Kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia memang perlu diwaspadai. Terbukti selama kunjungannya, beliau bertemu dengan para pemuka agama, pejabat pemerintahan, dan tokoh agama.
Oleh. Moni Mutia Liza, S.Pd
(Kontributor NarasiPost.Com & Pegiat Literasi)
NarasiPost.Com-Paus Fransiskus melakukan kunjungan ke Indonesia selama 3-6 September 2024. Tentu kunjungan ini memiliki tujuan, baik secara teologis maupun politik. Paus Fransiskus sendiri merupakan pemimpin tertinggi negara Vatikan dan pemimpin agama Katolik sedunia, untuk membawa misi penting untuk dunia.
Namun, perlu diketahui bahwa Vatikan adalah pusat spiritual bagi Gereja Katolik Roma dan kediaman resmi paus. Vatikan sendiri merupakan negara terkecil di dunia dengan luas sekitar 44 hektare dan populasi kurang lebih 800 orang. Negara ini memiliki pemerintahan sendiri dengan bentuk teokrasi absolut, dan paus memiliki kekuasaan tertinggi baik dalam hal legislatif, eksekutif, dan yudikatif. (mediaindonesia.com, 03-09-2024).
Paus Fransiskus Datang, Apa Misinya?
Namun, pertanyaan demi pertanyaan pasti muncul di benak kita. Atas dasar apa Paus Fransiskus datang ke Indonesia di tengah-tengah konflik memanas di Timur Tengah? Adakah kaitannya dengan dukungan Indonesia yang kokoh atas kemerdekaan Palestina? Atau apakah hanya kunjungan biasa tanpa tujuan untuk memoderatkan Islam di Indonesia atas nama toleransi?
Jawabannya tentu sangat jelas terlihat dari berbagai gelagat dan propaganda negara-negara adidaya atas negeri-negeri muslim. Jika tidak, bagaimana mungkin paus jauh-jauh datang ke negeri ini saat kondisi di Indonesia sedang kacau balau ditambah dengan kondisi perpolitikan dunia yang kian carut marut jika tanpa maksud terselubung?
Tentunya hal ini berkaitan dengan peperangan antara Palestina-Israel, hingga begitu kentara kita menyaksikan berbagai negara besar menjilat dan sibuk ke sana-kemari demi mewujudkan kepentingannya. Tidak terkecuali negara di Eropa.
Kehadiran Paus Fransiskus ke Indonesia memang perlu diwaspadai. Terbukti selama kunjungannya, beliau bertemu dengan para pemuka agama, pejabat pemerintahan, dan tokoh agama. Bukankah hal ini layak dicurigai? Jika tujuannya hanya urusan agama Kristen, lantas pembahasan seperti apa yang dibicarakan dengan pemuka agama muslim dan para pejabat pemerintah?
Sebagaimana yang disampaikan oleh media-media di Indonesia bahwa mulai hari kedua, Rabu (04-09-2024) Paus Fransiskus menghadiri sejumlah pertemuan di Istana Merdeka yang disambut hangat oleh Presiden Jokowi dan pejabat pemerintah. Hari ketiga, Kamis (05-09-2024) beliau menghadiri pertemuan dengan para tokoh lintas agama di Masjid Istiqlal (tribunnews.com, 06-09-2024). Selama empat hari di Indonesia benar-benar dimanfaatkan oleh Paus Fransiskus untuk menyebarkan misinya.
Berdasarkan laporan media kumparan.com, 07-09-2024, tema kunjungan Paus Fransiskus adalah "Iman persaudaraan dan bela rasa”. Hal ini sangat sinkron dengan agenda yang beliau jalankan selama beberapa hari di Indonesia, yaitu untuk memperkuat persaudaraan, toleransi, dan perdamaian di tengah masyarakat yang beragam. Selain itu, beliau juga menekankan pada pentingnya menyuarakan perdamaian dunia di tengah konflik Israel-Palestina saat ini yang kian melebar ke berbagai negara.
Bersikap kritis terhadap berbagai kebijakan dan agenda di Indonesia merupakan bentuk kepedulian rakyat pada tanah airnya. Begitu pula dengan kehadiran paus di Indonesia. Kita harus berpikir kritis dan ideologis agar kita tidak terjebak dengan segala agenda global yang pada hakikatnya menghancurkan peradaban di negeri kita.
Kita juga perlu mencari tahu, mengapa paus memilih Indonesia? Padahal di Indonesia mayoritas penduduknya Islam bukan Kristen. Ternyata benar bahwa negara-negara besar dunia memandatkan tugas penting kepada paus untuk memastikan bahwa Indonesia harus menjadi negara yang moderat dan Islam yang liberal, yaitu Islam yang jauh dari penerapan syariat Islam.
Bahkan paus mengapresiasi Islam yang ada di Indonesia, karena Islam yang diterapkan adalah Islam versi nusantara yang berbeda jauh dari Islam yang sebenarnya. Hal ini senada dengan apa yang diutarakan Kardinal bahwa bangsa Eropa ingin memahami lebih baik mengenai Islam di Indonesia karena terlihat berbeda dengan bayangan orang Eropa yang digambarkan identik dengan Pakistan dan Timur Tengah, (tribunnews.com, 06-09-2024).
Padahal sebagaimana yang kita ketahui sejak negara Islam pertama yang dibangun oleh Rasulullah dan para sahabat, kaum muslimin senantiasa hidup berdampingan dengan agama lainnya hingga 13 abad lamanya. Selama tidak ada pihak yang melanggar janji, maka hidupnya, darahnya, hartanya dijamin dalam Islam. Lantas mengapa bangsa Eropa menggambarkan Islam seolah tidak mampu untuk hidup berdampingan dengan berbagai suku, agama, dan budaya?
Kekhawatiran Negara Besar
Maka dari fakta ini kita menyadari bahwa negara-negara besar di Eropa termasuk Amerika sangat mengkhawatirkan bila negeri-negeri muslim mengadopsi Islam secara sempurna dalam bingkai konsep kenegaraan. Sebab mereka mengetahui secara pasti bahwa kekuatan ideologi Islam mampu menghalangi kerakusan mereka terhadap sumber daya alam di negara muslim.
Ketakutan inilah yang mendorong negara-negara besar di dunia untuk senantiasa memantau negeri-negeri muslim agar tidak menerapkan syariat secara kaffah. Terlebih mereka juga sangat waspada akan persatuan negeri-negeri muslim untuk menegakkan kembali Khilafah. Sebab selama 13 abad lamanya mereka merancang dan menyusun strategi untuk meruntuhkan Khilafah, maka mustahil mereka memberikan celah kepada kaum muslimin untuk kembali menegakkan negara besar seperti 13 abad yang lalu.
Niat busuk yang terselubung ini harusnya mampu dibaca oleh seluruh kaum muslimin di dunia, sehingga kita tidak mudah masuk dalam jebakan negara-negara besar yang menginginkan hancurnya peradaban Islam.
Ditambah konflik Israel-Palestina yang menyeret negara-negara besar di Eropa. Eropa bersatu mendukung Israel, sedangkan peristiwa yang menimpa Palestina mendapat dukungan dunia. Kondisi politik dunia yang terbelah menjadi dua ini membuat bangsa Eropa harus berpikir keras agar negeri-negeri muslim tidak bersatu membela Palestina, melainkan membiarkan Palestina berjuang sendiri, sehingga menimbulkan kesan bahwa negeri Islam meninggalkan Palestina dan negeri-negeri muslim digambarkan sebagai negeri yang tidak akan mungkin mempunyai kekuatan.
Alasan kuat inilah yang akhirnya mengeluarkan paus dari istananya untuk meracuni pikiran kaum muslim di berbagai negara-negara Islam, tidak terkecuali Indonesia. Mereka siang-malam tidak tidur memikirkan cara untuk melenyapkan Islam hingga ke akar-akarnya. Lantas, mengapa kita begitu lapang dada dan tersenyum lebar saat para pemain sejati yang menghancurkan umat Muhammad datang ke negeri ini?
Saatnya peduli dengan nasib kita dan generasi akhir zaman, sebab sejatinya kita sedang melawan kejahatan yang dibenarkan. Kesadaran akan akidah Islam sebagai ideologi yang harus diterapkan dalam kehidupan harus menancap kuat di hati dan pikiran kita, karena dengan demikian, kita akan selamat dari propaganda elite global yang sejatinya mereka adalah kaki tangan dajal.
Delete Ideologi Setan
Menjadi muslim sejati tidak hanya cukup dengan salat, puasa, zakat, dan mengucap dua kalimat syahadat. Melainkan harus mengambil syariat tanpa kata nanti dan tapi.
Selain ibadah yang sifatnya Hablum minallah, kita juga harus mengambil aturan yang telah Allah siapkan untuk kita baik dalam konsep pemerintah, pendidikan, ekonomi, hubungan luar dan dalam negeri, konsep jaminan kesehatan hingga dalam urusan lawan dan kawan pun harus merujuk kepada ketetapan Allah yang terdapat dalam Al-Qur'an.
Sebagaimana Allah telah memperingatkan kita betapa bencinya kaum kafir kepada umat Islam. Hal ini tertuang dalam surah Ali Imran, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآيَاتِ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١١٨﴾ هَا أَنْتُمْ أُولَاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلَا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ ۚ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut-mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya. Inilah kalian. Kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian, dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata ‘Kami beriman’, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. Katakanlah (kepada mereka): ‘Matilah kalian karena kemarahan kalian itu.’ Sesungguhnya Allâh mengetahui segala isi hati.” [Ali ‘Imrân/3:118-119]
Seharusnya firman tersebut menjadi pengingat kepada muslim bahwa orang kafir tidak menginginkan keselamatan atas diri orang Islam. Mereka hanya memanfaatkan kita untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Inilah watak sesungguhnya dari orang kafir harbi fi'lan. Kafir yang membenci umat Nabi Muhammad hingga ke sel-sel tubuh mereka. Bahkan tidak ada ruang di hati mereka untuk mengasihani umat Islam.
Sejatinya, kita juga harus paham bahwa langgengnya kekuasaan negara Amerika dan Eropa ditopang oleh ideologi kapitalisme. Ideologi ini dirancang dengan akal manusia bukan di bawah bimbingan wahyu, melainkan nalar liar yang dibangun atas dasar kepentingan dan hawa nafsu.
Oleh karena itu, ideologi kapitalisme melahirkan seperangkat aturan yang saling tumpang tindih, tidak solutif, dan menyimpang dari fitrah manusia. Ideologi ini lahir dari rahim yang cacat, karena mendewakan hawa nafsu. Sistem ini juga membuka peluang untuk berkuasanya orang jahat. Bukankah fakta tersebut telah tampak nyata di hadapan kita?
Kapitalisasi memakai topeng slogan “kita harus menjunjung tinggi hak asasi manusia". Namun, faktanya negara merekalah yang secara brutal membunuh manusia baik dengan senjata biologis, senjata kimia, bahkan memanfaatkan berbagai teknologi canggih hanya untuk menghancurkan dan mengendalikan negeri yang kaya sumber daya alam.
Ideologi ini harus dicincang dan dicabut akarnya dari bumi. Sebab ideologi ini hanya melahirkan manusia-manusia munafik dan kehancuran alam semesta. Ideologi ini juga menciptakan berbagai polemik yang tidak ada habis-habisnya. Tidak menyelesaikan permasalahan justru masalah kian menumpuk dan pada akhirnya menghancurkan peradaban manusia itu sendiri.
Baca: sinkretisme-di-balik-kunjungan-paus
Kembali pada sistem Islam adalah solusinya. Tentunya penerapan syariat Islam kaffah yang diadopsi oleh negara serta dijalankan oleh seluruh umat manusia. Dengan demikian, seluruh perbudakan dan kepentingan elite global akan terbenam ke pusara bumi.
Namun, untuk menegakkan kembali Islam kaffah, perlu perjuangan yang benar dan lurus sesuai manhaj kenabian. Inilah yang harus dilakukan oleh seluruh umat Nabi Muhammad. Sebab, tanpa Islam kita selamanya tidak akan merdeka dari menghambakan diri pada materi. Wallahu'alam. []
Setiap kedatangan misionaris selalu punya agenda besar dibaliknya.