Fufufafa dan Cacat Politik Demokrasi

Fufufafa dan Cacat Politik Demokrasi

Peristiwa akun Fufufafa niscaya terjadi dalam sistem demokrasi yang menjadikan kepentingan sebagai tujuan berpolitik.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Fufufafa mendadak trending di platform X beberapa waktu lalu. Fufufafa merupakan nama sebuah akun Kaskus yang banyak membuat status berisi hinaan kepada presiden terpilih Prabowo Subianto. Lucunya, akun ini dicurigai milik wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka yang notabene akan menjadi rekan Prabowo dalam menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan. Wacana liar pun bergulir bebas di media sosial. Tanpa dikomando, netizen saling bekerja sama mengungkap siapa sosok di balik akun Fufufafa. Makin diselidiki, hasilnya makin mengerucut dan menguat pada sosok Gibran.

Bukan tanpa alasan netizen menuding akun Fufufafa adalah milik Gibran. Pasalnya, banyak unggahan status yang sama antara akun Fufufafa di Kaskus dengan akun @Chili_Pari di X. Chili Pari adalah nama usaha kuliner yang dimiliki Gibran. Tidak cukup sampai di situ, akun Telegram bernama Anonymous Indonesia pun turut mengunggah video mengenai upaya seseorang menembus akun Fufufafa dengan memasukkan sebuah nomor telepon. Ketika terbaca oleh Kaskus, tercantum data berupa email dan nomor telepon Chilli Pari di sana.

Nomor telepon yang digunakan untuk menembus akun Fufufafa pun tidak luput dari investigasi. Netizen menyelidiki nomor tersebut di aplikasi Get Contact, hasilnya sesuai dugaan, nama Gibran Rakabuming Raka tertera jelas sebagai pemilik nomor tersebut. Perlu diketahui bahwa aplikasi Get Contact bisa digunakan untuk mengetahui siapa pemilik suatu nomor telepon. Caranya adalah dengan memasukkan nomor telepon dan aplikasi Get Contact akan langsung menampilkan nama pemilik kontak tersebut sesuai dengan yang disimpan di ponsel orang lain.

Akan tetapi, Gibran sepertinya enggan berkomentar panjang. Ketika ditemui oleh awak media, ia justru meminta wartawan untuk bertanya kepada si pemilik akun Fufufafa, padahal pertanyaan wartawan memang ditujukan kepadanya untuk meminta klarifikasi benar tidaknya tudingan netizen.

Seolah ingin menghapus jejak dan meredam kericuhan yang terjadi. Akun Fufufafa malah ketahuan menghapus hampir 2.100 postingan dan akun Telegram Anonymous Indonesia pun sudah tidak bisa diakses karena dituding melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Agaknya ada pihak yang ingin menghapus rekam jejak digital yang ada. Sayangnya, kecanggihan teknologi hari ini membuat segala hal dalam dunia digital dapat ditelusuri dengan sangat mudah.

Di pihak lain, kader Partai Gerindra Sumi Dasco Ahmad ikut berkomentar dan meyakinkan publik bahwa tidak akan ada keretakan hubungan antara Prabowo dan Gibran karena viralnya berita ini. Pihaknya juga mengaku tidak ambil pusing terhadap pemberitaan dan berjanji akan mengungkap sosok asli pemilik akun Fufufafa. (Tempo.co, 14-9-2024)

Akun Fufufafa Penuh Cuitan Sarkasme

Screenshot status akun Fufufafa yang berisi hinaan untuk Prabowo masih beredar luas di media sosial hingga kini. Screenshot itu bahkan telah dibagikan ratusan kali oleh netizen.

Berbagai cuitan akun Fufufafa yang dinilai menghina Prabowo di antaranya tertulis, “Tentara pecatan, cerai, anak melambai, pendukungnya radikal, partai koalisi gak all out mendukung,” juga cuitan lain yang bernada “Istri cerai, anak homo, terus mau lebaran sama siapa?”, dan “Kasihan capres yang anaknya desainer homo”. Status-status ini diunggah pada rentang waktu 2017 dan 2018 lalu. (Liputan6.com, 11-9-2024)

Cuitan sarkasme ini mengarahkan asumsi publik kepada sosok Prabowo. Pasalnya, cuitan ini mengingatkan pada konstelasi politik yang cukup sengit yang terjadi antara Prabowo dan Jokowi pada 2019. Cuitan lainnya pun benar-benar menggambarkan sisi pribadi Prabowo yang memang seorang pensiunan TNI, bercerai dengan istrinya, dan memiliki anak yang merupakan seorang desainer. 

Dahulu Menghina, Sekarang Mesra

Saat ini publik tengah menyaksikan drama perpolitikan yang lucu sekaligus menyedihkan. Masyarakat dapat melihat langsung bagaimana para calon pemimpin saling berebut kepentingan. Mereka rela membuang rasa malu demi merealisasikan tujuan dan kekuasaan. Sedihnya, hampir tidak ada di antara mereka yang benar-benar ingat akan nasib rakyat.

Kita bisa menapak tilas sejarah perpolitikan yang telah terjadi di Indonesia. Pada 2009, Prabowo pernah berkoalisi menjadi pasangan Megawati melawan SBY-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto. Selanjutnya pada 2014, Prabowo maju dan mengumumkan dirinya menjadi capres, ia pun menjadi rival bagi Jokowi-Jusuf Kalla yang saat itu diusung PDIP, partai yang dimotori Megawati. Pada 2019, perseteruan panas dan sengit terjadi antara Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga. Pilpres 2019 ini bahkan banyak menelan korban jiwa akibat kerusuhan massa.

Namun, siapa nyana, tidak lama setelah pilpres berlangsung, Prabowo justru bergabung dengan pemerintahan Jokowi dan mengambil jatah kursi sebagai Menteri Pertahanan. Publik pun merasa dikhianati dan kecewa dengan langkah Prabowo. Tidak kalah mengejutkan, pada Pilpres 2024 Prabowo justru makin mesra dengan Jokowi. Ia pun kembali melenggang maju menjadi capres dengan menggandeng Gibran sebagai wakilnya. Ya, panggung politik saat ini memang tidak lebih dari sekadar simbiosis mutualisme untuk memperoleh kekuasaan.

Cacat Politik Demokrasi

Kisah Fufufafa dan perjalanan pilpres di Indonesia hanya sedikit contoh dari sekian banyak peristiwa yang terjadi. Demokrasi telah menjadikan budaya menjilat ludah sendiri sebagai budaya yang lumrah dalam kancah perpolitikan. Yang dahulunya lawan, tidak menutup kemungkinan untuk menjadi kawan. Yang dahulunya musuh bebuyutan, sangat bisa menjadi rekan yang saling membutuhkan.

Demokrasi memang tidak seindah harapan rakyat. Sistem yang berasaskan manfaat ini telah tampak kecacatannya dari lahir. Selama sistem ini masih digunakan sebagai landasan perpolitikan, maka akan terus kita saksikan drama “pindah sana pindah sini” dan “tunggang sana tunggang sini” demi mengakomodasikan kepentingan para oligarki.

Apakah demokrasi akan berpihak kepada rakyat? Tidak. Demokrasi tidak lain dan tidak bukan merupakan alat para oligarki untuk memuluskan kepentingan mereka. Lihat saja perpolitikan Indonesia, lakon perpolitikannya hanya beberapa orang saja dan terus berputar-putar di lingkaran yang sama.  Rakyat hanya menjadi korban dari penerapan demokrasi. Suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu, selebihnya para oligarki yang memegang kuasa.

Kesempurnaan Sistem Islam

Berbeda dengan demokrasi yang menjadikan manfaat sebagai tolok ukur dalam perbuatan, Islam menjadikan halal dan haram menjadi tolok ukur perbuatan. Dalam kancah politik Islam, kita tidak akan menjumpai fenomena sebagaimana yang terjadi dalam demokrasi hari ini. Para elite politik Islam hanya akan bekerja untuk kesejahteraan umat, bukan untuk konglomerat. Hukum yang akan diterapkan di tengah-tengah masyarakat hanya hukum Islam, bukan hukum buatan manusia.

Selain itu, Islam juga telah menetapkan standar calon pemimpin dan wajib dipenuhi bagi siapa saja yang ingin menjadi pemimpin. Tidak perlu ada cemoohan antara satu calon dengan calon yang lain. Tidak akan ada juga ujaran kebencian di antara pendukung para calon sebab apa pun latar belakang calon pemimpin, tujuan mereka nantinya hanya satu, yakni menerapkan Islam kaffah. Penerapan hukum syariat juga akan menihilkan politik kepentingan.

Syarat calon pemimpin yang telah ditetapkan hukum syariat juga menjadi garis batas yang tidak bisa diubah sesuka hati oleh pihak-pihak tertentu. Lebih dari itu, kedudukan pemimpin dalam Islam bukanlah sebatas prestise dan bukan pula ajang untuk menambah kekayaan. Akan tetapi, kepemimpinan dalam Islam adalah tanggung jawab. Seorang pemimpin harus siap mengemban amanah dan bertanggung jawab atas seluruh kondisi rakyatnya. Seorang pemimpin kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah dalam hal apa pun.

Baca: Sekularisme Biang Keladi Pencipta para Penista

Sistem Islam juga akan meniscayakan rakyat dan pemimpin yang saling mencintai, bukan saling mencaci. Allah memerintahkan kepada para pemimpin untuk memimpin rakyatnya dengan hukum Islam. Pada saat yang sama, Allah memerintahkan rakyat untuk taat kepada pemimpin yang berpegang teguh kepada hukum syarak. Rasulullah bersabda,

Sebaik-baik pemimpin adalah yang kamu cintai dan mencintai kamu, kamu berdoa untuk mereka dan mereka berdoa untuk kamu. Seburuk-buruk pemimpin adalah yang kamu benci dan membenci kamu, kamu melaknati mereka dan mereka melaknati kamu.” (HR. Muslim)

Khatimah

Peristiwa akun Fufufafa niscaya terjadi dalam sistem demokrasi yang menjadikan kepentingan sebagai tujuan berpolitik. Tidak mengherankan jika para elite politik yang awalnya saling sikut untuk menjatuhkan, bisa saling berangkulan dan bergandengan di kemudian hari.

Peristiwa akun Fufufafa juga tidak akan ditemui dalam sistem politik Islam sebab Islam menihilkan konflik kepentingan dan tidak akan ada lobi-lobi para pejabat. Saat Islam diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiah, para pemimpin hanya akan fokus untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

Wallahua'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Topan Yagi, Antara Mitigasi dan Politik
Next
Kementerian Ditambah, Perlukah ?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Isty daiyah
Isty daiyah
27 days ago

MasyaAllah. Barakallah mbak Arum. Keren artikelnya.

Arum Indah
Arum Indah
Reply to  Isty daiyah
25 days ago

Jazakillah khoir sdh mampir, mbaak

Yuli Sambas
Yuli Sambas
28 days ago

Dalam politik Islam tak akan dijumpai ujaran kebencian dan saling caci antarcalon pemimpin. Itu karena kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab yang wajib diemban, bukan prestise yang akan terus dikejar sebagaimana yang terjadi di sistem politik demokrasi.

Arum indah
Arum indah
Reply to  Yuli Sambas
28 days ago

Benar, mbaak.

Novianti
Novianti
28 days ago

Hari ini benci, besok cinta setengah mati. Atau sebaliknya. Makanya ada istilah dalam politik demokrasi, tidak ada kawan sejati kecuali kepentingan pribadi. Herannya, yang dihina pun mengabaikan atau pura -pura menutup telinga karena kadung sudah jadi pasangan?

Last edited 28 days ago by Novianti
Arum indah
Arum indah
Reply to  Novianti
28 days ago

Benar mbak, tidak ada kawan atau lawan sejati, yg ada hanya kepentingan abadi

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram