Ketika Khilafah berdiri, pelaksanaan ibadah haji bukan lagi area luar negeri seperti sekarang saat kaum muslim terpisahkan dalam berbagai sekat kenegaraan.
Oleh. Ummi Fatih
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rukun Islam ada lima. Dari rukun pertama hingga keempat yang berupa syahadat, salat, zakat, dan puasa mungkin bisa dijalani dengan mudah dan di mana saja oleh umat Islam. Sedangkan, rukun Islam kelima yang berupa ibadah haji, umat Islam justru mungkin banyak yang kesulitan untuk menunaikannya. Karena pelaksanaannya jauh, hanya digelar di satu tanah suci, yakni Arab Saudi. Sehingga di tengah masalah ekonomi global yang makin mencekik masyarakat saat ini, biaya pelaksanaan ibadah haji pun menjadi cukup tinggi.
Rukun Iman Kelima
Meski begitu, panggilan keimanan tetap menjadi hal yang krusial bagi seorang muslim. Kaum muslim yang secara ekonomi tidak mampu menunaikannya, justru tetap berusaha keras dan semangat untuk dapat meraih kesempatan berhaji. Agar dapat melengkapi fondasi keimanannya di dunia ini dan meraih hadiah besar dari Allah Swt. di akhirat nanti.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang berbunyi :
Nabi saw. bersabda: "Islam itu didirikan atas lima perkara. Yaitu, bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadan." (HR. Muttafaq 'alaih).
Dikutip dari detik.com, terdapat satu kisah yang diceritakan, bahwa terdapat seorang pemulung asal Ponorogo yang mampu menunaikan ibadah haji tahun ini dengan semangat dan kesabaran demi bisa berhaji. Beliau menabung dari hasil memulungnya selama 26 tahun. (4-5-2024)
Bangga? Bahagia? Pasti. Karena suatu perintah keimanan dari Allah Swt. Sang Tuhan yang diagungkan, maka segala kesulitan dapat dijalani. Meski banyak halangan mengadang, tetap bisa menyelesaikannya sebagai bukti kualitas keimanan diri.
Namun demikian, andai biaya haji tidak terlalu tinggi, maka syarat kemampuan menunaikannya hanya tinggal menjaga kesehatan jasmani. Sehingga penduduk miskin yang sehat masih dapat berangkat menjalaninya tanpa terlalu terbebani.
Haji pada Masa Khilafah
Sebagaimana pada masa Kekhilafahan dahulu kala, sang pemimpin negara paham bahwa ia selalu diawasi dan dinilai oleh Allah Swt. Yang Maha Melihat. Pemahaman ini sangat krusial bagi seorang khalifah dalam menjalankan tugas utamanya untuk menyejahterakan rakyatnya. Maka, ia pun membentuk departemen khusus untuk urusan haji dan umrah, tanpa campur tangan pengusaha travel yang sedang mencari keuntungan bisnis dalam pembiayaan haji dan umrah sebagaimana saat ini.
Selain itu, pembangunan sarana transportasi massal yang pernah didirikan oleh Khalifah Abdul Hamid II untuk mengangkut jemaah haji dari Istanbul, Damaskus, hingga Madinah dengan biaya murni dari kas negara (baitulmal) membuat pengeluaran biaya para jemaah hanya cukup pada kebutuhan pribadi ibadah mereka, tanpa tambahan biaya akomodasi yang memang menjadi tanggung jawab negara.
https://narasipost.com/syiar/05/2024/sisi-politis-ibadah-haji/
Bahkan jauh sebelum itu juga, Khalifah Harun Ar-Rasyid sudah pernah membangun jalur haji dari daerah Irak hingga Hijaz (Makkah - Madinah) dengan layanan logistiknya dari hasil zakat bagi para musafir haji yang kehabisan bekal di tengah perjalanan mereka.
Manisnya lagi, jika persatuan wilayah kaum muslim di seluruh dunia dengan payung Khilafah itu kembali diterapkan, pasti akan membuat masalah tagihan keuangan dari dokumen visa bagi kaum muslim yang melaksanakan ibadah haji terhapuskan. Karena wilayah tanah suci tempat pelaksanaan ibadah haji bukan lagi area luar negeri, seperti sekarang saat kaum muslim terpisahkan dalam berbagai payung kenegaraan. Sehingga para jemaah haji yang merupakan warga negara Khilafah mungkin hanya akan dimintai identitas kewarganegaraannya untuk bebas keluar masuk Makkah Madinah tanpa tagihan biaya.
Selanjutnya, negara Khilafah yang menjadikan syariat Islam sebagai landasan peraturan hidupnya pun sadar bahwa haji adalah suatu ibadah religi yang akan menyempurnakan nilai keimanan umat Islam. Sehingga setiap muslim, baik dari kalangan kaya ataupun miskin memang harus berupaya untuk menjalaninya. Maka, negeri Khilafah pun akan memberi peraturan terkait kuota jemaah haji dan umrah.
Izin untuk kembali berhaji bagi muslim yang sudah pernah menjalaninya pun akan dibatasi. Prioritas penduduk yang diizinkan berangkat melaksanakannya adalah mereka yang belum pernah menjalani ibadah haji. Sehingga setiap muslim di seluruh dunia pun akan pernah menjalaninya sebelum kematian datang menjemputnya. Akhirnya, masalah penantian panjang kaum muslim untuk peegi haji yang sering kali berujung gagal dijalani juga akan tersolusi. Wallahu a’lam bish-shawwab. []