Deklarasi Istiqlal 2024, Ajang Berbagai Kepentingan

Deklarasi Istiqlal 2024, Ajang Berbagai kepentingan

Sejatinya Deklarasi Istiqlal ini merupakan simbol kolaborasi agama yang dibalut dalam upaya menyolusi problematik global.

Oleh. Maya Dhita
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia disambut suka cita oleh beberapa kalangan. Tak hanya umat Katolik, bahkan sebagian umat Islam pun seakan larut dalam euforia penyambutannya. Mirisnya, sejumlah seremonial pun disiapkan bahkan oleh Imam Masjid Istiqlal demi menunjukkan apa yang mereka sebut dengan toleransi di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini.

Tak hanya itu, demi memperkuat narasi keberpihakan, dalam sebuah acara lintas agama, Imam Masjid Besar Istiqlal mengeluarkan Deklarasi Istiqlal, yang juga ditandatangani oleh Paus Fransiskus, sebagai pemimpin tertinggi gereja Katolik. Acara lintas agama ini dihadiri oleh berbagai pemimpin agama di Indonesia. Termasuk di dalamnya perwakilan dari Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Gereja Protestan, Buddha, Hindu, dan Konghucu.

Dua Isu Utama Global

Adapun Deklarasi Istiqlal ini menekankan dua isu utama global, yaitu:

  1. Dehumanisasi atau Krisis Kemanusiaan

Deklarasi ini melihat bahwa tindak kekerasan, konflik, dan penindasan masih banyak terjadi di dunia. Agama pun sering dimanfaatkan sebagai pemicunya. Penderitaan berkepanjangan tak terelakkan khususnya bagi anak-anak, perempuan, dan lansia. Maka nilai-nilai agama dipandang sebagai solusi mengatasi krisis kemanusiaan ini dengan jalan menyerukan martabat manusia, solidaritas, dan persaudaraan.

Faktanya, berbagai seruan akan nilai-nilai agama telah digencarkan, bahkan aksi turun jalan pun dilakukan. Namun, segala macam tindak kekerasan, penindasan, bahkan genosida yang jelas-jelas terjadi di depan mata, tetap tak mampu menggerakkan kekuatan untuk menolong mereka yang tertindas dan terzalimi. Lagi-lagi, semua karena adanya faktor kepentingan pribadi. Entah karena ingin main aman, mengeruk keuntungan, mempertahankan kekuasaan, atau malah bersikap skeptis dan tidak mau tahu.

2. Krisis Lingkungan

Problem global yang diangkat dalam Deklarasi Istiqlal berikutnya adalah masalah perubahan iklim yang diakibatkan oleh eksploitasi alam. Deklarasi ini menyerukan agar para pemimpin agama berperan aktif dalam upaya melawan perusakan lingkungan serta ikut serta menyadarkan umat akan pentingnya menjaga bumi sebagai tempat tinggal bersama.

Tentu hal ini menjadi sindiran yang menohok bagi pemerintah dan organisasi kemasyarakatan keagamaan. Di mana sebelumnya terdapat polemik saat adanya pemberian izin konsesi pertambangan oleh negara kepada organisasi kemasyarakatan keagamaan. Sedangkan NU dan Muhammadiyah yang turut hadir di acara lintas agama tersebut telah menyetujui dan menerima tawaran untuk mengelola tambang.

Bahkan saat dikonfirmasi apakah deklarasi ini akan berpengaruh terhadap keputusan untuk mengelola tambang ke depannya, rupanya Abdul Mu'ti, selalu Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyatakan secara tertulis, bahwa Muhammadiyah akan terus memproses pengelolaan tambang. (bbc.com, 5–9–2024)

Begitu pula dengan NU, Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), dalam kesempatan yang lain mengatakan akan mengelola tambang secara profesional.

Sistem Kapitalisme Biang Problematika Global

Tidak dapat dimungkiri bahwa sistem kapitalisme telah membuat berbagai macam kerusakan di muka bumi. Kapitalisme jugalah yang mendorong seseorang, kelompok, bahkan institusi negara (pemilik modal dan kekuasaan) untuk melakukan dehumanisasi terhadap kelompok atau negara lain.

Dehumanisasi sendiri yang dalam artinya adalah sebuah eksploitasi manusia, dengan berbagai macam bentuknya yang mengekang kebebasan hakiki yang dimiliki, bahkan terkadang disertai sifat ketundukan kepada pelakunya. Hal ini dilakukan untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar. Ditambah lagi sifat manusia yang cenderung tidak pernah puas. Maka tidak mustahil jika negara yang menerapkan sistem kapitalisme bertindak kejam kepada rakyatnya sendiri. Misalnya, adanya alih fungsi lahan secara paksa oleh pemerintah kepada rakyat untuk Proyek Skala Nasional, menjadikan pajak sebagai sumber utama keuangan negara dan lain sebagainya.

Sistem kapitalisme jugalah yang mendorong sebuah negara untuk melakukan eksploitasi lingkungan secara besar-besaran, tanpa memedulikan ketersediaan jangka panjang, revitalisasi lahan, analisis dampak lingkungan, dan lain sebagainya. Semua dilakukan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya serendah-rendahnya.

Lebih parahnya sistem ini telah membentuk penguasa bermental pengusaha yang menjadikan tambang sebagai objek transaksional atas dukungan suara dalam pemilu.

Paradigma Islam tentang Masalah Dehumanisasi dan Krisis Lingkungan

Krisis kemanusiaan atau dehumanisasi yang terjadi di dunia dikarenakan tidak adanya aturan yang mampu mengendalikan keserakahan manusia. Hawa nafsu akan kekuasaan, kekayaan, dan hegemoni menyebabkan terjadinya penindasan, pendudukan, perebutan kekuasaan, bahkan berujung pada pembunuhan dan genosida.

Sedangkan dalam Islam, syariat telah menyebutkan bahwa tidak boleh menyakiti orang lain (Al-Ahzab ayat 58), bahkan menyakiti diri sendiri pun dilarang (An-Nisa ayat 29). Adapun hukuman yang diterapkan dalam Islam jika terjadi kasus kekerasan fisik (menyakiti hingga menyebabkan luka bahkan kematian) adalah qishash atau hukum pembalasan setimpal. Atau bisa juga dengan membayar diat atau denda, yang tentunya tidak sedikit. Hal ini adalah sebagai bentuk keadilan yang setara.

Baca: ironis-bersuka-cita-di-tengah-duka-korban-gempa-cianjur

Lebih lanjut, bila sampai terjadi pembunuhan massal atau genosida terhadap kaum muslim di suatu tempat, maka jihad fisabilillah adalah satu-satunya jawaban.

Sedangkan salah satu penyebab krisis lingkungan yang terjadi di dunia khususnya di Indonesia diakibatkan adanya eksploitasi lingkungan. Entah itu karena penambangan, membuka lahan baru dengan pembakaran hutan, dan lainnya oleh mereka yang memiliki izin konsesi. Karena orientasi mereka adalah mengeruk untung sebesar-besarnya, maka bisa dipastikan mereka memotong biaya-biaya revitalisasi lahan bekas tambang, bahkan bisa jadi dibiarkan begitu saja tanpa adanya usaha pemulihan kembali fungsi tanah.

Padahal dalam Islam, bahan tambang, hutan, sungai, laut, merupakan milik umum. Semua ini hanya boleh dikelola oleh negara dan hasilnya disalurkan untuk kesejahteraan umat. Maka tidak akan ada cerita pemberian izin konsesi untuk organisasi kemasyarakatan keagamaan. Pemberian izin ini hanya akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang lebih parah lagi karena pengelolaan tambang tidak dipegang oleh ahlinya.

Khatimah

Begitulah Islam memandang kedua isu yang diangkat dalam Deklarasi Istiqlal 2024. Sejatinya deklarasi ini merupakan simbol kolaborasi agama. Di mana masing-masing memiliki kepentingan atas apa yang hendak disuarakan. Semuanya dibalut dalam upaya menyolusi problematika global.

Pemberian izin konsesi tambang pada beberapa ormas keagamaan tentunya menimbulkan kecemburuan. Tidak meratanya bagi-bagi kue politik tentu akan menimbulkan konflik. Yang tidak kebagian akan berusaha memberi tekanan untuk mencari perhatian.

Begitu pula kedatangan Paus Fransiskus sendiri memiliki misi yang harus disampaikan. Tekanan global soal toleransi versi moderasi adalah tujuan utamanya. Paus juga menekankan upaya mengatasi ekstremisme di Indonesia. Mirisnya pesan-pesan ini diamini oleh pemimpin dan masyarakat muslim.

Inilah dampak dari tidak diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh. Adanya malfungsi negara sebagai junnah (pelindung) rakyat dan juga raa'iin (pengurus) kepentingan rakyat, menjadikan lemahnya akidah kaum muslim. Rakyat menjadi mudah diombang-ambingkan oleh pemikiran kufur yang mengusung toleransi versi moderasi. Hal ini ditujukan agar umat Islam jauh dari syariat agamanya sehingga menjadikan kebangkitan Islam hanya sekadar fatamorgana. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Maya Dhita Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Maulid Nabi, Bukan Hanya Seremonial
Next
Riba Mengintai Pejabat Negeri
1 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Maftucha
Maftucha
1 month ago

Saya jadi ingat tulisan sy beberapa bulan lalu ttg rencana kedatangan bapak paus ini,, dan hasilnya memang sangat diluar nalar kita sebagai seorang muslim,, benar2 umat Islam saat ini begitu merosot dan rusak pemikirannya

Siti komariah
Siti komariah
1 month ago

Miris memang melihat kondisi kaum muslim saat ini. Mereka tidak hanya krisis akidah, tetapi juga menderita dari berbagai sisi. Dan parahnya mereka tidak sadar bahwa semua itu terjadi akibat Islam yang tidak diterapkan dalam kehidupan ini

Maya Dhita
Maya Dhita
Reply to  Siti komariah
1 month ago

Umat sudah dijajah pola pikirnya, gak tahu mana masalah pokok, mana masalah cabang. Kayak udah terzalimi malah bilang terimakasih.

Isty daiyah
Isty daiyah
1 month ago

Sangat kontradiktif dengan kenuyataan yang dialami umat Muslim ketika minoritas. Penindasan terhadap Muslim terjadi ketika muslim sebagai minoritas. Ketika mayoritas kesepakatan2 kebablasan dibuat.

Maya Dhita
Maya Dhita
Reply to  Isty daiyah
1 month ago

Mereka takut kekuatan Islam bangkit kembali. Segala cara dilakukan. Mirisnya umat makin jauh dari agama, jadi lemah akidah dan ikatannya. Gak bisa apa-apa saat saudaranya dianiaya bahkan genosida. Bisanya manggut-manggut sama pemikiran Barat.

novianti
novianti
1 month ago

Drama politik seolah Paus memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan sekarang, padahal biang keroknya yaitu negara-negara besar. Seharusnya Paus menyampaikan kepada para pemimpin yang menjadi biang berbagai kerusakan seperti polusi, perubahan iklim, dan eksploitasi SDA.

Maya Dhita
Maya Dhita
Reply to  novianti
1 month ago

Betul, Mbak. Sepertinya Paus pun bergerak atas arahan, untuk mengalihkan dan membenturkan.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram