Cahaya

Cahaya

Tak dapat kubayangkan menjadi Cahaya. Bagaimana bisa dia menutup rapat semua masalah ini dan tak ada satu orang pun yang tahu?

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pernikahan merupakan hal sakral yang menjadi impian bagi semua wanita. Aku rasa, hampir setiap wanita pasti mendambakan sebuah pernikahan yang penuh cinta, bukan penuh lara. Akan tetapi, apa jadinya jika seorang wanita justru terjebak dalam sebuah ikatan pernikahan yang sangat tidak sehat? Perceraian kadang menjadi pilihan terbaik, daripada jiwa terus merana tercabik-cabik.

Dering gawai menggema di kamarku pagi itu. Sebuah panggilan masuk dari rekan kerjaku, Cahaya.

“Assalamualaikum,” Sapa Aya -panggilan akrabku- di sambungan telepon.

“Waalaikumussalam. Ya Ay? Sudah siap untuk acara nanti?” Jawabku sambil mematut diri di depan cermin. Memastikan bahwa penampilanku pagi itu sudah rapi dan siap untuk berangkat.

“Aku enggak bisa pergi, Kak. Kakak bisa ‘kan meng-handle anak-anak nanti?”

“Bisa, Insyaallah, tetapi kamu kenapa, Ay? ‘Kan kamu yang paling semangat untuk acara hari ini. Kamu sakit?”

“Tidak, tetapi suamiku tak bisa mengantar ke lokasi. Katanya ada acara penting dari kantor. Aku tak tahu jalan ataupun angkutan umum ke sana.”

“Oh, aku jemput kamu, ya? Mumpung masih pagi begini,” Tawarku seraya memberikan opsi, mengingat memang tidak banyak angkutan umum yang melewati lokasi itu.

“Kakak lagi hamil, loh, entar kelelahan. Aku izin saja.”

“Benar? Aku masih sanggup kalau cuma mengendarai sepeda motor ke tempatmu.”

“Benar. Enggak apa-apa. Salam untuk anak-anak saja, ya, kak. Assalamualaikum.”

Sambungan telepon diputus Cahaya. Aku menarik napas dalam. Aku tahu pasti, ada kesedihan dalam hatinya sebab aku tahu bagaimana usahanya untuk menyiapkan penampilan anak-anak hari ini. Latihan yang cukup ruwet dan lama.

Cahaya yang rela menyiapkan segala properti dan pernak-pernik untuk pementasan drama musikal ini, kadang ia cukup sering berada di sekolah hingga sore. Cahaya juga yang dengan semangat menyambut tawaran kepala sekolah saat sekolah kami diberi kepercayaan untuk menampilkan pentas seni dalam pagelaran di Taman Budaya di kota kami. Peranku hanya sebagai figuran yang membantu Cahaya menyukseskan penampilan anak-anak.

Tepat pukul 07.00 aku sudah menginjakkan kaki di Taman Budaya. Hari masih pagi, tetapi tempat ini sudah dipenuhi lautan manusia. Aku memutuskan untuk menepi ke gazebo dekat tempat parkir dan mulai mengedarkan pandangan ke segala arah untuk mencari anak-anak. Sejurus kemudian, aku memicingkan mata saat melihat sosok yang sangat tidak asing tengah berboncengan dengan seseorang dan memarkirkan sepeda motornya tak jauh dari tempatku berdiri. Mereka bergengaman tangan dan tampak begitu intim. Arie? Kok bisa?

Jujur saja. Sejak kejadian di gazebo pagi tadi, aku jadi tidak fokus. Pikiranku berkelana. Ada sedikit kecurigaanku pada Arie. Bagaimana bisa dia mengatakan pada Cahaya bahwa dirinya ada acara dari kantor, padahal jelas-jelas tadi pagi aku melihatnya ada di Taman Budaya ini. Lebih tak masuk akal lagi, saat aku juga melihat sosok Arie bersama orang itu duduk di kursi penonton dan menyaksikan berbagai penampilan yang ada hingga acara selesai.

Aku mulai bermonolog. Apa menonton pagelaran di Taman Budaya juga merupakan salah satu tugas dari kantor? Tetapi bukankah undangan hanya diberikan pada instansi pendidikan dan masyarakat sekitar sini? Setahuku, pekerjaan Arie sama sekali tidak ada kaitannya dengan instansi pendidikan. Entahlah, aku pusing. Ingin kupastikan pada Aya, tetapi sungguh aku ragu dan takut menimbulkan kesalahpahaman. Akhirnya, aku putuskan untuk diam dan tak berkata apa pun pada Aya. Aku memilih diam dan berpikir positif, bisa jadi Arie memang tengah mengantar orang itu untuk melihat pentas seni.

Tak hanya keanehan peristiwa di Taman Budaya yang menimbulkan kecurigaanku pada hubungan Cahaya dan Arie. Beberapa waktu ini, aku juga melihat tubuh Aya makin lemah. Pipinya yang dulu chubby, kini tampak tirus. Sorot matanya yang biasa penuh dengan keceriaan, beralih menjadi tatapan sayu dan kosong. Aku sering bertanya padanya, apakah dia baik-baik saja, tetapi dia selalu memberi jawaban yang sama, “I am fine, kak, aku hanya kelelahan.”

Hingga hari itu terjadi, Aya pingsan di sekolah saat tengah mengajar. Tubuhnya yang lemah dibopong oleh beberapa guru menuju UKS. Aku tergesa-gesa mengikuti mereka dari belakang. Di tengah kepanikan, para guru sepakat untuk memberi kabar pada suami Cahaya. Aku menekan nomor telepon Arie dengan panik dan perasaan yang bercampur baur. Wajahku makin pias kala Arie dengan tegas mengatakan, “Oh, minta saja Cahaya untuk istirahat di sekolah. Kalau sudah siuman dan baikan, baru pulang. Aku tak bisa menjemputnya.”

Setelah mengucapkan itu, sambungan diputus sepihak. Aku hanya bisa menggelengkan kepala dan beristigfar. Bagaimana bisa Arie tak peduli begitu? Bahkan, ia tak sedikit pun bertanya kondisi istrinya. Apa ia tak khawatir? Ia malah menyuruh Cahaya pulang kalau sudah baikan? Ada apa dengan kalian sebenarnya? Berbagai kejanggalan mulai memenuhi kepalaku.

Sejak peristiwa itu, Aya benar-benar tak pernah hadir lagi di sekolah. Nomor HP-nya tak aktif. Para pendidik yang lain juga tak tahu bagaimana kabarnya hingga aku memberanikan diri untuk bertemu dengan kepala sekolah dan sedikit memohon untuk berbagi kabar tentang Aya. Aku makin terkejut saat kepala sekolah mengatakan bahwa Cahaya telah mengundurkan diri dan sudah pulang ke kampung halamannya.

Kepergian Aya sungguh menyisakan banyak tanya dalam benakku. Tak mungkin aku menyusul ke kampungnya, sedangkan aku hanya tahu nama kampungnya yang berjarak hampir 12 jam dari kota ini. Aku pun mulai mengumpulkan informasi tentang Cahaya dan Arie. Nihil. Tak sedikit pun ada kabar mengenai mereka. Berbulan-bulan Aya tak ada kabar hingga suatu hari sebuah pesan masuk ke gawaiku.

[Kak, maaf, ya, aku tak mengabarimu. Aku sudah di kampung]

Langsung kutekan tombol panggilan, aku ingin berbincang lebih banyak dengan Aya. Saat telepon tersambung, terdengar suara khasnya yang begitu ceria, tetapi aku tak yakin hatinya seceria suaranya. Kami bercerita banyak hal, seputar anak-anak didik yang terus menanyai keberadaannya, tentang kehamilanku yang tinggal menunggu hari untuk melahirkan, lalu tentang dirinya.

“Aku sudah ditalak tiga kak,” ungkap Aya. Aku terkejut dan sungguh tak menyangka jika pernikahan sahabatku ini hanya bertahan tak lebih dari dua bulan. Di saat para pengantin baru lain tengah mereguk manisnya madu di awal pernikahan, Aya justru harus menelan pil yang sangat pahit di umur pernikahan yang masih sangat baru.

“Akan tetapi, aku lega, kak. Arie terindikasi SSA, selama menikah dengannya, banyak kejanggalan yang aku temukan. Aku sering mendapatinya berpelukan dengan Ryan. Awalnya, aku mengira itu sebagai wujud kasih sayang ke adik angkat. Lama-kelamaan, aku risi melihat tingkah laku mereka. Ryan kerap bertandang ke rumah tak kenal waktu dan tidur di ruang tamu. Saat terbangun tengah malam, aku sering tak menemukan Arie di sampingku. Saat aku cari, ternyata Arie tengah tidur berpelukan dengan Ryan di ruang tamu. Aku juga pernah coba membuka HP Arie dan membaca chat-nya untuk Ryan. Terlalu banyak bahasa vulgar dalam percakapan mereka. Aku tak percaya hubungan mereka hanya sebatas kakak dan adik angkat. Aku terus menyelidiki dan makin banyak keanehan yang aku temukan. Arie juga beberapa kali kudapati tengah menciumi wajah Ryan,” panjang lebar Aya bercerita.

“Ay, kamu baik-baik saja?”

“Aman, kak, jangan khawatir. Oh ya, sebentar lagi kakak punya keponakan. Alhamdulillah, sudah enam bulan. Doakan lancar sampai lahiran, ya!”

Setelah itu, Aya menyampaikan salam dan menutup sambungan telepon. Aku menangis. Tak dapat kubayangkan menjadi Cahaya. Bagaimana bisa dia menutup rapat semua masalah ini dan tak ada satu orang pun yang tahu? Bagaimana bisa ia sekuat ini? Bahkan, saat ini ia tengah hamil. Apakah dahulu ia pingsan di sekolah karena kehamilan dan beban psikologisnya? Ah, Aya. Andai kau ada di sini. Aku ingin memelukmu dan mengatakan, “Kamu hebat!”

Masih dengan mata yang berair. Aku mengambil gawai dan mulai melakukan pencarian tentang SSA. Mataku makin berkabut saat membaca satu demi satu kalimat di laman itu.

Same sex attraction (SSA) merupakan istilah yang masih sangat asing bagi sebagian orang. SSA berbeda dengan LGBT. Pengidap SSA biasanya lebih cenderung pada ketertarikan secara psikologis, apakah emosi, perasaan, dan hasrat seksual terhadap orang dengan gender yang sama, sedangkan LGBT didefinisikan sebagai identitas seksual seseorang.

Pengidap SSA biasanya disebabkan karena kurang atau tak terpenuhinya kebutuhan samesex relation semasa kecil hingga balig. Kemudian, Broken home, kepincangan peran orang tua dalam pengasuhan, tindak kekerasan pada anak, bullying verbal atau fisik, luka pengasuhan, hingga trauma masa kecil disinyalir menjadi pemantik menguatnya SSA dalam diri seseorang.

Pengidap SSA kadang sulit teridentifikasi. Mereka bisa beraktivitas sebagaimana orang normal pada umumnya. Bahkan, mereka tetap bisa menikah dan memiliki anak dengan lawan jenis, tetapi di saat bersamaan, mereka juga masih menjalin hubungan dengan sesama jenis.

Aku makin bergidik ngeri saat ingat akan peristiwa di Taman Budaya, saat aku memergoki Arie bersama orang itu. Ya, orang itu adalah Ryan. Aku mengenalinya karena waktu aku berkunjung ke rumah Aya, ada Ryan di sana. Mereka mengenalkan Ryan pada kami sebagai adik angkat Arie. Ryan, seorang pemuda berusia belia dan masih kelas 3 SMA. Aku juga baru paham, mengapa saat itu tangan Arie dan Ryan bergandengan sangat erat sambil berjalan di area parkir maupun saat mereka duduk di kursi penonton. Oh, Allah. Aku saja jijik melihat perbuatan itu, bagaimana pula Aya yang menghadapi semua ini?

Cahaya... Di mana pun kamu sekarang, setelah badai ini, aku yakin kebahagiaan akan datang menyapamu. Aku selalu berdoa agar Allah akan memberikanmu jodoh yang lebih baik, jodoh yang akan menjadikanmu sebagai satu-satunya ratu yang bertakhta di hatinya.

Aku yakin itu, bukankah itu merupakan janji Allah dalam surah An-Nur ayat 26: “Perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula.”

Guys, fenomena seperti ini, sudah beberapa kali aku temukan di tengah masyarakat. Sistem tatanan hidup kapitalisme hari ini telah membuat banyak kerusakan di seluruh lini kehidupan, tak terkecuali pernikahan. Hari ini, godaan untuk suami tak hanya datang dari kaum hawa, melainkan juga kaum adam. Na’uzu billah.

Wallahu a'lam bishowab []

Teruntuk Cahaya Sahabatku.
Jambi, 11 Oktober 2024

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
P. Diddy Scandal, Kotak Pandora Kejahatan Seksual
Next
Ultima Perjuangan Latifah
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

10 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Tami Faid
Tami Faid
16 hours ago

Astaghfirullah, kaum pelangi semakin menunjukkan diri

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Tami Faid
12 hours ago

Bnr mbk, dan mereka tidak tahu malu, merasa apa yg mereka perbuat adalah hal yg bnr..

Netty
Netty
17 hours ago

Kereen akak. Baarakallahu fiik

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Netty
12 hours ago

Syukron, mbak...

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
18 hours ago

Barakallah mbak Arum. Baru tahu ada istilah SSA.

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Isty Da'iyah
12 hours ago

Wa fiik barakallah mbak

Deena
Deena
18 hours ago

Bermacam istilah, tetapi intinya sama.. menyimpang.
Kaum yg menyimpang ini sengaja mempermainkan pernikahan. Menikah, tetapi untuk menutupi 'kebelokannya'
Mereka makin berani menunjukkan eksistensinya.

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Deena
12 hours ago

Iya ,mbak, kasihan pasangan hidup mereka, jd korban kaum menyimpang

Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
22 hours ago

Astagfirullah, baru tahu istilah SSA ini. Dan betul ini masih asing di telinga. Selama ini tahunya lgbtq+. Lewat tulisan ini kita semakin hati2 bergaul dan peka lingkungan. Semoga seturunan dijauhkan dari bala ini. Aamiin

Naskah keren sangat mengedukasi Jazakillah khairan mb Arum dan NP sukses selalu

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Mimy muthmainnah
12 hours ago

Aamiin ya Allah.. bnr bunda, semoga kita dan keturunan semua dijaga Allaj..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram