Lelahmu tak akan bermasalah jika ilmu sudah menjadi nutrisi yang selalu kamu cari.
Oleh: Dinda Pramesti Utami (Aktivis Remaja)
NarasiPost.com - "Tak selamanya kita hidup, namun jadikan hidup kita selamanya untuk terus menjadi Pembelajar Sejati"
Pemandangan indah adalah di mana semuanya sesuai harapan. Tak jarang ungkapan itu diluapkan berbagai kalangan, terkhusus para remaja. Namun benarkah? Bagaimana jika kondisi yang menimpa kita terbalik dari pernyataan tersebut? Bisakah kita melanjutkan hidup? Tak selamanya kita hidup, namun jadikan hidup kita selamanya untuk terus menjadi pembelajar sejati.
Maraknya problematika yang hadir di dunia ini seakan menyeret keindahan yang telah terlukis indah seketika buram tak beraturan. Masalah demi masalah berhamburan keluar menyemburkan luka dalam yang butuh penanganan mengakar. Problem pelajar misalnya, fenomena tawuran seakan menjadi warisan turun temurun di kalangan pelajar, pergaulan bebas yang berujung pada degradasi moral tak sedikit menghasilkan bibit salah arah langkah, bunuh diri dan depresi tak jarang masih menjadi pikiran sepintas yang dianggap solusi. Begitukah menghadapi hidup? Mengapa itu semua bisa terjadi?
Jika umur remaja adalah alasan diwajarkannya berbagai hal yang ia lakukan tanpa standar apapun, maka sebetulnya ini adalah pelepasan tanggungjawab yang melampaui batas. Jika dalih "pencarian jati diri" yang nyatanya tak ada arahan sama sekali, maka ini dapat dikatakan sebagai upaya halus membiarkan bibit unggul tenggelam di lautan api. Hidup tidak sesederhana logika, ia punya algoritma tersendiri yang harus sama-sama dipahami. Jika remaja, pemuda, adalah agen of change, maka pendidikan adalah unsur pembentuk kepribadian yang harus diterapkan secara benar sesuai sistem Sang Maha Segalanya.
Tak ada asap tanpa api. Begitulah kiranya pernyataan yang kaya akan makna. Tak ada masalah tanpa sebab, begitupun tak ada masalah tanpa solusi. Inilah teori yang harus sama-sama kita pelajari bahwa segala problematika yang ada itu mempunyai sebab, disinilah kaidah sebab-akibat itu memang ada. Dan seorang pembelajar sejati itu harus mengambil peran untuk ikut berkontribusi dalam pemecahan setiap problematika kehidupan. Bukan hanya "menikmati" hidup yang sebenarnya esensi dari itu semua hanyalah merusak secara diam-diam jati diri kita sendiri.
Itulah yang terjadi jika seseorang tak mengenal dirinya sendiri, dalam artian tak mengenal hakikat kehidupan. Mengapa perlu? Karena ini menjadi pondasi dari setiap aspek kehidupan. Jika hakikat kehidupan yang sebenarnya tidak diketahui maka bisa saja seseorang mengambil definisi hakikat hidup yang lain. Betapa mirisnya lagi jika hakikat hidup yang salah itu sudah mendarah daging pada praktik kehidupan yang ia jalani, maka masalah tidak akan terpecahkan. Maka dari itu perlu sekali untuk kita semua memahami secara betul makna hakikat hidup yang sebenarnya ini, dengan itu kita dapat melihat solusi secara komprehensif untuk segala problematika yang ada.
Hakikat Hidup
Dasar yang menjadi pondasi kehidupan serta memancarkan di dalamnya aturan yang bisa memecahkan segala problematika kehidupan. Hidup ini bukan hanya sekadar menghabiskan napas, bukan pula sebatas menikmati nyawa yang masih ada atau memanfaatkan raga hanya untuk segala urusan dunia. Sangat sempit rasanya jika hidup hanya seperti itu.
Dalam hidup, ada yang perlu kita tahu yakni dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan akan ke mana kita setelah meninggal. Dengan menjawab tiga pertanyaan besar tadi maka kita akan tahu arah hidup kita. Namun jika jawaban yang kita jawab salah maka ini fatal karena akan berpengaruh pada arah hidup kita yang akan ikut salah juga. Lalu bagaimana seharusnya?
Mari sama-sama kita belajar, menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sesuai.
- Dari mana kita berasal?
Kita berasal dari Allah.
Dzat yang Maha Segalanya yang sudah menciptakan kita semua.
اِقۡرَاۡ بِاسۡمِ رَبِّكَ الَّذِىۡ خَلَقَۚ
خَلَقَ الۡاِنۡسَانَ مِنۡ عَلَقٍۚ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan", "Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah". (TQS. Al-Alaq : 1-2)
- Untuk apa kita hidup? Kita hidup adalah untuk beribadah kepada Allah. Menghamba dengan sebenar-benarnya hamba yang taat dan patih pada segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku". (TQS. Az-zaariyaat : 56)
- Akan kemana kita setelah meninggal?
Kita semua akan kembali kepada Allah. Kembali dengan membawa amal perbuatan yang kita lakukan di dunia serta mempertanggungjawabkan semua yang kita lakukan.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan". (TQS. Al- Ankabut : 57)
Begitulah alur kehidupan, kita sudah sama-sama tahu dan belajar bahwa hanya Allah Sang Maha Segalanya. Kepada-Nyalah kita beribadah dan akan kembali sebagaimana memang kita berasal dari-Nya. Maka, segala aspek kehidupan bergantung hanya pada aturan-Nya bukan pada hawa nafsu kita yang ingin serba bebas sesuai keinginan kita. Jika itu yang kita inginkan, maka tak akan pernah terselesaikan problematika kehidupan yang ada baik itu dalam aspek pendidikan, ekonomi, politik dan lain sebagainya tidak akan terselesaikan secara benar.
Pembelajar sejati adalah ia yang berusaha meneliti setiap hal yang terjadi dengan ilmu dan dengan adab yang baik, mengenal dirinya dan hakikat kehidupannya , bukan hanya sebatas waktu belajar formalnya namun ia akan belajar di setiap napas yang menghembus dalam dirinya. Tak mengenal di mana dan kapan, ia akan terus belajar, karena baginya adalah suatu hal yang sangat penting yaitu ilmu yang harus terus digali.
Seberat dan sesibuk aktivitasnya, ia pasti punya waktu untuk belajar, menggali potensinya semata-mata untuk kebermanfaatan bagi sesama. Bukan waktu luang yang ia cari, namun bagaimana ia meluangkan waktu untuk mempelajari ilmu.
Lelah yang tak bermasalah
Seorang pembelajar sejati tidak berarti baginya kelelahan yang menimpa adalah sesuatu yang berat, sebaliknya lelah itu bisa menjadi kenikmatan yang justru menghiasi harinya. Apapun profesinya jika ia sudah mengenal nikmatnya belajar, maka lelahpun menjadi asupan gizi yang akan membangkitkan semangat kembali. Pusing, pening, memang tak jarang menghampiri namun ada alasan yang hebat untuk ia terus bangkit.
Baginya hidup bukan sekadar "menikmati" namun juga "berjuang" karena ia paham bahwa sejatinya godaan setan itu akan terus ada. Malas, adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, bahkan kepada sang pembelajar sejatipun ia bisa menghadang. Di sinilah kita perlu sama-sama mempelajari itu semua, mengenal diri kita, mencintainya, dengan sesuai Syariat-Nya. Karena kita hidup hanya untuk Allah.
Semangat sang pembelajar, dirimu bisa menjadi raja dan ratu bagi dirimu sendiri, namun iapun bisa menjadi monster menakutkan. Maka, kamu harus mengenalnya dan mencintainya. Dan yakin bahwa kita bisa.
Lelahmu tak akan bermasalah jika ilmu sudah menjadi nutrisi yang selalu kamu cari.
Picture Source by Google