Mengubah sistem kapitalisme demokrasi dengan penerapan syariat Islam menjadi sebuah kewajiban, sebab kapitalisme demokrasi hanyalah sistem buatan manusia biasa yang terbatas konsep berpikirnya.
Oleh. Ummi Fatih
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dampak buruk dari penerapan sistem kapitalisme yang dianut oleh kebanyakan negara-negara di dunia ini semakin tampak jelas merusak kehidupan. Landasan dasar sistem kapitalisme yang hanya fokus mengejar keuntungan materialistik, membuat para pejabat pemerintahan negara pun lebih berkosentrasi menguntungkan dirinya sendiri. Mereka tidak melayani rakyat yang seharusnya menjadi tanggung jawab kepemimpinannya dalam negeri.
Akibatnya, masyarakat yang sudah lama ditekan kebijakan negara menjadi bangkit menggelar aksi demonstrasi untuk menyampaikan pendapatnya yang bertentangan dengan pemerintah dan para pendukungnya.
Namun sayangnya, penyampaian pendapat melalui sistem demokrasi yang dianut negara cenderung menyulut aksi kerusuhan yang banyak merusak kehidupan dalam negeri.
Misalnya, dalam sejarah reformasi Indonesia pada tahun 1998 lalu. Kekuasaan rezim Orde Baru yang memimpin Indonesia dikenal sebagai pemerintahan diskriminatif dan tidak adil, membuat masyarakat merasa kecewa berkepanjangan. Oleh karena itu, mereka menggelar berbagai aksi protes keras yang banyak menelan korban jiwa demi menuntut perubahan konstitusional. Bahkan berupa aksi keras pemukulan mundur sang kepala negara yang sudah lama tidak bisa memakmurkan rakyatnya.
Selain itu, di tahun 2024 ini, aksi unjuk rasa yang berubah menjadi kerusuhan akibat penerapan sistem kapitalisme juga masih terjadi di dunia. Sebagaimana dalam kutipan berita tirto.id yang melaporkan bahwa sejak 1 Juli telah terjadi bentrokan massal yang menelan puluhan korban jiwa dari aksi besar demonstrasi mahasiswa Bangladesh yang merasa tidak puas terhadap kebijakan kapitalistik pemerintahnya. Terutama mengenai pembatasan kuota seleksi pegawai negeri sipil (PNS) yang lebih mengedepankan keluarga pejuang kemerdekaan yang dinilai sebagai kalangan dekat Hasina, sang perdana menteri Bangladesh yang telah berkuasa sejak 2009. (Tirto.id, 19/7/2024)
Ironisnya lagi, sistem demokrasi hanya mengedepankan kebebasan berpendapat, tanpa mencari solusi yang tepat. Akibatnya, masalah yang dihadapi masyarakat tidak pernah bisa terselesaikan dan impian kesejahteraan hidup mereka pun makin jauh dari kenyataan.
https://narasipost.com/world-news/08/2022/berharap-pada-demokrasi-no-way/
Hal itu terbukti dari kehidupan demokratis di Indonesia. Apabila sebelumnya dikatakan bahwa tekanan hidup masyarakat yang membuat mereka tidak bisa meraih kesejahteraan adalah dari pengekangan hak berpendapatnya untuk memilih seorang kepala negara. Maka, pada faktanya setelah kebebasan berpendapat dalam agenda pemilihan umum itu dijalankan dengan sistem demokrasi, setiap orang yang berhasil terpilih dan menduduki kursi kekuasaan negara ternyata tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Bahkan justru lebih sering membuat masalah baru menjelang habisnya masa jabatan yang mereka miliki.
Lantas, sistem pemerintahan apa yang jauh lebih baik dan sempurna untuk mengubah sistem kapitalisme dan demokrasi?
Islam Solusi Terbaik
Dari berbagai fakta peristiwa buruk yang menyulut kerusuhan demonstrasi massal akibat penerapan sistem kapitalisme dan demokrasi, dapat kita ketahui bahwa 2 sistem pemerintahan tersebut tidaklah berkualitas baik untuk dijalankan. Hal ini karena keduanya memang hanyalah sistem buatan manusia biasa yang terbatas konsep berpikirnya.
Jauh berbeda dengan sistem syariat Islam yang dibuat oleh Allah Swt., Zat Maha Pencipta yang Maha Tahu segalanya, sehingga segala ketentuan-Nya yang ada dalam sistem syariat Islam akan membawa berkah melimpah yang membuat hidup sejahtera.
Seperti halnya negeri daulah Khilafah yang dahulu kala pernah menerapkan sistem atau syariat Islam dalam ketentuan hidupnya. Maka, pemikiran para manusia penghuni negeri itu pun tidak teracuni konsep sesat seperti kapitalisme dan demokrasi.
Alhasil, para pejabat pemerintahan tidak akan salah dalam menyusun kebijakan yang sesuai dengan metode syar'i. Karena itu, penduduk yang menjadi warga negaranya pun merasakan kedamaian hidup yang sejahtera sepanjang masa pemerintahannya.
Andai kata suatu kali masyarakatnya ingin menyampaikan pendapat yang berbeda dengan sang khalifah pemimpin negara, maka teriakan pendapat itu dapat diajukan dengan damai oleh para wakil rakyat yang bertakwa dari kalangan muslim, maupun nonmuslim dalam suatu lembaga negara yang disebut majelis umat.
Masyarakat pun tidak perlu khawatir akan adanya konspirasi terselubung antara penguasa dan para wakil rakyat, sebab ketentuan untuk dipilih menjadi anggota majelis umat adalah orang yang memang dikenal langsung karakternya oleh masyarakat.
Tidak seperti metode pemilihan wakil rakyat dalam sistem demokrasi yang pengajuan calonnya hanya terbatas bagi sejumlah orang tertentu dalam kelompok partai demokratis. Hasilnya, masalah kesalahan memilih wakil rakyat yang justru berkhianat pada masyarakat masih terus berlanjut hingga saat ini.
Dalam majelis umat pun, para wakil rakyat yang telah terpilih akan bermusyawarah bersama khalifah dan para pejabat pemerintahan lainnya dengan standar konsep syariat Islam. Karenanya, solusi yang dihasilkan pun akan lebih mengarah pada kebenaran yang akan membawa kesejahteraan. Bukan hanya sekadar diskusi musyawarah dengan konsep pemikiran salah dan terbatas dari akal para manusia biasa.
Wallahu a'lam bishawab.[]