Meningkatnya kejahatan yang dilakukan oleh anak, menjadi PR besar untuk negara ini. Namun, sampai dengan detik ini, tidak ada solusi mendasar yang diberikan
Oleh. Kintan Jenisa, S.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com & Pemerhati Generasi)
NarasiPost.Com-Jumlah anak yang menjadi pelaku kejahatan, kian hari kian marak. Beragam kasus yang terjadi, bukan sebatas kenakalan anak dan remaja, melainkan kejahatan di luar nalar manusia. Siapa sangka, empat pelaku pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP di Palembang, Sumatra Selatan (31–8–2024) merupakan anak berusia 12 hingga 16 tahun. Mereka menyekap korban hingga meninggal dan kemudian melakukan rudapaksa secara bergiliran. Sungguh perbuatan sadis yang tak terbayangkan dilakukan oleh anak di bawah umur.
Sebelumnya, kita juga dikagetkan dengan kasus kejahatan pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur di Sukabumi, Jawa Barat (28–8–2024). Dua pelaku yang masih berusia 14 dan 15 tahun itu, membacok korban yang juga berusia 15 tahun lantaran ketersinggungan di media sosial. Aksi pembacokan dilakukan ketika korban berjalan kaki pulang sekolah. Dengan kondisi bersimbah darah, korban tetap dikejar dan dihajar hingga terkapar.
Kasus pembunuhan yang dilakukan anak di bawah umur juga terjadi di Sambas, Kalimantan Barat. (27–2–2024). Pelaku yang masih berusia 13 tahun itu mengaku kesal karena akun game online yang dijualnya kepada korban, tidak kunjung dibayar. Pelaku tega membunuh temannya sendiri, dan membuang jasadnya di semak-semak kebun jeruk.
Tidak Sekadar Solusi Semu
Meningkatnya kejahatan yang dilakukan oleh anak, menjadi PR besar untuk negara ini. Namun, sampai dengan detik ini, tidak ada solusi mendasar yang diberikan untuk menekan angka kriminalitas ini. Contohnya, Kapolres Karimun AKBP Fadli Agus yang hanya meminta orang tua agar selalu aktif dalam mengawasi jam pulang anak-anak ke rumah tidak lebih dari jam 22.00 WIB, demi memastikan keamanan dan keselamatan anak ketika di luar rumah. Ini tentu bukanlah solusi yang menyelesaikan. Faktanya kasus kejahatan yang terjadi hari ini, tidak hanya terjadi di malam hari saja, tapi juga di siang hari.
Upaya lainnya yang sedang gencar dilakukan pemerintah dalam menekan angka kejahatan anak ialah memberikan sosialisasi hukum ke sekolah-sekolah agar generasi sadar hukum dan menjauhi tindak kejahatan. Namun, faktanya sosialisasi ini juga bukan solusi mendasar. Bukannya berkurang, angka kejahatan anak kian hari kian banyak.
Mengkaji Faktor Maraknya Kejahatan Anak
Pada dasarnya banyak faktor penyebab kejahatan anak saat ini, faktor-faktor tersebut adalah:
Pertama, di lingkungan keluarga, anak kurang dikenalkan nilai-nilai Islam termasuk dalam bermasyarakat. Sedari kecil, anak tidak dipersiapkan untuk membedakan mana halal dan haram, mana benar dan salah. Fondasi ketakwaan yang harusnya ditanamkan oleh keluarga, tidak berjalan optimal. Peran ibu sebagai pendidik pertama untuk anaknya, terkikis karena sibuk membantu ekonomi keluarga. Tak jauh berbeda, peran ayah sebagai kepala sekolah bagi anak-anaknya pun, hanya tinggal cerita. Sebagian ada yang lupa akan tanggung jawabnya, sebagian lagi tak punya waktu karena sibuk memenuhi kebutuhan keluarga. Alhasil, anak keluar rumah tanpa ada pendidikan yang kokoh dari orang tuanya.
Kedua, berasal dari lingkungan masyarakat. Pola pikir dan pola sikap yang rusak, turut menyumbang pembentukan kepriadian anak. Jikapun di rumah sudah dibekali iman dan takwa tentu butuh usaha yang ekstra agar bertahan di tengah kondisi masyarakat yang rusak dan merusak. Sedikit pula masyarakat yang menjadi pengontrol generasi jika menyimpang dari fitrahnya. Kebanyakan memilih diam ketika dihadapkan dengan kemungkaran dan kejahatan, dengan dalih tak mau bermasalah dikemudian hari.
Ketiga, ialah negara yang tidak menjalankan perannya dalam melindungi dan mengurusi rakyat. Hari ini, generasi dipaparkan dengan tontonan dan aplikasi yang merusak akal dan fitrah. Kasus pembunuhan dan pemerkosaan Siswi SMP di Palembang misalnya. Hal tak manusiawi tersebut dilakukan karena pelaku kecanduan pornografi. Naluri melangsungkan keturunan yang terangsang meminta pemenuhannya dengan segera. Tak peduli pahala atau dosa, akal terkalahkan dengan nafsu semata. Belum lagi, aplikasi game online yang juga terbukti merusak fitrah dan akal, tetap saja bermunculan meski pemerintah mengeklaim sudah melakukan banyak pemblokiran.
Di satu sisi, adanya UU Perlindungan Anak yang berlaku di Indonesia menambah keleluasaan anak dalam melakukan tindak kejahatan. Dengan dalih masih di bawah umur, anak kerap tak dihukum sebagaimana harusnya. Banyak di antaranya dibebaskan dan hanya diberikan pembinaan. Contohnya pelaku pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMP di Palembang, yang dibebaskan begitu saja lantaran usianya masih kurang dari 18 tahun.
Negara Butuh Solusi Mendasar
Dengan demikian, maraknya kejahatan anak bukan disebabkan oleh satu faktor saja, melainkan banyak faktor. Mulai dari faktor keluarga, masyarakat, hingga negara. Hilangnya peran keluarga dan masyarakat tak terlepas dari peran negara yang tidak menjalankan sistem yang sesuai akal dan fitrah manusia. Maka dalam hal ini, negara yang menjadi penanggung jawab atas kerusakan generasi hari ini, harus segera mencari dan menerapkan solusi yang mendasar. Solusi mendasar itu tidak lain adalah menerapkan sistem aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia, yakni sistem Islam.
Baca: ibu-cabuli-anak-tercerabutnya-fitrah-kasih-sayang
Islam sebagai satu-satunya sistem yang sempurna memberikan solusi integral dalam masalah kejahatan anak mulai dari pencegahan hingga sanksi yang tegas. Islam akan memberantas tuntas segala faktor yang membuat maraknya kasus kejahatan anak, seperti mengembalikan peran orang tua sebagai sekolah pertama untuk anaknya, serta membentuk masyarakat dalam satu pemikiran, perasaan, dan aturan Islam.
Islam juga akan mendudukkan makna anak di bawah umur dengan tepat yakni berpatokan kepada balignya seorang anak. Jika anak sudah balig, maka ia akan dimintai pertanggungjawaban dan diberi hukuman jika terbukti melakukan tindak kejahatan. Hukuman yang diterapkan pun harus sesuai dengan ketetapan Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al Maidah ayat 44,
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Salah satu hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wa ta’alla bagi pelaku pembunuhan sengaja ialah “Qishash”. Nyawa dibalas nyawa. Maka ini menjadi kewajiban untuk diterapkan, serta akan menjadi pencegah sekaligus efek jera bagi para pelaku. Wallahua’llam bishshawab. []
Allah,
Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullah
Semoga anak-anak kita selalu dalam lindungan Allah
Sadis bnr anak2 zmn now,,
Selamatkan generasi dgn Islam!
Setuju, Islam sistem sempurna yang memberikan solusi integral
Benar sekali kak.
Saatnya kembali ke Sistem Islam .