Pinjaman Khusus UKT Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan

Pinjaman

Pinjaman khusus ini akibat tingginya biaya kuliah. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini sangat sulit mendapatkan pendidikan yang layak.

Oleh. Rani
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pinjaman semakin merebak, tidak hanya memengaruhi masyarakat, tetapi juga menarik perhatian mahasiswa. Biaya pendidikan yang tinggi saat ini telah menjadi peluang bagi para pebisnis untuk menargetkan mahasiswa. Mahasiswa yang kesulitan membayar biaya kuliah (UKT) dapat mengajukan pinjaman dengan suku bunga yang rendah. Nominal pinjaman yang ditawarkan tidak main-main, yaitu hingga 15 Juta.

Sementara itu, beberapa perguruan tinggi di Indonesia pun menyambut baik peluang tersebut. Beberapa penawaran khusus mereka berikan kepada mahasiswa untuk membayar UKT, yaitu berupa fasilitas kartu kredit dan pinjaman online. Hal ini sudah diakui oleh salah satu kampus ternama di Jawa Barat. (Republika, 26/01/2024)

Ada tujuh platform yang menawarkan layanan pinjaman kepada mahasiswa. Di antaranya adalah Briguna Pendidikan Bank BRI, Danacita, Edufund, DANAdidik, Mandiri, CICIL, dan Koin Pintar (Koin Work).

Memberikan Bantuan atau Mencari Peluang

Mahasiswa dianggap sebagai target yang empuk bagi lembaga keuangan, seperti platform keuangan digital atau perbankan. Lembaga keuangan tersebut selalu pandai dalam mencari peluang meskipun tahu tidak semua mahasiswa mempunyai penghasilan. Mereka menawarkan pinjaman dengan berbagai keunggulan untuk menggaet mahasiswa, kemudian berharap akan memperoleh imbalan dari jasa pinjamannya. Ini mencerminkan pola pikir bisnis saat ini, di mana setiap peluang dimanfaatkan untuk memperoleh cuan.

Sementara itu, kampus yang telah bertransformasi menjadi lembaga perguruan tinggi berbadan hukum dituntut untuk pintar mengelola keuangan. Oleh sebab itu, perguruan tinggi tidak bisa memberikan kelonggaran pembayaran kepada seluruh mahasiswa. Hal ini karena perguruan tinggi juga butuh uang untuk biaya operasional kampus dan kebutuhan pendidikan. Walaupun ada mahasiswa yang mendapat keringanan pembayaran, beasiswa penuh, beasiswa sebagian,  potongan UKT, dan lain-lain. Hal tersebut hanya berlaku untuk mahasiswa tertentu.

Perguruan tinggi berfungsi sebagai institusi pendidikan, bukan sebagai lembaga yang memberikan bantuan sosial. Karenanya, agar mahasiswa dapat melakukan pembayaran tepat waktu dan bisa melanjutkan studinya, perguruan tinggi berusaha mencari cara yang lain untuk memberikan keringanan untuk mahasiswanya.

Cara yang Salah

Sayangnya, kebijakan yang dimaksudkan untuk membantu mahasiswa justru menjadi beban bagi mereka. Meskipun cicilan bulanan terlihat murah, pada kenyataannya mereka juga harus membayar bunga.

Di salah satu platform online, kira-kira seperti ini gambaran mengenai perhitungannya. Misalnya, jika ingin meminjam Rp1.500.000 dan membayarnya selama 6 bulan, maka peminjam harus membayar sekitar 290.667 per bulan dengan total pengembalian sebesar Rp1.744.002. Sedangkan jika peminjam ingin membayar selama 12 bulan, yang harus dibayar oleh peminjam setiap bulan adalah Rp159.584 dengan total pengembalian sebesar Rp1.915.008. Peminjam juga dikenai biaya bulanan platform sebesar 1,60 % dan biaya persetujuan sebesar 3,00%.

Dari sini kita bisa melihat bahwa mahasiswa menjadi sasaran empuk dalam mendapatkan keuntungan. Hal ini memperlihatkan bahwa perguruan tinggi sebenarnya menjerumuskan mahasiswanya untuk terlibat dalam pinjaman online, padahal sebelumnya pernah terjadi kasus di mana ratusan mahasiswa terjerat pinjol. Kebijakan perguruan tinggi yang terkesan pragmatis mendapat pertentangan dari berbagai pihak.

Sistem Pendidikan yang Gagal

Tingginya biaya kuliah membuat mahasiswa terpaksa bergantung pada pinjaman yang mengandung riba. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini sangat sulit mendapatkan pendidikan yang layak. Hanya orang-orang kaya yang bisa kuliah di kampus-kampus terkenal dan bergengsi. Kalaupun di sana ada orang biasa yang dapat akses pendidikan, itu karena mendapatkan beasiswa. Yang lebih menyedihkan lagi, beasiswa hanya bisa didapatkan bagi mereka yang memenuhi syarat tertentu, seperti IPK minimal 3, dan lain-lain. Ini berarti hanya orang-orang tertentu yang bisa menerima beasiswa.

https://narasipost.com/opini/05/2024/di-balik-tingginya-uang-kuliah-tunggal/

Banyak generasi muda saat ini memilih bekerja karena biaya kuliah yang mahal. Mereka berpikir, buat apa kuliah susah dan biaya mahal jika tidak menjamin bisa langsung dapat kerja. Apalagi banyaknya sekolah kejuruan yang diarahkan pemerintah agar lulusannya bisa langsung kerja. Hal ini tidak mengherankan terjadi karena orientasi pendidikan saat ini cenderung pada materi, bahkan mengenyam pendidikan hanya ditujukan agar bisa mendapatkan pekerjaan. Semua permasalahan ini membuktikan bahwa sistem pendidikan saat ini sudah gagal mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas.

Keunggulan dalam Sistem Pendidikan Islam

Di dunia ini, tidak hanya ada sistem pendidikan kapitalisme, tetapi juga ada sistem pendidikan Islam. Sistem ini lahir dari ideologi Islam. Semua kebijakan yag ada didasarkan pada hukum Islam. Contohnya, pendidikan dalam Islam mempunyai visi dan misi membentuk generasi yang memiliki kepribadian, pola pikir, dan pola sikap yang Islami. Generasi yang demikian akan mampu membedakan mana yang benar dan salah berdasarkan pandangan Islam.

Dalam sistem keuangan, Islam memiliki pengelolaan yang baik untuk mencukupi kebutuhan pokok masyarakat, termasuk pendidikan. Oleh sebab itu, Islam mampu menyediakan pendidikan secara merata tanpa membedakan antara orang kaya dan miskin, layanan pendidikan gratis akan didapatkan bagi setiap masyarakat. Mereka tidak perlu khawatir harus mencari uang dari mana untuk membayar UKT. Mereka dapat fokus dalam belajar dan menyiapkan diri untuk mengamalkan ilmunya.

Dengan demikian, perguruan tinggi akan menjalankan fungsinya dengan baik. Lembaga pendidikan tidak perlu mencari sumber pendanaan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kampus pun tidak perlu menyuruh mahasiswanya untuk mengambil pinjaman karena riba dilarang dalam Islam. Sebagaimana dalam firman-Nya:

“Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba.” (TQS. Al-Baqarah: 275)

Jadi, meskipun tujuannya baik, segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur riba tetap haram hukumnya. Terakhir, jika umat Islam menginginkan pendidikan yang sesuai dengan prinsip Islam, maka solusi yang tepat adalah dengan penerapan ideologi Islam.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pinjol Solusi Bayar Uang Kuliah, Benarkah?
Next
Negara Abai, Hak Anak Tergadai
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
angesti widadi
3 months ago

Padahal pendidikan itu pilar utamaaa loh yaaaa tapi kebijakannyaa semraawutttt

novianti
novianti
3 months ago

Sedih ya, buat pendidikan sampai berhutang. Padahal, tidak ada jaminan pula setelah selesai lulus langsung dapat kursi terus bisa bayar pinjaman apalagi lewat pinjaman online. Sudah banyak yang dirugikan oleh pinjol, bahkan ada yang sampai stres. Lah, sekarang malah mahasiswa didorong pinjam lewat pinjol buat bayar UKT.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram