullah khoiron katsiron