“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah salat.” (HR Ahmad 5: 251).
Oleh. Siti Sopianti (Aktivis Dakwah Bekasi)
NarasiPost.Com-Negara menetapkan kebijakan mengenai seragam beratribut agama dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Isinya agar Pemda maupun sekolah tidak diperbolehkan untuk mewajibkan atau melarang murid mengenakan seragam beratribut agama. SKB tersebut disahkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Menteri Agama menjelaskan SKB 3 Menteri bukan memaksakan agar sama, tetapi masing-masing umat beragama memahami ajaran agama secara substantif, bukan hanya simbolik. “Hak untuk memakai atribut keagamaan adanya di individu. Individu itu adalah guru, murid, dan tentunya orang tua, bukan keputusan sekolah negeri tersebut,” ujar Mendikbud Nadiem.
Enam poin yang tercantum dalam SKB Tiga Menteri:
- Keputusan bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (Pemda)
- Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
- Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
- Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
- Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar.
- Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
Sanksi bagi pihak yang melanggar tersebut adalah:
- Pemda memberikan sanksi disiplin bagi sekolah, pendidik dan atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota berupa teguran tertulis dan atau sanksi lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Kementerian dalam negeri:
Memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota berupa teguran tertulis dan atau sanksi lainnya dalam hal gubernur sebagai wakil pemerintah pusat tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf B. Memberikan sanksi kepada gubernur berupa teguran tertulis dan atau sanksi lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait BOS dan bantuan pemerintah lain yang bersumber dari Kemendikbud sesuai peraturan peundang-undangan.
- Kementerian Agama
Melakukan pendampingan dan penguatan pemahaman keagamaan dan praktik beragama yang moderat ke pemda dan atau sekolah yang bersangkutan (Kompas.com.05/02/2021)
Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti bersuara bahwa mereka tidak mempersoalkan SKB Tiga menteri karena tidak ada kaitannya mutu pendidikan dengan seragam. Pihak Muhammadiyah pun mengapresiasi kebebasan menjalankan ajaran agama sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU 1945. Bagi Muti, sekolah layaknya miniatur kerukunan antarumat beragama yang perlu ditanamkan wawasan, sikap, dan kesadaran hidup rukun, damai dan terbuka. (Nasional.Okezone.com, 06/02/2021).
Berbeda dengan PP Muhammadiyah, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Pusat Dr Cholil Nafis mempunyai pandangan lain. Menurutnya, jika pendidikan tidak diperbolehkah melarang dan tidak diperbolehkan mewajibkan soal pakaian atribut keagamaan, Hal ini tidak lagi menggambarkan proses pendidikan. Sangat aneh jika ada guru agama yang mendidik anak muridnya menutup aurat, justru tindakan guru agama tersebut dilarang negara. Menurut Pengelola Pesantren Cendekia Amanah ini, model pendidikan pembentukan karakter itu hadir karena adanya pembiasaan dari pengetahuan yang diajarkan, dan diharapkan menjadi kesadaran. (Hidayatullah.com. 06/02/2021).
Adanya Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri adalah buah dari sistem sekuler liberal yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem sekuler liberal penguasa betul-betul menjaga agar aturan agama tidak bisa mengurusi aturan sosial maupun kenegaraan. Hal tersebut menumbuhkan dokrin di tengah masyarakat untuk fobia terhadap syariat Islam .
Dengan alasan hak setiap siswa, SKB Tiga Menteri justru bertentangan dengan tujuan pendidikan yaitu untuk menciptakan insan beriman dan bertakwa. Alih-alih mendidik agar siswa-siswi menaati aturan agama yang membawa pada keselamatan di dunia dan akhirat, malah mendorong kebebasan berperilaku. Lebih dari itu siswi muslimah di daerah minoritas justru akan terus dirugikan karena SKB ini tidak mungkin menghapus regulasi daerah yang melarang memakai identitas agama. Jadi, harapan adanya kebebasan berjilbab bagi siswi muslimah di Bali dan daerah minoritas muslim yang lain tidak terwujud melalui SKB ini.
SKB ini pun mengingatkan kita pada salah satu tokoh terkenal yang sangat getol menggencarkan paham sekuler di Turki, Mustafa Kemal At-tarturk. Sedikit demi sedikit ummat Islam dijauhkan dari syariat Islam. Didoktrin untuk selalu fobia terhadap syariat agamanya sendiri yaitu Islam. Awalnya mungkin mengenai azan, jilbab, lama-kelamaan dikhawatirkan seperti salat dan kewajiban syariat yang lain dijauhkan di tengah umat.
Hal ini seperti yang dijelaskan dalam hadis Nabi Saw yang menjelaskan bahaya sekularisme. Rasulullah Saw bersabda :
“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah salat.” (HR Ahmad 5: 251).
Naudzubillah summa naudzubillah. Semoga itu semua tidak terjadi di tengah kaum muslimin nanti. Sangat kontradiktif dengan kebijakan di sistem sekuler liberal. Justru dalam sistem Islam mencetak generasi rabbani yang taat dan takwa terhadap Rabbnya melalui pembentukan kepribadian Islam serta mencetak ulama yang ahli baik dibidang ilmu agama maupun ilmu terapan. Itu akan terjadi bila Islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh).[]
Photo : Google