Dumping dan Gulung Tikarnya Industri Tekstil

Dumping dan Gulung Tikarnya Industri Tekstil

Dumping dapat merusak industri lokal, yakni menyebabkan penutupan pabrik dan pengangguran. Imbasnya, dapat merugikan ekonomi negara tujuan secara keseluruhan serta menurunkan pendapatan pajak dan daya beli masyarakat.

Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pernyataan Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja dengan DPD RI beberapa waktu lalu, mengenai penyebab maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri tekstil. Menurutnya, diakibatkan karena adanya politik ekonomi dumping. Tentunya, hal ini mendapat perhatian berbagai kalangan, termasuk Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang membenarkannya.

Selain karena dumping, Menperin Agus menambahkan, jika selama ini pemerintah telah berupaya maksimal untuk mencegah PHK dengan memasarkan produk tekstil dalam negeri dengan berbagai kemudahan fiskal. Menurutnya, kebijakan fiskal yang diberikan pemerintah sudah mencapai Rp8 triliun setiap tahunnya. (CNBC Indonesia.com, 22-6-2024)

Apa Itu Dumping?

Dumping merupakan praktik ekonomi kapitalisme di mana sebuah negara atau perusahaan menjual produk di pasar luar negeri dengan harga lebih rendah daripada harga domestik atau biaya produksi. Politik ekonomi dumping digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk meningkatkan pangsa pasar, menghancurkan pesaing lokal, atau memanfaatkan kelebihan produksi.

Dumping memungkinkan perusahaan untuk cepat meningkatkan pangsa pasar di negara tujuan dengan harga yang lebih rendah. Membantu perusahaan menjual stok berlebih yang mungkin tidak laku di pasar domestik.

Meskipun margin keuntungan lebih kecil, volume penjualan yang meningkat dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Hal ini dapat menjaga pabrik tetap beroperasi pada kapasitas optimal, mengurangi biaya per unit melalui skala ekonomi.

Selain itu, dumping dapat menekan atau bahkan menghilangkan pesaing lokal di pasar tujuan, menciptakan situasi monopoli atau oligopoli untuk sementara waktu. Hanya saja, dumping akan menghadapi berbagai hambatan, seperti negara tujuan mungkin memberlakukan tarif antidumping atau tindakan protektif lainnya, yang dapat mengurangi keuntungan atau bahkan melarang produk masuk.

Hal ini dapat memicu perang dagang antara negara pengimpor dan pengekspor, merugikan hubungan ekonomi dan diplomatik. Perusahaan yang dikenal melakukan dumping mungkin dianggap tidak etis dan kehilangan kepercayaan konsumen di pasar internasional. Negara asal perusahaan yang melakukan dumping dapat dianggap sebagai pelaku perdagangan yang tidak adil, merusak reputasi internasionalnya.

Jika strategi dumping tidak berhasil menguasai pasar atau ada reaksi balasan yang signifikan, perusahaan dapat menderita kerugian finansial yang serius. Dumping dapat merusak industri lokal, yakni menyebabkan penutupan pabrik dan pengangguran. Imbasnya, dapat merugikan ekonomi negara tujuan secara keseluruhan serta menurunkan pendapatan pajak dan daya beli masyarakat.

Selama ini, industri tekstil di Indonesia telah lama menjadi salah satu pilar utama perekonomian nasional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, industri ini menghadapi tantangan besar yang menyebabkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Dua faktor utama yang memengaruhi kondisi ini adalah sulitnya pemasaran ekspor dan kebijakan fiskal yang kurang mendukung.

Negara-negara seperti Cina, Vietnam, dan Bangladesh menawarkan produk tekstil dengan harga lebih kompetitif. Hal ini membuat produk tekstil Indonesia kalah bersaing di pasar internasional. Sementara itu, beberapa negara tujuan ekspor memberlakukan kebijakan proteksionis, seperti tarif impor yang tinggi dan kuota, sehingga menghambat akses produk tekstil Indonesia ke pasar mereka.

Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan mata uang lainnya juga memengaruhi daya saing harga produk tekstil Indonesia di pasar global. Ketika nilai tukar rupiah menguat, harga produk menjadi lebih mahal di pasar internasional, mengurangi permintaan.

Kebijakan Fiskal Dalam Negeri

Selain tantangan di pasar ekspor, kebijakan fiskal dalam negeri juga turut berperan dalam memperburuk kondisi industri tekstil. Beberapa aspek kebijakan fiskal yang berdampak negatif antara lain:

  1. Pajak yang tinggi.
    Pajak yang tinggi pada bahan baku impor dan produk jadi menyebabkan biaya produksi meningkat. Hal ini mengurangi margin keuntungan perusahaan tekstil dan memaksa mereka untuk melakukan efisiensi, termasuk dengan mengurangi tenaga kerja.

  2. Subsidi yang tidak tepat sasaran.
    Kurangnya subsidi atau insentif khusus untuk industri tekstil membuat perusahaan sulit bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit. Subsidi yang ada sering kali tidak tepat sasaran dan tidak menjangkau perusahaan kecil dan menengah yang paling terdampak.

  3. Birokrasi yang rumit.
    Prosedur birokrasi yang rumit dan berbelit-belit dalam hal izin usaha, perizinan ekspor, dan kepatuhan pajak juga menghambat operasional industri tekstil. Hal ini membuat perusahaan lebih fokus pada penyelesaian urusan administratif daripada meningkatkan produktivitas dan efisiensi.

Adanya kebijakan fiskal yang kurang mendukung tersebut memengaruhi gelombang PHK yang terjadi akibat sulitnya pemasaran ekspor dan berdampak signifikan terhadap tenaga kerja di sektor tekstil. Banyak pekerja kehilangan mata pencaharian, yang pada gilirannya meningkatkan angka pengangguran dan menurunkan daya beli masyarakat. Kondisi ini menciptakan efek domino negatif terhadap perekonomian lokal dan nasional.

Upaya pemerintah untuk mengatasi hal tersebut di antaranya melalui pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang memberikan insentif fiskal seperti pembebasan pajak penghasilan, PPN, dan bea masuk bagi perusahaan yang beroperasi di dalam KEK. Industri tekstil dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.

Kemudian melalui penyederhanaan prosedur perizinan untuk investasi dan ekspor di sektor tekstil. Melalui program OSS (Online Single Submission), perusahaan dapat mengurus berbagai izin usaha dengan lebih cepat dan efisien.

Selain itu, penyediaan insentif dan bantuan teknis untuk Industri Kecil dan Menengah (IKM) tekstil. Termasuk program-program pelatihan, akses pembiayaan, dan bantuan dalam mendapatkan sertifikasi standar internasional.

Dengan berbagai kebijakan fiskal ini, pemerintah berupaya untuk meningkatkan daya saing industri tekstil nasional, mendorong investasi, dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas di sektor ini.

Namun, berbagai upaya tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu penyebabnya karena sistem ekonomi kapitalisme tidak akan pernah berpihak pada kesejahteraan hidup bersama, melainkan hanya berpihak pada para pemilik modal dengan menekan pengeluaran sekecil-kecilnya untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya.

Butuh Sistem Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, pengaturan industri didasarkan pada prinsip-prinsip syariat yang hukumnya mengikuti hukum barang atau jasa yang dihasilkannya. Jika industri tersebut memproduksi barang-barang yang dihalalkan, maka hukumnya halal atau boleh. Sebaliknya, jika industri tersebut menghasilkan atau memproduksi barang yang haram, semisal khamar, maka hukum industri atau perusahaan tersebut menjadi haram.

Adapun berkenaan dengan harga produk, dalam sistem Islam harus ditetapkan secara adil tanpa eksploitasi. Penetapan harga harus mempertimbangkan biaya produksi, margin keuntungan yang wajar, dan kemampuan daya beli masyarakat.

Sementara itu, para pekerja harus mendapatkan upah yang adil sesuai dengan kontribusi dan nilai manfaat yang diberikannya. Sistem upah harus karena saling rida antara majikan (perusahaan) dan pekerja (buruh). Upah pekerja tidak boleh ditunda-tunda, sebagaimana sabda Rasulullah saw., "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah)

Pembiayaan industri dalam sistem ekonomi Islam tidak boleh melibatkan bunga. Sebagai gantinya, pembiayaan dilakukan melalui skema berbagi risiko seperti mudarabah (kemitraan berbasis bagi hasil) atau musyarakah (kemitraan berbasis kontribusi modal).

Pada semua jenis transaksi industri harus bebas dari unsur ketidakpastian atau spekulasi yang berlebihan. Informasi mengenai produk, harga, dan kontrak harus jelas dan transparan. Kontrak bisnis harus jelas dan rinci, menghindari ambiguitas yang dapat menimbulkan sengketa. Industri harus beroperasi dalam kerangka persaingan yang sehat, menghindari praktik monopoli atau kartel yang merugikan konsumen dan pasar.

Secara keseluruhan, sistem ekonomi Islam mendorong diversifikasi dan distribusi kekayaan yang lebih merata, menghindari konsentrasi kekuatan ekonomi pada segelintir individu atau perusahaan. Oleh karena itu, investasi dalam industri harus dilakukan dengan mempertimbangkan etika dan dampak sosial-ekonomi. Investasi pada industri yang merugikan masyarakat atau lingkungan tidak diperbolehkan.

Wallahu a'lam bish shawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Maman El Hakiem Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Mbak Ragil Adalah Guruku
Next
Reportase Multaqo Mubaligah Aswaja
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram