Kemiskinan di Argentina, Potret Kegagalan Sistem Ribawi

Kemiskinan di Argentina, Potret Kegagalan Sistem Ribawi

Kemiskinan yang terjadi di Argentina merupakan cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme ribawi yang selama ini diterapkan secara global.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kemiskinan kritis sedang dialami oleh salah satu negara terbesar di Amerika Latin, yaitu Argentina. Tingkat kemiskinan yang melonjak tajam di Argentina telah membuat banyak warganya terpaksa mengais makanan di tempat sampah untuk bertahan hidup. Krisis ini bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Ada serangkaian faktor yang mengarah pada situasi ini dan salah satu penyebab utamanya adalah tingginya tingkat inflasi yang melanda negeri itu, diikuti oleh gagalnya berbagai upaya perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah. (cnnindonesia.com, 21-06-2023)

Sejak beberapa tahun terakhir, Argentina telah terjebak dalam lingkaran inflasi yang sangat tinggi. Pada 2023, inflasi di negara itu mencapai lebih dari 100% yang berarti harga barang-barang pokok melonjak lebih dari dua kali lipat dalam waktu satu tahun. Kenaikan harga ini berdampak langsung pada daya beli masyarakat sehingga kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan perumahan menjadi makin sulit dijangkau oleh rakyat miskin. Kondisi ini makin parah ketika banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan akibat resesi ekonomi yang berkepanjangan. Situasi ini menggambarkan inflasi yang tidak terkendali mampu menghancurkan fondasi ekonomi masyarakat dan menciptakan kemiskinan massal di Argentina.

Penyebab Kemiskinan di Argentina

Inflasi hanyalah gejala dari masalah yang lebih besar. Kemiskinan di Argentina disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah utang luar negeri yang sangat besar. Pada awal abad ke-21, pemerintah Argentina terus menambah utang untuk menutupi defisit anggaran dan memperbaiki infrastruktur. Namun, kebijakan ini justru menjadi bumerang ketika negara gagal membayar utang tersebut. Pada 2001, Argentina terpaksa menyatakan gagal bayar utang yang kemudian memicu krisis ekonomi yang makin dalam. Pemerintah terpaksa meminjam lebih banyak dana dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menstabilkan ekonominya. Namun, ketergantungan terhadap utang luar negeri ini hanya memperburuk keadaan.

Ekspor Argentina yang menjadi salah satu pilar perekonomiannya juga terus menurun. Produk-produk unggulan seperti gandum, daging sapi, dan kedelai mengalami penurunan permintaan di pasar internasional, terutama akibat persaingan global yang makin ketat. Dengan ekspor yang jeblok, pendapatan negara dari sektor ini menurun drastis, sedangkan pengeluaran terus meningkat. Akibatnya, terjadi defisit neraca perdagangan terus-menerus yang makin membebani perekonomian negara. Defisit ini kemudian terakumulasi menjadi krisis ekonomi yang akut dan membuat Argentina kembali menjadi pasien IMF.

Utang Ribawi

Kemiskinan di Argentina merupakan contoh nyata bagaimana utang ribawi menjadi faktor utama yang menjerumuskan suatu negara ke dalam jurang kehancuran. Sistem ekonomi kapitalisme yang berbasis pada bunga (riba) telah terbukti berkali-kali menciptakan krisis di berbagai negara, bukan hanya di Argentina. Utang luar negeri dengan bunga yang terus menumpuk mengakibatkan negara-negara berkembang kesulitan untuk membayar kembali utangnya. Akibatnya, negara-negara ini terpaksa memotong anggaran untuk layanan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan, demi membayar utang yang pada akhirnya memperburuk kondisi rakyatnya.

Fenomena ini bukanlah hal baru. Sejarah mencatat bahwa banyak krisis ekonomi besar di dunia diawali oleh ketergantungan negara-negara terhadap utang luar negeri yang berbunga. Sistem kapitalisme yang mendominasi ekonomi dunia saat ini didasarkan pada eksploitasi melalui utang ribawi, yang menguntungkan segelintir pihak, tetapi merugikan mayoritas masyarakat. Ketika sebuah negara terus-menerus berutang tanpa mampu melunasi, krisis ekonomi menjadi tidak terhindarkan.

Baca: Argentina Terpuruk, Kenapa?

Sebagai alternatif dari sistem kapitalisme ribawi yang terus-menerus menciptakan krisis, sistem Islam menawarkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan melalui konsep Khilafah. Dalam negara Islam, penerapan riba atau bunga sangat dilarang. Negara tidak diperbolehkan berutang dengan sistem bunga yang akan membebani rakyat pada masa mendatang. Sebaliknya, sistem Khilafah menekankan pentingnya kemandirian ekonomi dengan mengelola sumber daya alam secara optimal, mengembangkan industri berbasis teknologi, dan mendorong sektor perdagangan yang sehat tanpa praktik-praktik ribawi.

Krisis ekonomi yang terjadi di Argentina merupakan cerminan dari kegagalan sistem kapitalisme ribawi yang selama ini diterapkan secara global. Agar krisis ekonomi ini selesai, dibutuhkan solusi yang efektif dalam sistem Islam. Sistem Islam dengan konsep Khilafah menawarkan solusi yang tidak hanya mencegah terjadinya krisis, tetapi juga menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat.

Mekanisme Khilafah Mengatasi Kemiskinan

Sistem ekonomi Islam yang diterapkan dalam Khilafah memiliki mekanisme yang unik dan berbeda dari sistem ekonomi kapitalisme ribawi. Dalam Islam, perekonomian dirancang untuk menjamin keadilan, distribusi kekayaan yang merata, serta kesejahteraan seluruh masyarakat tanpa ketergantungan pada utang ribawi. Berikut adalah mekanisme yang menjadi landasan sistem ekonomi dalam Islam untuk mewujudkan perekonomian yang bebas dari utang dan antikrisis:

Pertama, larangan riba (bunga).

Dalam Islam, riba adalah suatu hal yang harus diperangi. Pengharaman riba ini sangat tegas dan merupakan fondasi utama dalam mencegah negara terjebak dalam utang berbasis bunga yang membebani. Dalil dari Al-Qur'an yang melarang riba adalah sebagai berikut,

Hai orang-orang beriman, janganlah kamu memakan riba.” (QS. Ali Imran: 130)

Dengan melarang praktik riba, negara Khilafah akan terbebas dari utang berbunga yang biasanya digunakan dalam sistem kapitalisme. Hal ini otomatis menghilangkan krisis yang diakibatkan oleh pembayaran bunga yang berlipat-lipat sehingga ekonomi negara lebih stabil dan tidak terjerumus dalam krisis utang.

Kedua, pengelolaan sumber daya alam oleh negara.

Sumber daya alam yang ada di suatu negara merupakan harta milik umum dan harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat, bukan oleh individu atau perusahaan swasta. Dalam sistem Khilafah, sumber daya alam seperti tambang, minyak, gas, dan air dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi rakyat, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, serta menciptakan pendapatan negara yang stabil.

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam 3 hal: air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dengan pengelolaan sumber daya alam yang baik, negara Khilafah tidak memerlukan utang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan. Pendapatan yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam ini bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mengembangkan infrastruktur.

Ketiga, distribusi kekayaan melalui zakat dan sistem pajak yang adil.

Sistem Khilafah menerapkan mekanisme distribusi kekayaan melalui zakat, infak, sedekah, dan pengelolaan harta yang adil. Zakat adalah kewajiban bagi orang yang kaya dan menjadi instrumen penting dalam distribusi kekayaan dari yang kaya kepada yang miskin. Dalam sistem ini, zakat tidak hanya berfungsi sebagai bentuk ibadah, tetapi juga sebagai mekanisme untuk mengurangi kesenjangan ekonomi seperti dalam firman Allah dalam surah At-Taubah: 103.

Pajak dalam sistem Khilafah berbeda dengan pajak dalam sistem kapitalisme. Pajak dalam Islam hanya diberlakukan secara temporer dan dalam situasi tertentu (misalnya saat negara mengalami kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat), serta hanya dikenakan kepada orang-orang yang kaya, bukan kepada masyarakat miskin.

Keempat, kemandirian ekonomi negara.

Sistem ekonomi Islam mengajarkan pentingnya kemandirian ekonomi dan larangan untuk bergantung pada utang luar negeri. Negara Khilafah membangun ekonomi yang mandiri dengan cara mengembangkan sektor-sektor strategis seperti pertanian, perdagangan, dan industri, serta mengoptimalkan sumber daya yang ada di dalam negeri.

Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa negara harus berusaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya tanpa tergantung pada bantuan atau utang dari luar. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Tangan di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan di bawah (yang meminta).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa negara harus menjadi pemberi dan pengelola, bukan menjadi pengutang atau peminta kepada pihak asing yang pada akhirnya membebani rakyatnya dengan utang berbunga.

Kelima, perdagangan internasional berdasarkan prinsip keadilan.

Dalam sistem Khilafah, perdagangan internasional dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi, tanpa praktik monopoli atau eksploitasi. Khilafah membuka pintu perdagangan dengan negara lain, tetapi dengan syarat bahwa perdagangan tersebut tidak melanggar syariat Islam dan tidak merugikan negara. Dalam hal perdagangan, Khilafah juga tidak bergantung pada negara-negara yang menerapkan riba dalam sistem ekonomi.

Dengan perdagangan internasional yang adil dan teratur, Khilafah akan menghindari defisit neraca perdagangan yang kronis dan ketergantungan pada utang luar negeri.

Keenam, pengelolaan fiskal yang sehat.

Dalam sistem Khilafah, anggaran negara dikelola dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariat. Defisit anggaran yang terjadi dalam sistem kapitalisme adalah akibat dari kebijakan fiskal yang boros dan tidak bertanggung jawab. Sebaliknya, sistem Khilafah akan memastikan bahwa setiap pengeluaran negara benar-benar dibutuhkan untuk kemaslahatan rakyat dan berdasarkan pemasukan yang riil.

Prinsip ini didasarkan pada firman Allah Swt.,

"...Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan..." (QS. Al-Isra' [17]: 26-27)

Dengan pengelolaan anggaran yang sehat dan bebas dari utang, sistem Khilafah akan terhindar dari krisis ekonomi akibat pemborosan atau penggunaan anggaran yang tidak tepat. Sungguh luar biasa mekanisme sistem Islam (Khilafah) untuk mewujudkan perekonomian yang bebas dari utang dan antikrisis dengan didasarkan pada prinsip-prinsip dasar seperti larangan riba, pengelolaan sumber daya alam oleh negara, distribusi kekayaan yang adil, kemandirian ekonomi, perdagangan yang berdasarkan keadilan, serta pengelolaan fiskal yang sehat.

Khatimah

Khilafah sepenuhnya menjalankan syariat Islam kaffah sehingga mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi yang merata serta menghindari krisis yang disebabkan oleh ketergantungan pada utang berbasis riba. Dengan demikian, penerapan sistem ekonomi Islam dalam Khilafah adalah solusi jangka panjang yang berkelanjutan untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi yang dihadapi dunia saat ini. Wallahua'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Vega Rahmatika Fahra SH Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Hidrokuinon dalam Skincare, Muslimah Harus Waspada
Next
Kerja Paruh Waktu di ITB, Komersialisasi Pendidikan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maya Rohmah
Maya Rohmah
1 day ago

Ngeriii kalau sudah bicara utang. Baik utang yang dilakukan perorangan, apalagi negara.
Soalnya yang terdampak banyak.

Netty
Netty
1 day ago

Baarakallahu fiik mb. Naskahnya kereenn

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram