Juara Buang-Buang Makanan di Tengah Orang Kelaparan

Juara Buang Makanan

Juara itu ketika kita membombardir industri makanan dan minum yang tidak mengindahkan halal dan tayibnya, seperti junk food, dll.

Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Permasalahan sampah plastik sudah menjadi isu global yang mengkhawatirkan karena berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan manusia. Namun, sampah makanan juga sudah sampai pada taraf membahayakan. Memang ada yang tega membuang-buang makanan? Ada, bahkan ia juara empat.

Realitasnya Indonesia menempati posisi ke empat sebagai penyumbang sampah makanan terbesar di dunia. Berdasarkan laporan United Nations Environment Programme yang dirilis cnbcindonesia.com (23-01-2024), total sampah makanan di Indonesia mencapai 20,93 juta ton per tahun. Ini setara dengan setiap orang dalam setahun membuang sampah makanan 115-184 kilogram. Sementara di sisi lain, tingkat kelaparan di Indonesia terburuk ke dua di antara negara ASEAN. Miris, bukan?

Gagasan Denda dan Insentif

Ada dua jenis sampah makanan yaitu food loss dan food waste (FLW). Food loss adalah sampah makanan yang berasal dari bahan pangan seperti sayuran, buah-buahan, atau makanan mentah yang tidak sempat diolah yang akhirnya dibuang. Sedang food waste adalah makanan yang sudah siap dikonsumsi, tetapi akhirnya dibuang di tempat sampah.

Tumpukan sampah berupa FLW dapat menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Kedua gas tersebut bisa terbawa ke atmosfer dan berpotensi merusak lapisan ozon. Karena itulah, persoalan FLW ini harus segera diatasi karena bisa menjadi salah satu penyumbang pemanasan global, pencemaran lingkungan, dan krisis pangan.

Pemerintah pun berencana akan memberlakukan kebijakan berupa denda dan insentif pajak. Diwartakan cnbcindonesia.com (13-07-2024), Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional, Nyoto Suwignyo, menyebutkan pemerintah telah mendesain program untuk menekan angka limbah pangan melalui Gerakan Selamatkan Pangan Menuju ‘Zero Waste to End Hunger’.

Konsepnya adalah jika ada yang memiliki kelebihan pangan disalurkan kepada masyarakat yang rawan pangan atau yang kekurangan gizi termasuk stunting. Untuk memastikan hal ini, ke depan dimungkinkan adanya insentif bagi bisnis yang bisa mengurangi susut dan sisa pangan atau donatur surplus makanan ke organisasi amal. Sedangkan rumah tangga atau industri yang tidak memenuhi regulasi tersebut bisa dikenai penalti, denda, dan sanksi.

Upaya ini patut dihargai. Namun, perlu dicermati apakah kebijakan ini efektif?

Menakar Kebijakan

Prof. Dr. Dwi Andreas, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB menilai upaya pemerintah dalam mengurangi sampah pangan masih jalan di tempat. Seharusnya pemerintah memiliki solusi berdasarkan fakta di lapangan karena masalah sampah makanan sangat luas dan komplek.

Berdasarkan laporan kajian FLW yang disusun Bappenas pada 2021 menunjukkan tren FL cenderung menurun, sedangkan FW cenderung meningkat. FL pada 2000 mencapai 60% lalu menurun ke 45% pada 2019. FW pada 2000 sebesar 39% menjadi 55% pada 2019.

Untuk itu, harus ada edukasi agar setiap orang sadar dan merasa bersalah ketika membuang-buang makanan. Harapannya sampah makanan yang berasal dari rumah tangga bisa berkurang.

https://narasipost.com/opini/07/2024/sampah-pangan-di-tengah-tingginya-kasus-stunting/

Namun, dari sisi pemerintah pun harus membatasi industri makanan minuman dan restoran yang menjual makanan minuman tidak sehat atau junk food. Industri dan bisnis makanan harus dibangun berdasarkan prinsip agama serta kebutuhan masyarakat, bukan perhitungan untung rugi semata.

Sedangkan pengurangan sampah berupa FL dilakukan dengan menyerap hasil panen secepatnya mengingat daya tahannya yang pendek. Jalan-jalan dan alat transportasi harus disiapkan agar hasil panen bisa didistribusikan segera kepada konsumen.

Teknologi penanganan pasca panen dan penyimpanan harus didorong untuk mengawetkan hasil panen atau diolah dengan tetap menjaga kandungan nutrisi di dalamnya. Termasuk penghentian impor buah dan sayur di saat petani sedang panen karena akan menjatuhkan harga.

Karena itu, kebijakan denda dan insentif pajak tidak efektif tatkala negara belum melaksanakan tanggung jawabnya terlebih dulu. Menjadi tidak adil bagi masyarakat terutama petani. Berat bagi mereka jika harus membayar denda sebab telah membuang hasil panennya, padahal karena kondisi tertentu.

Di Lampung Barat pernah terjadi petani tomat membuang puluhan kilogram tomat karena kecewa dengan anjloknya harga tomat yang hanya dihargai Rp600-Rp800 per kilogram. Peristiwa serupa juga pernah dilakukan petani jagung di Bima dengan memblokir akses jalan menggunakan tumpukan hasil jagungnya.

Dengan demikian, kebijakan denda dan insentif tidak bisa mengatasi persoalan FLW sebelum ada perbaikan kebijakan di sektor lainnya seperti sektor ekonomi, kebijakan impor, dan pendidikan. Semua pihak terutama pemerintah harus duduk bersama untuk memperjelas regulasi yang menyeluruh agar tidak ada lagi hasil panen dan makanan terbuang percuma.

Solusi Islam

Islam dengan tegas menyeru seluruh manusia untuk mengonsumsi makanan halal dan tayib. Sebagaimana Allah perintahkan dalam surah Al-Baqarah ayat 168,

"Wahai manusia, makanlah sebagian (makanan) di bumi yang halal lagi baik…”

Ayat ini secara tidak langsung memerintahkan bahwa pengurusan manusia harus berada pada tangan seorang pemimpin muslim yang menerapkan syariat Islam. Jika tidak, sebagaimana yang kita saksikan sekarang dalam penerapan sistem sekuler kapitalisme, kita dibombardir oleh industri beragam jenis makanan minuman tanpa mengindahkan kehalalan dan tayibnya.

Penyelenggaraan sistem pendidikan Islam pun menekankan bahwa ilmu harus diterapkan. Masyarakat diajarkan agar memiliki gaya hidup sehat dan bersikap kanaah yaitu merasa cukup. Allah melarang sikap berlebih-lebihan termasuk dalam konsumsi makanan sebagaimana tertulis dalam surah Al-A’raf ayat 31.

Penerapan sistem ekonomi Islam tidak menjadikan industrialisasi makanan minuman sebagai strategi pembangunan. Tidak seperti dalam sistem kapitalisme, lewat marketing jorjoran restoran junk food dan industri makanan, masyarakat terpengaruh lalu beralih dari gaya hidup sehat. Gaya hidup junk food dapat mengurangi penyerapan hasil panen para petani karena buah-buahan dan sayuran sudah tercoret dari list konsumsi harian.

Jalan sebagai penghubung antartempat, dibangun negara agar distribusi hasil panen bisa sampai ke konsumen dengan segera. Hasil panen tidak bisa bertahan lama. Jika busuk, berakhir di tempat sampah. Oleh karena itu, akses jalan seperti jalan tol dibangun untuk melayani berbagai keperluan rakyat termasuk distribusi hasil panen, tanpa mengambil biaya alias gratis.

Islam sebagai sebuah sistem memberikan solusi terhadap persoalan FLW dengan pendekatan komprehensif. Kedudukan pemimpin sebagai periayah rakyat, akan berupaya sungguh-sungguh dalam mewujudkan tidak hanya keadilan dan kesejahteraan, tetapi juga terjaganya lingkungan dari pencemaran sampah makanan.

Inilah yang seharusnya disadari umat saat ini bahwa sistem sekuler kapitalisme hanya memberikan solusi parsial dan tambal sulam. Berbeda dengan sistem Islam, semua masalah dapat diselesaikan dengan tuntas karena merujuk pada petunjuk Allah Swt.

Wallahu a'lam biahawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Novianti Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Food Waste Juara, Stunting Menggurita
Next
Kunjungan Cendekiawan Muslim, Berilmu tetapi Munafik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram