Tanpa disadari, penggunaan uang kertas (fiat money) tanpa didukung oleh logam mulia, dapat membuka ruang bagi munculnya penjajahan.
Oleh. Amelia Al Izzah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini Zimbabwe menarik perhatian dunia. Zimbabwe meluncurkan mata uang baru yang menggunakan standar emas, mata uang tersebut diberi nama ZiG atau emas Zimbabwe. Pemerintah Zimbabwe mengambil langkah ini untuk mengurangi mata uang dolar Zimbabwe yang tidak stabil dan hiperinflasi di negaranya. Zimbabwe terus bergulat dengan kondisi ketidakstabilan moneter dan nilai tukar yang rendah. Selama bertahun-tahun Zimbabwe berjuang untuk melawan inflasi yang tinggi.
Mengganti mata uang dari dolar Zimbabwe menjadi ZiG, merupakan langkah mengatasi krisis ekonomi tersebut, karena uang kertas Zimbabwe dianggap tidak stabil. Pemerintah Zimbabwe berharap dengan digunakannya ZiG sebagai mata uang baru, mampu menopang kembali stabilitas harga dan nilai tukar, serta meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang lokal. (CNNIndonesia.com, 01–09–2024)
Uang Kertas (Fiat Money) dan Inflasi
Uang kertas atau istilah ekonominya adalah fiat money, dikenal kisaran abad ke-20. Emas yang dulunya menjadi standar mata uang diganti dengan sistem kurs mengambang (flexible exchange rate) yang sama sekali tidak bersandar pada emas. Uang kertas kemudian menjadi pilihan sebagai alat pembayaran yang sah dan mendominasi perdagangan di berbagai negara. Pada akhirnya seluruh dunia saat ini menggunakan uang kertas dalam kegiatan ekonomi dan hal ini menimbulkan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh tersebut disebabkan karena uang kertas yang bahannya memang terbuat dari kertas memiliki bahan (intrinsik) sangat rendah dibanding dengan nilai yang tertera (nominal). Selain itu, uang kertas juga merupakan uang yang bahannya mudah didapat dan dicetak. Hal itu menimbulkan kekhawatiran, karena uang kertas gampang untuk dipalsukan atau dicetak dalam jumlah banyak.
Jika peredaran uang kertas di pasaran berlebih tanpa diimbangi dengan sektor riil (produktivitas), tentu hal itu akan menyebabkan terjadinya inflasi, yakni naiknya daya beli masyarakat terhadap suatu komoditi (barang atau jasa). Namun komoditi tersebut terbatas, sehingga harga komoditi tersebut menjadi naik dan terjadilah inflasi. Terjadinya inflasi pada negara-negara dengan mata uang kertas (fiat money), jelas menimbulkan pertanyaan. Apakah uang kertas tersebut memang merupakan penyebab inflasi? Karena jika ditelusuri dalam sejarahnya, mata uang yang ada hanya berbasis emas dan tidak pernah mengalami inflasi.
Semisal harga satu ekor kambing saat masa Rasulullah saw. kisaran harga satu dinar atau jika dirupiahkan setara 2,2 juta yang artinya harga kambing saat ini kisaran harga tersebut. Itu artinya mata uang berbasis emas dan perak nilai tukarnya sejak dahulu selalu tetap, tidak mengalami inflasi maupun deflasi.
Tanpa disadari, penggunaan uang kertas (fiat money) tanpa didukung oleh logam mulia, dapat membuka ruang bagi munculnya penjajahan. Sebuah negara, terutama negara penguasa dapat dengan mudah menguasai bahkan melucuti kekayaan alam negara lain yang memiliki nilai mata uang yang lemah dan hal inilah yang perlu disadari oleh negeri-negeri muslim.
Dari Zimbabwe sebenarnya kita dapat menarik pelajaran, bahwa uang kertas rawan mengalami inflasi. Zimbabwe berupaya untuk mengakhiri kemerosotan mata uang dolar lokalnya dengan mengganti mata uang mereka dengan mata uang berbasis emas yakni Zimbabwe Gold (ZiG) yang merupakan langkah terbaru Zimbabwe untuk menstabilkan kembali perekonomian nya yang terlah lama terpuruk dalam krisis ekonomi selama bertahun-tahun.
Keunggulan Mata Uang Emas dan Perak
Mata uang emas dan perak telah menjadi bagian integral dari sistem ekonomi zaman dahulu. Bahkan sebelum kemunculan Islam, emas dan perak telah digunakan oleh bangsa Lybia sekitar tahun 570-546 SM sebagai alat tukar. Praktik penggunaan mata uang emas dan lerak juga digunakan oleh bangsa Yahudi, Romawi, dan Yunani.
Bahkan mata uang dinar (emas) berasal dari bahasa Romawi yaitu denarius dan dirham berasal dari bahasa Persia yaitu drachma. Masuknya mata uang dinar dan dirham ke Jazirah Arab terkait dengan ekspansi pedagang Syam di bawah pengaruh Romawi dan pedagang Yaman di bawah pengaruh Yunani. Saat dinar dan dirham masuk sebagai alternatif alat pembayaran saat itu, Rasulullah saw. tidak menolak bahkan ikut menggunakan dinar dirham sebagai alat transaksi ekonomi.
Mata uang dinar dan dirham memiliki nilai legitimasi yang sangat kuat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Hal ini terbukti dari beberapa keunggulan mata uang berbasis emas dan perak tersebut, yaitu:
Pertama, nilai tukar antarnegara relatif stabil, sebab mata uang masing-masing negara berdasarkan pada emas yang memang memiliki nilai stabil.
Kedua, emas dan perak akan menciptakan keseimbangan neraca pembayaran antarnegara secara otomatis.
Ketiga, emas dan perak memiliki keunggulan yang sangat prima, yakni berapa pun kuantitasnya dapat mencukupi kebutuhan pasar dalam pertukaran mata uang.
Keempat, emas dan perak memiliki kurs yang stabil.
Kelima, kecil kemungkinan terjadi inflasi.
Masalah-masalah moneter saat ini, terjadi karena hampir seluruh negara tidak menjadikan emas dan perak sebagai standar mata uang dan berpindah ke sistem uang kertas (fiat money).
Baca: zimbabwe-hiperinflasi-koin-emas-jadi-solusi
Kemampuan Sistem Islam Menjaga Stabilitas Ekonomi
Adanya ekspansi yang dilakukan oleh negeri Syam dan Yaman ke wilayah Jazirah Arab hingga Rasulullah menggunakan dinar dan dirham dalam transaksi ekonomi memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan Islam. Menurut Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitab Sistem Ekonomi Islam dinar (emas) dirham (perak) merupakan standar mata uang dalam sistem ekonomi Islam.
Rasulullah sendiri menetapkan dinar dan dirham sebagai alat tukar perniagaan yang sah dan membuat standar tiga jenis dirham yang beredar menjadi satu jenis dirham yakni dirham 14 qirat. Dinar dan dirham kemudian mengalami proses lagi dari segi bobot dan kandungan emasnya. Rasulullah memerintahkan sahabat Arqam bin Abi Arqam untuk menempa emas dan perak. Saat masa Khalifah Umar bin Khattab, dinar dan dirham ditambah lafal hamdalah dan Muhammadurasulullah sebagai identitas kuat mata uang dalam sistem Islam.
Dengan kekuatan mata uang dinar dan dirham yang akan tahan dengan hantaman roda ekonomi, para ulama lalu menjadikan dinar dan dirham sebagai tolok ukur dalam menentukan nisab zakat. Seperti pernyataan Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) bahwasanya dalam zakat emas itu adalah 20 mitsqal (dinar).”
Stabilitas ekonomi, tentu menjadi prioritas dalam sistem Islam. Terbukti dengan penggunaan mata uang dinar dan dirham menjaga agar roda perekonomian tetap stabil dan terjaga. Dinar yang terbuat dari emas dan dirham dari perak adalah solusi dari masalah ketidakstabilan mata uang dunia. Wallahu A’lam Bishowab.
Semua yang berasal dari Islam pasti yang terbaik untuk umat karena Islam datang dari Zat Yang Maha Baik. Termasuk di dalamnya Dinar dirham
Saatnya kembali pada sistem ekonomi Islam. Sudah terbukti sistem keuangan Islam tahan krisis
Iya, mata uang dinar dan dirham tidak ada tandingan
Terbukti Sistem ekonomi Islam emang the best..