Utang Pemerintah Seleher, Masa Masih Teler!

Utang pemerintah Seleher, masa masih teler

Untuk pengembalian utang yang kian menumpuk, negara tak segan menutupinya dengan rumus baku: naikkan dan perluas jangkauan pajak!

Oleh. Yuliyati Sambas
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-"Utang pemerintah sudah seleher. Tinggal sejengkal lagi, tenggelamlah republik ini." Apa yang diungkapkan oleh Ekonom INDEF Eko Listyanto ini tentu tidak berlebihan. Hal itu bentuk kekhawatiran satu di antara banyak anak bangsa yang cinta akan negeri ini. Ungkapan kritis yang hendak membukakan mata para punggawa negeri yang seolah teler meski ancaman utang sedemikian mengerikannya.

Media detikFinance.com (28-09-2024) melansir terkait turunnya total utang negara jelang lengsernya Presiden Jokowi. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan hingga Agustus 2024 nominalnya tinggal Rp8.461,93 triliun setara 38,49% terhadap Gross Domestic Product (GDP). Angka ini terhitung menurun Rp40,76 triliun ketika dibandingkan dengan bulan sebelumnya Rp8.502,69 triliun yang setara dengan 38,68% GDP.

Pihak Kemenkeu menyebut bahwa rasio utang 38,49% terhadap GDP masih ada di kisaran aman. Mereka berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Bahwa angka di bawah 60% rasio utang terhadap GDP terkategori aman bagi negara.

Utang Pemerintah Menurun, Indikasi Baikkah?

Jika melihat total utang negara pada Agustus 2024 yang lebih rendah dari bulan Juli 2024 sejatinya tidak bisa langsung diklaim sebagai indikasi baik, terlebih prestasi. Tidak.

Apalagi ketika diperhatikan dari outstanding debt di periode yang sama tahun sebelumnya misalnya, justru jumlah saat ini jauh lebih tinggi. Adalah sebuah fakta betapa di masa pemerintahan Jokowi utang negara terus melejit. Data menyebut utang warisan Presiden SBY tahun 2014 sebesar Rp2.601,16 triliun. Lantas ketika Jokowi menjabat hingga akhir pemerintahan periode pertamanya tahun 2019 utang negara membengkak menjadi Rp4.778 triliun.

Masuk periode kedua Jokowi memerintah, utang bukannya menurun, tetapi kian melesat bahkan sampai 2 kali lipat, Rp8.461,93 triliun. Memang benar utang di akhir periode kedua itu menurun, tapi setelah sebelum-sebelumnya naik berlipat-lipat. Jadi masih yakin penurunan total utang di akhir periode pemerintahan dari bulan sebelumnya terkategori prestasi?

Utang Besar untuk Rakyat?

Muncul pertanyaan, utang sedemikian besarnya itu untuk apa? Untuk kepentingan rakyatkah?

Klaimnya bahwa di periode pertama menjabat, porsi pengeluaran dari utang tersedot untuk pembangunan infrastuktur. Nyatanya memang benar saat itu bahkan hingga kini rezim demikian getol membangun. Untuk memuluskannya pemerintah sampai menerbitkan payung hukum yang terus direvisi demi mengikuti ambisi agenda yang dimaksud.

Negara menerbitkan Peraturan Presiden mengenai Proyek Strategis Nasional (PSN). Mulai dari Perpres No. 3 Tahun 2016, diubah berturut-turut menjadi Perpres No. 58 Tahun 2017, Perpres No. 56 Tahun 2018, terakhir Perpres No. 109 Tahun 2020.

Sayangnya tak sedikit dari infrastruktur tersebut terkategori prestisius yang tidak membumi. Pembangunan lebih tampak ditujukan demi kepentingan para kapitalis dan oligarki, alih-alih untuk rakyat luas. Ini yang pertama.

Kedua, belakangan beberapa kalangan menyinyalir penunjukan wilayah mana yang mendapat berkah PSN salah satunya lekat dengan unsur mewujudkan gurita politik dinasti sang presiden. (Opini Podcast Panji Pragiwaksono, 23-08-2024)

Ketiga, PSN pun dalam pelaksanaannya tak sepi dari kritik dan persoalan. Penugasan oleh pemerintah pada beberapa BUMN mengakibatkan arus kas negatif. Bermunculannya dampak kerusakan ekologis, problem sosial, hingga konflik agraria di mana korbannya adalah individu dan masyarakat luas.

Masuk periode dua pemerintahan Jokowi perihal utang semakin menggila. Alasannya untuk menghadapi pandemi Covid yang menyedot dana jumbo. Sangat disayangkan dalam tataran riilnya mitigasi pandemi tak sepi dari karut marut. Bahkan kala itu sampai muncul korupsi besar-besaran dana bansos oleh Menteri Sosial. Uang bansos Covid untuk rakyat digasak pejabat dengan tak berperikemanusiaan.

Lantas bagaimana kabar rakyat? Semakin tinggi utang, efek dominonya kembali menggencet rakyat. Untuk pengembalian utang yang kian menumpuk, negara tak segan menutupinya dengan rumus baku: naikkan dan perluas jangkauan pajak! See, rakyatlah yang pada akhirnya menerima imbas buruknya!

Di samping itu semua, jika diselisik lebih mendalam terbetik tanya. Adakah motif penaikkan citra diri penguasa ketika penurunan utang terjadi di akhir masa pemerintahannya? Who knows.

Sarana Penjajahan hingga Pencitraan ala Kapitalisme

Membincangkan urusan utang negara, memang tak pernah ada habisnya. Di setiap rezim pun utang selalu ada. Namun, di rezim saat ini kondisinya makin menggila, ugal-ugalan, dan mengerikan.

Jika mau disadari, ini semua sesungguhnya disebabkan negara menganut ideologi kapitalisme sekuler. Ideologi ini demikian mengagungkan materi seraya menjauhkan tata aturan dari Sang Pencipta dalam ranah kehidupan dan bernegara. Istilahnya adalah fasluddin 'anil hayah wa daulah.

Berikut ini beberapa buktinya:

Pertama, di sistem kapitalisme sumber pemasukan negara terbesar didapat dari sektor pajak dan utang. Padahal harta kekayaan alam (SDA) demikian melimpahnya. Bukannya SDA tersebut dikelola untuk kesejahteraan rakyat, yang ada malah diberikan kepada swasta.

Negara lebih memilih mengambil jatah dari pajaknya saja dengan nominal yang tak seberapa. Ibarat kata tumpukan harta karun dan uang segepok diberikan kepada orang lain, remah dan uang receh justru diburu. Ironis.

Kedua, bahwa di sistem kapitalisme pula betapa utang dijadikan salah satu sarana hegemoni negara kreditur atas negara lain. Saat mengucurkan dana, pihak pendonor akan memberi beragam syarat yang harus diikuti negara pengutang. Kedaulatan negeri pun pada akhirnya tergadaikan.

Ketiga, terkait politik pembangunan dan visi memimpin dari penguasa. Di sistem kapitalisme sekuler hal demikian sangat tampak ditujukan hanya demi mengejar prestise berupa pembangunan fisik semata, alih-alih untuk kepentingan rakyat.

Padahal, mereka diangkat untuk menjadi penanggung jawab atas berjalannya kehidupan bernegara dan terurusnya semua kebutuhan rakyat. Sekularisme menjadikan rasa takut akan pertanggungjawaban di akhirat karena lalai pada amanah memimpin dan mengurusi rakyat terkalahkan oleh nafsu mengejar pencapaian duniawi.

Keempat, dari sisi aturan main sistem utang yang diambil mengikuti prinsip ribawi. Mekanisme riba yang menjauhkan dari keberkahan ini menjadi ciri khas dari pelaksanaan sistem ekonomi kapitalisme dalam membangun negara.

Negara Bebas dari Jerat Utang

Negara jika menerapkan ideologi (mabda) kapitalisme sekuler mustahil berjalan tanpa utang. Namun, tak demikian dengan negara ketika mabda Islam yang dianut. Negara ini dinamakan Daulah Khilafah Islamiah. Sebuah institusi negara berdaulat yang berjalan mengikuti apa yang diwahyukan Sang Pencipta dan teladan Nabi Muhammad saw.

Mekanisme pembiayaan Daulah Khilafah yang tangguh didapat dengan mengikuti sistem politik ekonomi Islam. Diawali dari diberlakukannya sistem 3 kepemilikan: individu (milkiyah fardiyah), umum (milkiyah 'ammah), dan negara (milkiyah daulah). Ketiganya wajib dijaga oleh negara agar tetap di posisinya.

Lantas, bagaimana Daulah Khilafah dapat membebaskan diri dari jerat utang? Pendapatan daulah yang melimpah disertai dengan integritas penguasa dan pejabat menjalankan amanah memastikan hal tersebut.

Pendapatan negara untuk menjalankan roda pemerintahan dan mengurus rakyat didapat dari almilkiyah daulah dan almilkiyah ‘ammah. Terkhusus harta kekayaan alam yang terkategori mustahil dikelola oleh individu-individu rakyat karena membutuhkan teknologi rumit dan peralatan berat untuk mengeksplorasinya.

Adapun integritas yang kokoh dari para penguasa dan pejabat sebagai dampak dari iman dan takwa mereka kepada Allah Swt. Keyakinan mereka 100 persen bahwa Al-Khaliq mengamanahkan kepemimpinan untuk kelak dipertanggungjawabkan di Yaumulakhir.

Sebagaimana sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, "Imam (Khalifah) adalah laksana penggembala. Ia bertanggung jawab terhadap rakyat (yang ada dalam pengurusannya)."

Integritas yang berasas ruhiyah akan menjaga penguasa dan pejabat dari keinginan pencitraan diri di hadapan khalayak. Ia mewujud sebagai sebuah kesadaran betapa integritas adalah bagian dari tanggung jawab atas amanah kepemimpinan. Di mana hal ini diperintah oleh Allah Swt.

Mengurus Negara dan Rakyat Tanpa Utang

Daulah Khilafah benar-benar dapat berjalan mengurus negara dan setiap urusan rakyatnya tanpa melirik mekanisme utang. Meski demikian, utang dipandang dalam kacamata Islam sebagai sebuah perkara yang mubah (boleh).

Maka dari itu, Islam tak mengharamkan utang asalkan mengikuti beberapa syarat berikut:

Pertama, utang hanya diambil untuk urusan negara dan rakyat yang bersifat genting dan mendesak.

Kedua, negara akan mengambil opsi kebijakan berutang tanpa mekanisme riba di dalamnya.

Ketiga, utang diambil jika tidak berkonsekuensi bahaya (dharar) bagi kedaulatan negara dan rakyat.

Baca: Krisis Utang Negara, Kapankah Rakyat Sejahtera?

Khatimah

Pengambilan utang negara tanpa pertimbangan syariat bukanlah sebuah prestasi. Maka dari itu, jika tidak ingin negeri ini tenggelam karena utang, segeralah lakukan taubatan nasuha dengan beralih pada pemberlakuan syariat Islam kaffah. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yuliyati Sambas Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Risiko Fatal Jatuh di Kamar Mandi
Next
Jeritan Mimpi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram