"Ajining dhiri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono", maknanya adalah kemuliaan atau harga diri manusia ditentukan oleh apa yang diucapkannya, serta kemuliaan badannya tergantung bagaimana dia berpenampilan.
Oleh. Aya Ummu Najwa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Manusia adalah makhluk paling sempurna yang Allah ciptakan. Manusia pun diciptakan oleh Allah disertai dengan berbagai keutamaan dan kemuliaan. Salah satu keutamaan manusia yang diberikan oleh Allah dan tidak diberikan kepada makhluk lain adalah kenikmatan berbicara melalui lisan kita. Dengan lisan, kita dapat mengumandangkan ayat-ayat Allah, berzikir menyebut nama-Nya, berkomunikasi dengan manusia, nasihat-menasihati, berselawat, bahkan bercanda dan bercengkerama.
Ya, dalam Islam bercanda dan bergurau itu boleh-boleh saja untuk menambah keakraban suasana, menambah kasih sayang, dan sebagainya. Akan tetapi, meski bercanda diperbolehkan, ada aturan-aturan yang harus diperhatikan. Apalagi sebagai seorang muslim yang sadar bahwa setiap tingkah laku, baik ucapan dan perbuatannya, akan ada pertanggungjawaban kelak di hadapan Allah. Karena itu, setiap manusia harus menjaga kemuliaan sebagai makhluk Allah Swt. dengan tidak berbicara semaunya.
Kemuliaan Kita Ada pada Lisan
Mungkin kita pernah mendengar pepatah Jawa, "Ajining dhiri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busono", yang mempunyai makna bahwa kemuliaan atau harga diri manusia ditentukan oleh apa yang diucapkannya, serta kemuliaan badan kita tergantung bagaimana kita berpenampilan. Pepatah ini secara jelas mengungkapkan agar manusia berhati-hati dan menjaga ucapannya, karena setiap ucapan itu membawa akibat yang mungkin ditimbulkan.
Harus dipahami bahwa ucapan mempunyai peran yang sangat penting bagi manusia, bahkan dapat menunjukkan harga diri dan menentukan kemuliaan seseorang. Apa pun yang dia ucapkan akan membawa kesan pada orang yang mendengarkan dan siapa yang dia ajak bicara. Jika seseorang senantiasa mengucapkan kata-kata kotor, keji, banyak mengandung kebencian, suka mengejek, menghina, mem-bully, gibah, umpatan, bahkan fitnah, dapat dipastikan orang akan memandangnya sebagai orang yang negatif, tidak memiliki harga diri, serta berwawasan rendah.
Berbeda dengan orang yang senantiasa menjaga lisannya, tidak mengucapkan kata-kata kecuali kebaikan, menahan diri dari menyakiti saudaranya, bercanda dengan sewajarnya tanpa harus menghina, mengejek, body shaming, dll., maka dia pun akan dipandang dengan keutamaan. Orang akan menghormatinya, memuliakannya, dan menjaga sopan santun kepadanya.
Selain itu, kata-kata yang kita ucapkan mempunyai efek yang tak main-main. Banyak orang celaka karena tak bisa menjaga lisannya, karena menyinggung atau menyakiti orang lain sehingga menimbulkan dendam dan kebencian. Sebaliknya, tak jarang kita mendapatkan kebaikan dan bertambahnya keberkahan hidup yang berawal dari kata-kata baik kita.
Menjaga Kemuliaan Diri dalam Islam
Sebagai makhluk sosial, dalam keseharian kita selalu berinteraksi dengan orang lain, baik keluarga, saudara, tetangga, sahabat, teman kerja, dan sebagainya. Dalam berinteraksi, tidak mungkin kita akan diam saja, pasti akan ada interaksi dan komunikasi sehingga dalam hal demikian tak jarang kita tanpa sadar tergelincir lidah karena terbawa suasana akrab dan biasa. Sementara itu, menjaga lisan dan berpikir sebelum berbicara agar tidak menyinggung perasaan orang lain sangatlah diperlukan. Jangan sampai kerenggangan hubungan kekeluargaan, kekerabatan, persahabatan, dan terputusnya silaturahmi terjadi disebabkan oleh kesembronoan kita dalam berucap.
Tak hanya dari falsafah Jawa di atas saja, Islam pun sangat peduli dalam hal menjaga kemuliaan dan harga diri umatnya, termasuk menjaga lisan sebagai penerjemah hati dan tingkah laku seorang hamba. Islam memerintahkan setiap muslim agar lebih baik diam daripada berkata-kata yang tidak baik, nirfaedah, dan berisiko menyakiti orang lain. Betapa banyak silaturahmi yang terputus, kekerabatan yang pecah, persahabatan yang hancur, relasi yang rusak karena kesalahan manusia dalam bertutur kata.
Lidah dikatakan lebih tajam daripada pedang. Dia dapat menebas apa pun dan siapa pun, jika tidak digunakan dengan ilmu dan iman. Dia juga dapat menyebabkan banyak luka sehingga jika kiranya seorang hamba tidak mampu mengucapkan kata-kata yang baik, diam adalah lebih baik baginya. Sebagaimana pesan Rasulullah dalam hadis riwayat Imam Bukhari berikut, “Siapa saja yang mengimani Allah dan hari akhir (kiamat), maka hendaknya dia berkata yang baik atau lebih baik dia diam.”
Keutamaan Menjaga Lisan
Dalam sebuah mahfuzat atau pepatah Arab disebutkan,
سلامات الإنسان في حفظ لسان.
"Keselamatan seorang insan tergantung bagaimana dia menjaga lisannya."
Kepribadian yang mulia akan terpancar dari bagaimana kita menjaga lisan. Imej positif pun akan tercitra dari diri kita sehingga orang lain akan senang dan suka berinteraksi dengan kita, bukan malah takut dan enggan. Mereka akan mudah memercayai kita sehingga merasa aman dan nyaman ketika akan berbicara atau bermusyawarah. Hal sebaliknya pun demikian, jika lisan kita tidak terkendali sehingga mudah mengucapkan hal-hal buruk yang sering menyakiti orang lain, bercanda berlebihan, mengatakan omong kosong hingga hilanglah kemuliaan dirinya, orang lain pun akan merasa enggan dan menghindari untuk berbicara dengan kita karena sekali imej kita tercitra dengan buruk, akan sangat sulit untuk diubah.
Baca: lisan-cerminan-hati/
Kita pasti akrab dengan ungkapan "Lidah tak bertulang", yang berarti orang yang mudah berkata, mengumbar janji, pemberi harapan palsu pada orang lain, mudah mengucapkan kata-kata kotor yang menyakiti orang lain. Lidah adalah anggota badan yang benar-benar harus dijaga dan dikendalikan. Lidah merupakan penerjemah sekaligus pengungkap isi hati manusia, dia laksana cermin yang memantulkan siapa diri kita dengan begitu jelasnya. Rasulullah mengingatkan umatnya untuk berhati-hati dalam menjaga lisan, karena dia menjadi cerminan kelurusan hati dan keimanan seseorang. Di dalam Musnad Imam Ahmad, no. 12636, yang dihasankan oleh Syekh Salim al-Hilali di dalam kitab Bahjatun Nazhirin, 3/13, dari sahabat Anas bin Malik, Rasulullah bersabda,
"Tidaklah akan istikamah iman seseorang, sampai istikamah hatinya. Dan tidaklah akan istikamah hati seseorang, sampai istikamah lisannya. Dan tidaklah akan masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya."
Allah taala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sebagian orang laki-laki merendahkan sebagian yang lain, bisa jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sebagian perempuan merendahkan sebagian lainnya, bisa jadi yang direndahkan itu lebih baik dari yang merendahkan." (QS. Al-Hujurat: 11)
Tak hanya dalam bergurau yang berlebihan, terkadang tanpa kita sadari ucapan buruk yang menyakiti hati saudara kita pun terjadi tatkala kita tengah melakukan kebaikan. Tak sedikit orang yang bersedekah atau berbagi rezeki dengan orang lain diiringi dengan kata-kata kasar, mengejek, menghina, bahkan merendahkan harga diri si penerima sehingga tanpa kita sadari sia-sialah apa yang kita lakukan itu. Padahal, dalam surah Al-Baqarah ayat 263 Allah berfirman, “Ucapan yang baik dan pemberian maaf adalah lebih baik daripada memberi sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima).”
Menjaga kemuliaan Diri dalam Bermedia Sosial
Dalam era digital seperti sekarang ini, interaksi manusia tak terbatas dalam dunia nyata semata, tetapi telah bergeser ke dunia maya sehingga komunikasi di dunia digital ini pun seakan tak ada bedanya dengan dunia nyata. Segala hal yang terjadi di dunia nyata pun ada dan bisa terjadi di dunia daring. Berbincang, ngobrol, diskusi, chatting hingga menuntut ilmu, tak hanya hal-hal positif saja, tetapi juga banyak hal negatif pun terjadi di dunia maya lewat media sosial ini, seperti gibah, bulliying, kejahatan cyber, dan sebagainya.
Jika di dunia nyata lisan menjadi pemeran utama dalam interaksi, di dunia maya tulisan yang kita ketik mewakili lisan kita sehingga hukum tulisan kita pun sama dengan lisan kita. Tulisan kita sama dengan lisan kita sehingga apa pun yang kita tulis adalah cerminan dari kepribadian diri kita. Jika postingan kita banyak gosip sana sini, menebar fitnah, mengejek dan menghina, serta menyebar kebencian di mana-mana, itulah cerminan hati kita dan itulah yang akan kita pertanggungjawabkan kelak. Begitu pun sebaliknya.
Jadi, bermedia sosial pun kita juga harus memperhatikan adab-adab dan berhati-hati dalam menjaga apa yang kita ucapkan atau kita tulis. Bermedia sosial pun harus menjaga kemuliaan diri, bijak dalam bertutur, dan bertingkah laku. Tulislah dan postinglah hal-hal yang positif, raih pahala dengan menyebarkan kebaikan dan manfaat. Karena kelak semua jejak digital kita akan diperlihatkan kembali oleh Allah di padang mahsyar, sama seperti perilaku kita di dunia nyata.
Khatimah
Dari sini kita bisa pahami bahwa kemuliaan diri ada pada apa yang kita ucapkan. Manusia harus selalu berhati-hati dan menjaga setiap lisannya. Kita harus senantiasa mempertimbangkan dan berpikir secara cermat apa yang akan kita ucapkan mengingat akibat yang akan ditimbulkannya. Karena kata-kata adalah pancaran dari pikiran dan kepribadian seseorang. Ucapan merupakan citra harga diri seorang manusia. Dengan ucapan, kita akan dihormati dan dimuliakan, ataukah sebaliknya kita akan dihinakan dan diremehkan karena ucapan kita. Wallahu a'lam bissawab.[]
Masyaallah, barakallah Mbak Aya.
Lidah tidak bertulang, tetapi tajam bagai pedang. Semoga kita bisa menjaga lisan kita dengan baik. Aamiin
Lisan. Semoga kita bisa menggunakannya untuk mengucapkan kebaikan Islam agar selamat dunia akhirat. Barakallah mba @Aya.
Jadi pengingat diri untuk hati-hati di setiap perkataan yang diucapkan.
Orang sering kali kena masalah karena lisan yang sembarangan.
Gara2 lisan yg tak terjaga, hati menjadi terluka dan sulit untuk menyembuhkannya.
Semoga kita termasuk orang yang menggunakan lisan untuk kebaikan dan kebenaran.
Aamiin.. iya Yunda..salah satu jalan yang banyak menjerumuskan umat manusia ke dalam neraka adalah lisan yang tak terjaga..ngeri
Fokus ke imagenya, ngeri.
Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa menjaga lisannya.
Iya mb Isty, Pemred selalu all out n tak pernah gagal bikin image yang membuat terpana yang menggambarkan isi naskah
Barakallah Mb Aya tulisan ini sarat dg nasihat. Betapa lisan harus betul2 dijaga oleh pemiliknya saat hendak berucap. Apakh itu perlu, apakah itu baik, apakah itu benar, dan terpenting lg apakah Allah rida atau justru mendatangkan kemurkaannya.
Jazakillah khairan Mb Aya dan NP naskahnya keren, self remimber
Benar mb Mimy..Kadang karena dah merasa akrab dan dekat akhirnya suka becanda sembarangan dan kebablasan mb..yg tak jarang membuat renggang hubungan..
Iya mbak, ucapan bak laksana pedang lebih baik diam jika tidak bisa berkata baik...
Iya mb, semoga Allah senantiasa menjaga kita dan memudahkan kita menjaga lisan kita