Krisis Moral sang Penjaga Peradaban

Krisis Moral sang penjaga peradaban

Karena itu, jalan terbaik membangun pribadi bermoral hanya bisa dilakukan oleh sistem yang menjadikan akidah sebagai landasan, yakni Islam.

Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)

NarasiPost.Com-Guru adalah pelita yang menerangi gulitanya kebodohan. Dia adalah pahlawan yang berjuang tanpa pamrih dengan mendedikasikan waktu dan ilmunya untuk mencerdaskan anak bangsa. Pujian selangit untuk para pendidik tersebut kini tercederai oleh perilaku oknum guru yang tidak mencerminkan diri sebagai pendidik. Bukannya memberi contoh kebaikan, seorang guru justru melakukan kekerasan fisik pada siswanya.

Dikutip dari laman liputan6.com (9-6-2024), seorang guru PJOK berinisial T, dilaporkan ke kepolisian karena diduga melakukan penganiayaan fisik terhadap siswanya yang berinisial MPI (12). Kejadian tersebut berlangsung pada Jumat (31/5) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cibodas, Palabuhanratu, Jawa Barat. Pihak kepolisian saat ini masih menyelidiki kasus penganiayaan tersebut. Menurut Kanit PPA Polres Sukabumi, Ipda Sidik Zaelani, pihak kepolisian sudah memeriksa beberapa saksi termasuk teman-teman korban, guru, dan kepala sekolah.

Namun, menurut Sidik, pelaku belum dipanggil karena kepolisian perlu meyakinkan peristiwa tersebut lebih dahulu. Di sisi lain, permintaan visum medis juga telah dilakukan oleh pihak kepolisian guna melengkapi alat bukti demi menangani kasus penganiayaan tersebut. Lantas apa sebenarnya yang membuat oknum guru tersebut menganiaya muridnya? Mengapa dalam lingkungan pendidikan sering kali terjadi tindakan amoral baik oleh siswa maupun guru? Bagaimana pula gambaran sistem Islam dalam melahirkan guru dan peserta didik yang sangat bermoral?

Kronologis Kasus

Peristiwa penganiayaan tersebut berawal saat MPI hendak bermain bola di lapangan bersama temannya dan mengajak serta T untuk bermain bola di lapangan. Sayangnya, lapangan yang biasanya digunakan untuk bermain bola tersebut sedang digunakan menjemur cengkeh oleh warga sekitar. Alhasil, MPI pun mengurungkan niatnya bermain bola di lapangan.

Bukannya membatalkan bermain bola, MPI dan rekan-rekannya kemudian memilih bermain bola di dalam kelas. Saat sedang asyik bermain bola, MPI tak sengaja menyundul bola. Nahasnya, sundulan tersebut justru mengenai kepala T. Seketika T naik pitam lalu menjambak rambut MPI dan mencekiknya menggunakan kuku jarinya.

Akibatnya, leher MPI terluka dan mengeluarkan darah. Meski sudah melakukan penganiayaan, T menyebut bahwa apa yang dilakukannya tersebut tidak disengaja. Setelah mendapatkan pengobatan, T pun pergi meninggalkan muridnya tanpa meminta maaf. (suara.com, 1-6-2024)

Kasus MPI bukanlah satu-satunya yang terjadi dalam lingkungan pendidikan. Berdasarkan laporan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) pada Mei, disebutkan bahwa terdapat korban kekerasan di sekolah sebanyak 251 anak selama periode Januari–April 2023. Jumlah tersebut menimpa anak-anak yang berusia usia antara 6–12 tahun. Sementara korban kekerasan dengan usia antara 13–17 tahun berjumlah 208 anak.

Krisis Moral Buah Pendidikan Sekuler

Penganiayaan terhadap MPI menambah daftar panjang kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Fakta tersebut sekaligus menjadi bukti betapa buramnya sistem pendidikan hari ini. Guru yang seharusnya digugu dan ditiru karena keteladanannya, justru melakukan perbuatan amoral terhadap muridnya sendiri. Jika seorang guru justru mencontohkan perbuatan amoral, lantas bagaimana siswanya akan memiliki moral yang baik?

Perilaku tak terpuji seorang pendidik tersebut hanyalah satu sisi dari suramnya pendidikan saat ini. Pada sisi yang lain kondisi peserta didik pun tak jauh berbeda. Pendidikan sekuler hari ini yang niragama telah melahirkan berbagai krisis dan berdampak buruk pada perilaku anak didik. Lihatlah betapa kompleks persoalan yang menimpa generasi muda karena tidak menjadikan agama sebagai rujukan dalam sistem pendidikan. Petaka tersebut mulai dari krisis adab, dekadensi moral, hingga terperosoknya siswa didik ke dalam jurang kenistaan.

Tujuan pendidikan yang termaktub dalam UU Sisdiknas 20/2013, yang di antara tujuannya adalah membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, nyatanya tidak terwujud. Kegagalan tersebut bukan tanpa alasan. Hal ini karena negeri ini masih mempertahankan sistem pendidikan sekuler yang menafikan agama.

Tanpa tuntunan agama, sebaik apa pun tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum, tetap saja tidak akan mampu membentuk generasi yang beradab dan bermartabat apalagi berakhlak mulia. Realitas tersebut menunjukkan bahwa sistem pendidikan sekuler telah gagal membentuk pribadi beradab dan berakhlak mulia baik para pendidik maupun peserta didiknya.

Krisis Moral Teratasi dengan Pendidikan Islam

Sebaik-baik kepribadian adalah kepribadian Islam. Kepribadian Islam lahir dari sistem pendidikan Islam yang berasas akidah. Saking pentingnya membangun kepribadian Islam pada umat maka tak heran jika Islam memberi perhatian yang besar terhadap sektor pendidikan. Hasilnya, tak ada pribadi-pribadi tercela yang lahir dari output pendidikan Islam termasuk para guru dan peserta didik.

Islam sendiri telah menetapkan bahwa tujuan dari pendidikan adalah membentuk pola pikir dan pola sikap yang sejalan dengan standar Islam. Tujuan tersebut berlaku untuk semua termasuk guru dan siswa didiknya. Apalagi profesi guru merupakan peran mulia, yakni sebagai penjaga peradaban. Karena itu, seorang guru harusnya menjadi teladan bagi siswa-siswanya.

Dalam kacamata Islam, guru merupakan sosok yang berperan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Karena itu, seorang guru tak hanya dituntut untuk mengajar dengan baik, tetapi harus mampu menggabungkan dua hal sekaligus, yakni ilmu dan iman. Dengan syakhsiyah Islam yang dimiliki oleh seorang guru maka ia akan mampu mengajar dengan penuh profesionalitas.

Dengan kemampuan dan profesionalitas yang dimiliki oleh guru maka akan lahir siswa-siswa yang berkualitas pula, baik dari segi ilmu maupun iman. Fakta tersebut akan terealisasi dengan terjun langsungnya negara sebagai penyelenggara pendidikan. Hal ini karena penguasa (khalifah) berkedudukan sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Rasulullah saw. pun pernah bersabda dalam hadis riwayat Bukhari, "Imam adalah raa'in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."

Sistem pendidikan Islam yang tegak di atas sistem yang sahih telah memutus berbagai perilaku amoral yang dilakukan masyarakat termasuk pendidik maupun peserta didik. Di bawah keimanan yang tertanam pada setiap individu maka tidak ada lagi guru yang menganiaya siswa didiknya karena emosi. Begitu juga tidak ada peserta didik yang menderita penyakit sosial, seperti dekadensi moral dan krisis adab. Hal ini karena agama benar-benar menjadi tuntunan dalam melakukan berbagai aktivitas.

Khatimah

Kasus penganiayaan di berbagai tingkat pendidikan tidak akan bisa diselesaikan dengan mengganti kurikulum. Buktinya saja berbagai kurikulum telah berganti dengan dalih memperbaiki kualitas pendidikan dan membangun karakter guru dan peserta didik. Sayangnya, kekerasan terus terjadi tanpa bisa dicegah. Karena itu, jalan terbaik membangun pribadi bermoral hanya bisa dilakukan oleh sistem yang menjadikan akidah sebagai landasan, yakni Islam. Di bawah asuhan sistem Islam, tidak ada guru dan siswa yang melakukan tindak amoral.

Wallahu a'lam bissawaab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Penulis Rempaka literasiku
Sartinah Seorang penulis yang bergabung di Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan sering memenangkan berbagai challenge bergengi yang diselenggarakan oleh NarasiPost.Com. Penulis buku solo Rempaka Literasiku dan beberapa buku Antologi dari NarasiPost Media Publisher
Previous
Bacalah!
Next
Harga Beras Naik, Rakyat Semakin Tercekik
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
angesti widadi
3 months ago

Memang boleh ada orang se emosi itu secara spontan ke anak murid?? 🙁

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
4 months ago

Miris, sanget ngeri dengan sistem sekarang.

novianti
novianti
4 months ago

Bagajmana bisa mendidik anak berkepribadian Islam sementara di sekolah-sekolah calon guru pun, tidak ada pelajaran tsaqofah Islam. Belajar teori-teori yang awang-awang dalam implementasi. Akhirnya ketika jadi guru, tidak siap dengan pemikiran dan mental untuk membimbing anak-anak. Komplek memang persoalan pendidikan di negara kita.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram