Karhutla Berulang, Mitigasi Setengah Hati?

Karhutla Berulang

Karhutla yang kini menjadi musibah tahunan merupakan salah satu dampak dari kapitalisasi hutan yang berlindung di balik kebijakan konsesi.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)

NarasiPost.Com-Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus berulang di sebagian wilayah negeri ini. Beberapa wilayah yang rawan terjadi kebakaran hutan adalah Sumatra dan Kalimantan. Berbagai upaya untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Satu titik api padam, muncul titik api lainnya di tempat berbeda, apalagi saat musim kemarau tiba. Akibat kebakaran tersebut, negara mengalami kerugian ekonomi hingga miliaran rupiah.

Hal itu diungkapkan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartanto saat memimpin apel siaga karhutla di Griya Agung Palembang, Sabtu (20-7-2024). Airlangga menyebut, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatra pada 2022 ditaksir mencapai Rp150 miliar, di Sumatra Selatan mencapai Rp42,7 miliar, dan di Ogan Komering Ilir mencapai Rp11,4 miliar.

Kerugian akibat karhutla, kata Airlangga, juga sangat berpengaruh pada beban negara. Alokasi anggaran tahunan yang digunakan untuk memadamkan kebakaran seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan lainnya jika karhutla bisa ditekan lebih awal. Selain kerugian ekonomi, kebakaran hutan dan lahan juga berdampak buruk bagi kesehatan. Karhutla sudah menjadi bencana tahunan yang nyaris berulang setiap tahun. Jika tak segera dicari solusi permanen, karhutla akan berdampak lebih besar, baik terhadap ekonomi, lingkungan, maupun manusia.

Mitigasi dan Penanggulangan Karhutla

Pemerintah memang tak tinggal diam menyikapi maraknya karhutla di beberapa wilayah. Berbagai upaya telah dilakukan, baik sebagai langkah mitigasi maupun penanggulangan bencana. Sebagai mitigasi bencana, pemerintah melakukan pendekatan ke daerah yang sering terjadi kebakaran hutan. Langkah ini dilakukan agar tidak ada pengelolaan lahan dengan cara dibakar.

Kebijakan mitigasi lainnya adalah memetakan daerah-daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan sehingga saat musim kemarau tiba pencegahan sudah bisa dilakukan. Patroli udara juga dilakukan di wilayah-wilayah tertentu untuk menjaga keberadaan titik api. Tak ketinggalan, penegakan hukum juga dilakukan terhadap para pembakar hutan.

Pemerintah juga melakukan langkah penanggulangan, seperti melakukan operasi darat dan udara, yakni dengan mengerahkan helikopter patroli dan helikopter water bombing di daerah-daerah prioritas yang rawan kebakaran. Beberapa daerah prioritas tersebute seperti Sumatra Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

Langkah lainnya yang dilakukan adalah menggencarkan operasi modifikasi cuaca. Operasi ini dilakukan untuk mengisi kubah air di lahan gambut yang menjadi sumber utama terjadinya karhutla. Efektivitasnya pun disebut signifikan karena mampu menurunkan titik panas yang ada di Sumatra dan Kalimantan. Langkah mitigasi dan penanggulangan kebakaran hutan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan karhutla yang tak kunjung usai.

https://narasipost.com/opini/07/2024/karhutla-merugikan-negara-hingga-miliaran-rupiah/

Sayangnya, strategi pemerintah dalam menanggulangi karhutla belum berdampak signifikan. Buktinya dapat dilihat dari kasus kebakaran hutan dan lahan yang masih sering terjadi, apalagi saat musim kemarau tiba. Titik panas pun masih terdeteksi di sebagian wilayah yang berpotensi menyebabkan kebakaran.

Mengutip data SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terdapat 165 titik panas yang masih terdeteksi di Indonesia. Dari 165 titik panas yang terdeteksi, terdapat dua titik dengan skala tinggi, 161 titik panas dengan skala sedang, dan 2 titik panas lainnya berskala rendah. (katadata.co.id, 23-6-2024)

Pemerintah beralasan sangat sulit memadamkan api saat kebakaran sudah telanjur membesar, apalagi jika api membakar lahan gambut. Proses penanggulangan karhutla juga terhambat beberapa hal, seperti ketersediaan peralatan yang memadai, jumlah personel, mobilisasi, biaya operasional, dan lain-lain.

Karhutla Tak Sekadar Persoalan Teknis

Berulangnya kasus karhutla seharusnya menjadi evaluasi bagi pemerintah tentang mitigasi penanganan bencana yang sudah dilakukannya. Apakah upaya penanganan dan pencegahan karhutla sudah efektif atau justru tidak berdampak signifikan? Jika melihat masih berulangnya karhutla di beberapa wilayah, sejatinya menunjukkan bahwa mitigasi dan penanggulangan yang dilakukan pemerintah masih setengah hati.

Pemerintah sebenarnya sudah menjelaskan tentang penyebab karhutla dan menentukan titik-titik prioritas yang rawan terjadi kebakaran. Jika sudah mengetahui sebab dan titik prioritas kebakaran, mengapa pemerintah tidak bertindak cepat melakukan berbagai upaya agar kejadian serupa tidak berulang? Pemerintah seharusnya tak seperti pemadam kebakaran yang baru bertindak saat kebakaran sudah membesar dan sulit dikendalikan.

Selain itu, penanganan karhutla yang hanya fokus pada tindakan teknis sejatinya tidaklah cukup. Hal ini karena permasalahan karhutla bukan semata masalah teknis, melainkan sudah menjadi persoalan sistemis. Karhutla yang kini menjadi musibah tahunan merupakan salah satu dampak dari kapitalisasi hutan yang berlindung di balik kebijakan konsesi. Legalisasi perusakan hutan sendiri terjadi setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Kehutanan.

Konsekuensi Logis Penerapan Kapitalisme

Sejak pemberlakuan UU tersebut, eksploitasi hutan secara jorjoran dilegalkan. Korporasi kemudian diizinkan membuka dan membakar hutan, meski dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. UU tersebut juga menyebabkan deforestasi makin menggila. Inilah penyebab utama mengguritanya karhutla di negeri ini yang seharusnya disadari pemerintah.

Pemerintah seharusnya membuat kebijakan larangan eksploitasi hutan oleh korporasi demi menjaga aset negara dari penjarahan. Selain itu, sanksi tegas seharusnya diberikan terhadap para pembakar hutan, bukan sekadar sanksi ringan yang tidak memberi efek jera.

Alih-alih melindungi hutan, pemerintah justru membuat regulasi yang lebih berpihak pada korporasi. Dengan menerbitkan kebijakan konsesi saja sudah menunjukkan bahwa pemerintah hanyalah regulator dan fasilitator yang bertugas menyukseskan bisnis korporasi di negeri ini.

Dengan diberikannya izin konsesi, upaya mitigasi dan penanggulangan karhutla menjadi tidak berefek. Upaya penanggulangan karhutla pun ibarat menegakkan benang basah alias sia-sia. Bagaimana tidak, di satu sisi pemerintah memang melakukan pengawasan dan penanggulangan kebakaran yang menghabiskan anggaran besar, tetapi di sisi lain pemerintah juga melegalkan pembukaan dan eksploitasi hutan secara besar-besaran atas nama konsesi.

Demikianlah, pemberian izin konsesi hutan yang mengakibatkan alih fungsi lahan dan deforestasi adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem kapitalisme. Negara yang seharusnya melayani rakyat, termasuk menjaga rakyatnya dari bahaya karhutla, justru melegalisasi eksploitasi dan pemanfaatan hutan melalui UU. Alhasil selama sistem kapitalisme masih digunakan sebagai rujukan dalam mengelola hutan dan kebebasan kepemilikan masih menjadi dasar untuk menguasa aset-aset strategis, persoalan karhutla mustahil akan berhenti.

Solusi Islam terhadap Karhutla

Sistem kapitalisme terbukti gagal mengendalikan karhutla, ini berbeda halnya dengan Islam. Islam adalah agama dan ideologi paripurna yang memiliki solusi terhadap berbagai persoalan, termasuk karhutla. Namun, persoalan karhutla hanya akan tuntas jika negara menerapkan aturan Islam kaffah. Di bawah naungan Islam, hutan tidak akan menjadi bancakan para kapitalis karena negara menerapkan kebijakan paripurna untuk memproteksinya. Kebijakan tersebut dapat menjaga aset-aset strategis negara sekaligus menjadi bagian dari mitigasi terjadinya bencana.

Mitigasi sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana menjadi tanggung jawab penguasa karena terkait dengan fungsi kepemimpinannya sebagai pengurus rakyat. Kebijakan mitigasi untuk mencegah kerusakan alam memang harus dilakukan oleh negara. Hal ini terkait fungsi penting hutan dalam menyerap air, mengeluarkan oksigen dalam jumlah besar, dan sebagai penahan tanah.

Kebijakan Hakiki dalam Melindungi Hutan

Demi melindungi hutan dari kerusakan, Islam menetapkan beberapa prinsip terkait pemanfaatan hutan.

Pertama, Islam tidak mengenal kebebasan mutlak. Artinya, semua aktivitas manusia dibatasi oleh syariat, termasuk hak kepemilikan. Dalam Islam, setiap orang boleh memiliki lahan selama mengikuti aturan yang dibenarkan syarak. Jika sudah memilikinya, pemilik lahan harus mengelolanya secara produktif. Tanah yang sudah dimiliki tersebut juga tidak boleh ditelantarkan lebih dari tiga tahun. Jika ditelantarkan lebih dari tiga tahun, status tanah berubah menjadi tanah mati. Tanah mati tersebut kemudian akan diambil negara dan diberikan kepada orang lain yang mampu menghidupkannya.

Satu hal yang harus diingat, pengelolaan lahan tidak boleh dilakukan dengan pembakaran atau menghilangkan unsur hara di dalamnya. Di sisi lain, demi membangun kesadaran masyarakat akan kewajiban menjaga alam dan ekosistem, negara akan melakukan edukasi. Negara juga akan mengawasi dan mengontrol setiap aktivitas yang bertujuan memanfaatkan hutan. Tak hanya itu, negara juga akan memberikan sanksi tegas bagi siapa saja yang melakukan perusakan hutan.

Kedua, Islam menetapkan bahwa hutan merupakan kepemilikan umum. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Ahmad, "Manusia berserikat dalam kepemilikan atas tiga hal, yakni air, padang gembalaan, dan api."

Dengan statusnya sebagai kepemilikan umum, pengelolaan hutan tidak boleh diserahkan pada swasta, baik lokal maupun asing. Pengelolaan hutan hanya boleh dilakukan oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk dimanfaatkan.

Ketiga, jika eksplorasi hutan berpotensi menimbulkan bahaya dan bencana ekologis bagi masyarakat, negara boleh memproteksi hutan sebagai kawasan konversi dengan menetapkannya sebagai hima. Negara juga boleh melakukan pemeliharaan hutan demi melindungi hak-hak ekologi dan sumber daya alam yang asli.

Dengan penerapan prinsip tersebut, kawasan hutan akan terhindar dari eksploitasi ugal-ugalan. Jika hutan bisa dilindungi dengan baik, kerusakan akibat karhutla bisa dicegah. Namun, penjagaan tersebut hanya akan sempurna di bawah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah. Di bawah naungan Khilafah, rakyat terjaga dari bahaya, hutan pun terpelihara dari tangan-tangan serakah para pemilik modal.

Khatimah

Mengguritanya karhutla merupakan wujud nyata kegagalan negara dalam melindungi rakyat dan menjaga kelestarian alam. Karhutla yang merupakan bencana sistemis hanya mampu diselesaikan dengan solusi sistemis pula. Solusi terbaik dan satu-satunya yang akan menyelesaikan sengkarut pengelolaan hutan dan penjagaan alam hanyalah Islam. Di bawah sistem Islam, negara tak hanya mampu melakukan mitigasi, tetapi juga mampu menjaga kelestarian hutan dan fungsinya.

Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Bahan Berbahaya dalam Roti Kemasan
Next
Cleansing Guru Honorer, Mengapa Terjadi?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
2 months ago

Alhamdulillah, jazakunnallah khairan katsiran tim NP ❤

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram