Sistem Islam menjamin penegakan hukum berjalan sesuai dengan syariat (hukum Allah Swt.) sehingga bebas dari segala kepentingan.
Oleh. Ria Nurvika Ginting, SH., MH
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Gregorius Ronald Tannur yang menganiaya kekasihnya Dini Sera Afrianti, pada bulan Oktober 2023 lalu hingga korban kehilangan nyawa merupakan anak dari Edward Tannur, yakni salah satu anggota Fraksi PKB di DPR RI telah divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 28 Juli 2024 lalu. Pada awalnya, Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce menyebutkan, Ronald dijerat dengan pasal berlapis berdasarkan fakta kejadian dan alat bukti, ia pun terancam maksimal 12 tahun penjara.
Namun, majelis hakim menilai Edward Tannur tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang dituangkan dalam dakwaan pertama Pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP atau Pasal 259 KUHP dan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Padahal barang bukti berupa rekaman CCTV dan hasil visum korban telah dihadirkan dalam persidangan. Pertimbangan majelis hakim Erintuah Damanik menyatakan terdakwa Ronald Tannur masih berupaya melakukan pertolongan terhadap korban di saat masa-masa kritis. Sebelum dan sesudah sidang pun hakim ini mengatakan bahwa ia manusia biasa dalam mengadili kasus ini. (jpnn.com, 28 Juli 2024)
Ilusi Keadilan
Perilaku kejam yang dilakukan oleh Ronald mendapatkan respons dari Komnas Perempuan yang menyatakan perlakuan seperti ini yakni penganiayaan pada perempuan hingga berujung kematian karena kurangnya kespesifikan hukum. Seharusnya kasus seperti ini dikategorikan ke dalam penggolongan kasus femisida. Dengan adanya penggolongan ini, maka perempuan yang mengalami kekerasan yang biasanya pelaku memiliki relasi dengan korban seperti kekasih, teman kencan, dan suami akan mendapatkan sanksi yang lebih berat.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Mike Verawati menyampaikan penanganan kasus-kasus femisida belum efektif di Indonesia. Karena masih dikelompokkan sebagai pembunuhan umum. (tirto.id, 11-10-2023)
Aktivis perempuan melihat bahwa sisi genderlah (femisida) yang menyebabkan perempuan tidak mendapatkan keadilan di hadapan hukum. Mereka berupaya untuk memberikan solusi kembali dengan memberikan perlindungan dari sisi gender bagi kaum hawa. Namun, apa pun itu jika sistemnya masih dengan sistem yang diterapkan seperti saat ini, meskipun kejahatan tersebut dikategorikan dari sisi gender (femisida) maka keadilan hanyalah ilusi bagi setiap insan mau laki-laki atau pun perempuan. Mengapa demikian?
Hal ini dikarenakan oleh sistem kapitalisme-sekularisme yang diterapkan di tengah-tengah kita saat ini berdiri atas dasar pemisahkan agama dari kehidupan. Sehingga yang diberikan amanat untuk membuat hukum adalah manusia. Sistem demokrasi yang merupakan turunan dari sistem tersebut memberikan wadah untuk sekelompok manusia merancang dan membuat hukum (undang-undang). Selain itu, sistem kapitalisme-sekulerisme memiliki standar dalam kehidupan yakni materi/keuntungan atau modal. Bagi yang memiliki modal maka memiliki kuasa untuk mengatur. Di sini negara hanya memiliki peran sebagai regulator. Dengan demikian, hukum tersebut dapat ditawar-tawar bahkan digonta-ganti sesuai dengan kepentingan yang memiliki modal. Wajar dikatakan hukum saat ini tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Dari kasus Ronald kita bisa lihat mengapa hukum yang didakwakan kepada dirinya akhirnya dinyatakan tidak sah dan divonis bebas dari dakwaan tersebut. Padahal bukti-bukti telah jelas menunjukkan kejahatan yang dilakukannya. Namun, Ronald lolos begitu saja. Bukan karena sisi gender tapi kembali lagi hukum sesuai dengan yang memiliki kepentingan. Apabila Ronald dihukum sesuai dengan hukuman yang ada, yakni 12 tahun penjara, apakah hukuman ini setimpal dengan apa yang telah diperbuat Ronald dan apakah dengan hukuman ini akan membuat jera pelaku di kemudian hari? Banyaknya kasus tindak kriminal terhadap perempuan ataupun kelompok yang rentan dengan tindak kriminal (anak-anak) cukup menjadi bukti bahwa hukum saat ini memang tidak memberikan efek jera apalagi keadilan.
Hukum Islam Memberi Keadilan
Sistem Islam yang berdiri atas dasar akidah Islam telah menetapkan bahwa yang berhak untuk membuat hukum hanyalah Allah Swt. yang telah menciptakan manusia dengan seperangkat aturan yang harus ditaati oleh seluruh manusia. Syariat Islam (hukum Allah Swt.) menjadi standar menentukan apa yang dimaksud dengan kejahatan sekaligus menentukan sanksinya. Dengan pijakan yang khas inilah hakim (qadhi) memberikan putusan hukum yang ada kepada seluruh masyarakat.
https://narasipost.com/opini/11/2023/mewujudkan-jaminan-keamanan-perempuan-dengan-islam/
Islam telah menjelaskan sejumlah aturan untuk menjamin keberhasilan penegakan hukum yang antara lain: (1) Semua produk hukum bersumber dari wahyu Allah Swt., (2) Kesetaraan di hadapan hukum, (3) Mekanisme pengadilan yang efektif dan efisien, (4) Hukum merupakan bagian integral dari keyakinan, (5) Lembaga Peradilan tidak tumpang tindih, (6) Setiap keputusan harus ditetapkan dalam majelis peradilan.
Selain itu, sistem Islam menjamin penegakan hukum berjalan sesuai dengan syariat (hukum Allah Swt.) sehingga bebas dari segala kepentingan. Setiap sengketa yang terjadi akan diselesaikan dengan mudah karena kepemimpinan Islam bersifat tunggal. Maka dari sini jelas bahwa keadilan tidak akan terwujud di tengah masyarakat jika seluruh ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tidak distandarkan kepada syariat Islam. Hanya dengan adanya institusi Daulah Khilafah Islamiah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah yang akan memberikan jaminan bahwa seluruh hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan peradilan diambil dari Al-Qur’an dan Sunah. Hanya dengan inilah maka keadilan akan terwujud di tengah masyarakat. []