Jodoh di Batas Penantian

"Mungkin inilah yang disebut jodoh rahasia Ilahi. Tak ada yang tahu kapan dia akan tiba. Meski sosok lelaki yang kita sangka adalah calon jodoh kita, namun dalam sekejap mata ternyata Allah memberi jawaban bahwa dia bukan lah yang terbaik untuk kita. Ya, kita harus ikhlas atas apapun yang telah menjadi ketetapan-Nya. Bukankah itu yang dinamakan iman kepada qodho?"

Oleh.Hana Annisa Afriliani,S.S
(Penulis Buku "Menikah Rasa Jannah")

NarasiPost.Com-Entah sudah kali ke berapa kuterima lembaran Curiculum Vitae (CV) seorang lelaki yang ingin berta'aruf (berkenalan dalam rangka ingin menikahi) denganku. Mulai dari kenalan guru mengaji, teman satu kampus, hingga yang terakhir ini adalah teman sesama aktivis di masjid kampus. Usiaku kala itu baru menginjak 20 tahun, namun aku memang sudah siap untuk menikah. Sejak mengkaji Islam lebih dalam, aku bercita-cita menikah muda. Alasannya simple, supaya dijauhkan dari maksiat. Sebagaimana kita tahu bahwa pergaulan remaja di sistem kehidupan liberal hari ini kian tak terkendali. Jika tak pandai jaga diri dan tak kokoh iman di hati, tentu akan sangat mudah terperosok ke dalam jurang kemaksiatan, mulai dari pacaran hingga seks bebas. Naudzubillahi min dzalik….

Oleh karena itu, sejak aku aktif mengikuti kajian Islam, yakni saat memasuki dunia kampus, aku pun mulai menyiapkan diri untuk menikah. Aku mengutarakan niatku tersebut pada guru yang selalu mendampingiku mengkaji Islam setiap minggunya.

"Benar sudah siap?" katanya menegaskan niatku.
" Insyallah, siap Teh."
" Kamu harus ingat bahwa menikah bukan untuk sehari dua hari, tapi komitmen bersama seumur hidup. Maka persiapannya harus matang. Ilmunya harus cukup." ujar guruku menasihatiku.

Sejak itu aku pun belajar seluk-beluk dunia pernikahan, termasuk soal parenting (pengasuham anak) yang sesuai tuntunan syariat Islam, baik lewat diskusi, acara-acara seminar, maupun membaca buku. Intinya, aku ingin melayakkan diri agar mampu menjalani biduk rumah tangga nanti.

Sejak kuutarakan niatku pada guruku tersebut, satu persatu tawaran ta'aruf berdatangan. Namun ternyata mencari jodoh tak semudah membalikkan telapak tangan. Proses seleksi itu akhirnya terjadi. Tak ada satupun yang sampai ke jenjang pernikahan. Insyallah alasannya syari, hingga aku merasa perlu menolak mereka untuk menjadi pendamping hidupku.

Aku tak ingin jika pernikahan membuatku jauh dari aktivitas dakwah, karena aku mencintai dakwah sebagaimana aku mencintai diriku sendiri. Maka, aku ingin suamiku kelak adalah orang yang juga mencintai dakwah dan bersama-sama menyusuri jalan ini. Jika sejak awal tak satu tujuan, lantas untuk apa dipaksakan? Sedangkan suami adalah sosok imam dalam hidupku kelak, maka harus mampu mengarahkanku dan anak-anakku kelak menuju jannah-Nya. Karena pernikahan tak sekadar perkara melabuhkan cinta, tapi perkara membangun peradaban. Ya, dari berumah tangga lah kita akan melahirkan sosok-sosok generasi tangguh dan berkepribadian Islam yang akan menjadi penopang peradaban Islam di masa depan.

Tak lama kemudian, CV ta'aruf kembali datang padaku. Kali ini dari seorang lelaki aktivis dakwah kampus yang cukup populer di kalangan mahasiwa kala itu. Singkat cerita, aku dan dia berproses ke tahapan berikutnya karena dia memenuhi kriteria utama calon imamku. Dia bahkan sudah menemui kedua orangtuaku untuk meminang (khitbah). Sejak itu, aku menganggapnya bahwa itu adalah CV terakhirku.

Namun, siapa sangka di detik-detik menuju pernikahan, semuanya harus kandas. Ada alasan yang tidak bisa kujelaskan di sini. Namun aku percaya ada skenario Allah yang lebih indah di balik hal itu. Meski kami sempat terpuruk dalam kecewa, namun akhirnya kami memutuskan untuk tak lagi saling mengingat hal itu. Saling melupakan meski asa telah menari di depan mata. Berprasangka baik kepada Allah merupakan sesuatu yang harus kami lakukan saat itu agar kami tak larut dalam lara.

Mungkin inilah yang disebut jodoh rahasia Ilahi. Tak ada yang tahu kapan dia akan tiba. Meski sosok lelaki yang kita sangka adalah calon jodoh kita, namun dalam sekejap mata ternyata Allah memberi jawaban bahwa dia bukan lah yang terbaik untuk kita. Ya, kita harus ikhlas atas apapun yang telah menjadi ketetapan-Nya. Bukankah itu yang dinamakan iman kepada qodho?

Pasca kejadian tersebut, aku menutup diri dari semua CV ta'aruf yang kembali masuk kepadaku. Rasanya belum siap untuk kembali memulai proses yang baru. Dua bulan berlalu, ternyata Allah menghadirkan lelaki pilihannya untukku. Ya, lewat cara yang sangat tidak terduga dan tidak biasa.

Lelaki itu menyapaku lewat pesan privat (inbox) di facebook. Mengajak ta'aruf. Dia yakin bahwa aku perempuan yang tepat untuk menjadi pendampingnya di sisa usianya. Keyakinan itu muncul dari membaca tulisan-tulisanku di beranda facebookku. Deretan kata mencerminkan isi kepala, katanya. Awalnya aku ragu karena media sosial rentan penipuan sebagaimana yang banyak diberitakan. Namun lelaki itu pantang menyerah, ia menyampaikan keseriusannya. Akhirnya kami bertukar CV. Itu terjadi setelah aku mengetahui bahwa ternyata dia memiliki pandangan yang sama denganku soal dakwah.

Hanya dua minggu sejak bertukar CV, dia datang ke rumahku bersama seluruh keluarga intinya untuk menemui kedua orangtuaku dan menyampaikan niatnya menikahiku. Orangtuaku tentu saja sangat terkejut, karena tiba-tiba lelaki tak dikenal datang 'meminta' anak gadisnya. Bahkan orangtuaku sempat khawatir, jangan-jangan aku telah berbadan dua. Namun aku meyakinkan kedua orangtuaku bahwa itu tidak pernah terjadi. Bagaimana mungkin bisa, sedangkan aku saja baru bertemu lelaki itu saat dia datag ke rumahku demi menemui kedua orangtuaku? sebelumya kami hanya kenal di FB dan sesekali komunikasi via sms.

Akhirnya dengan sedikit pembicaraan di antara dua keluarga, akhirnya tanggal pernikahan pun ditentukan hari itu juga, yakni hanya berjarak satu bulan sejak pertemuan itu. Sangat singkat. Tapi segala persiapannya sungguh begitu dimudahkan, mulai dari persiapan walimatul 'ursy hingga mencari rumah kontrakkan di dekat kampus untuk nanti kami tinggali. Sebab saat itu, aku masih kuliah semester 6. Dan aku bertekad akan menyelesaikan kuliahku sebagaimana janjiku kepada kedua orangtuaku. Bersyukur, calon suamiku mendukung hal itu.

Akhirnya Allah mengirimkan jodohku di batas penantianku. Kini pernikahan kami telah berjalan menuju 12 tahun. Dan Allah telah mengaruniakan kepada kami 4 orang buah hati. Benarlah adanya bahwa Allah memiliki skenario indah untuk setiap hamba-Nya. Yakinlah tidak ada nestapa kecuali Allah akan berikan penawarnya. Percayalah, bahwa jodoh, maut, dan rezeki telah Allah tetapkan, maka bersabarlah dalam doa dan teruslah berikhtiar. Insyallah akan ada batas bagi penantian kita.[]

Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Hana Annisa Afriliani, S.S Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kita Tak akan Tumbang
Next
Utang Solusi Usang Tangani Defisit APBN
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram