Anemia aplastik mungkin menjadi kekhawatiran, khususnya mereka yang sering mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasiku/Bianglala Aksara)
NarasiPost.Com- Sebuah unggahan tentang efek samping obat sakit kepala tengah ramai dibahas di media sosial. Unggahan di media sosial X tersebut menampilkan foto salah satu kemasan obat sakit kepala Paramex dengan membandingkan kemasan lama dan baru. Dalam kemasan lama, efek samping yang tertulis jika dikonsumsi jangka panjang yakni dapat merusak hati. Sedangkan dalam kemasan baru, menampilkan efek samping jangka panjang obat tersebut adalah anemia aplastik dan diskrasia darah. (cnnindonesia.com, 20/4/2024)
Unggahan tersebut tentu saja membuat masyarakat cemas, apalagi bagi mereka yang terbiasa mengonsumsi obat di pasaran untuk meredakan sakit kepala. Sebagaimana diketahui, sebagian masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah, masih bergantung pada obat-obatan di pasaran jika memiliki keluhan sakit.
Lantas, benarkah obat sakit kepala tersebut dapat menyebabkan anemia aplastik? Lalu apa itu anemia aplastik? Bagaimana tanggung jawab negara dalam menjamin keamanan obat yang beredar di masyarakat? Bagaimana pula cara Islam menganjurkan menjaga kesehatan agar tidak selalu bergantung pada obat-obatan?
Respons Produsen Obat dan BPOM
Viralnya unggahan efek samping obat sakit kepala tersebut langsung direspons oleh pihak produsen obat yakni PT Konimex. Chief Executive Officer PT Konimex, Rachmadi Joesoef pun menjelaskan alasan dicantumkannya informasi efek samping anemia aplastik dan diskrasia darah dalam kemasan yang baru. Menurutnya, efek samping tersebut dicantumkan karena adanya hasil dari proses registrasi obat dan sudah sesuai dengan persetujuan BPOM saat pendaftaran ulang (perpanjangan izin edar) pada tahun 2020. (cnnindonesia.com, 20/4/2024)
Rachmadi juga menyebut bahwa dalam kemasan obat tersebut sudah dilengkapi dengan aturan pemakaian dan dosis yang sesuai dengan aturan BPOM. Pihaknya pun menambahkan bahwa obat tersebut hanya digunakan saat ada gejala sakit kepala dan segera dihentikan penggunaannya jika gejala sudah hilang. Artinya, bukan untuk digunakan dalam jangka panjang. Selain itu, pihak perusahaan disebut tetap melakukan pemantauan terhadap efek samping obat tersebut.
Pihak produsen mengeklaim, sejak dipasarkan hingga saat ini tidak pernah ditemukan keluhan tentang efek samping anemia aplastik dari obat tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh pihak BPOM. Badan yang bertugas mengawasi peredaran obat tersebut mengatakan bahwa sepanjang penggunaan obat sesuai indikasi, dosis, dan aturan yang tertera di kemasan, maka aman dikonsumsi.
Sekilas tentang Anemia Aplastik
Anemia aplastik kembali ramai diperbincangkan, apalagi setelah meninggalnya seorang komika yang sebelumnya didiagnosis menderita penyakit tersebut. Anemia aplastik sendiri, sebagaimana dikutip dari Siloam Hospitol, merupakan gangguan kesehatan berupa kurang darah atau anemia. Anemia ini diakibatkan oleh tidak mampunya sumsum tulang dalam memproduksi sel darah baru.
Orang yang terkena penyakit ini akan mudah lelah dan lebih rentan terhadap infeksi serta tidak terkontrolnya pendarahan. Lalu benarkah mengonsumsi obat sakit kepala tersebut dalam jangka panjang dapat memicu anemia aplastik? Seorang ahli kanker bernama dr. Ronald Alexander Hukom, SpPD-KHOM membenarkan hal tersebut.
Menurutnya, penggunaan obat tertentu memang dapat memicu terjadinya anemia aplastik. Kondisi ini disebut drug-induced aplastic (anemia aplastik yang diinduksi oleh obat. Anemia aplastik yang diinduksi obat merupakan efek samping yang dapat membahayakan nyawa seseorang karena dapat menjadi racun bagi sumsum tulang. Meski penderita dengan efek samping tersebut jarang ditemukan, tetapi tetap wajib berhati-hati karena bisa dialami oleh siapa saja. (detik.com, 17/4/2024)
Anemia Aplastik, Tanggung Jawab Negara?
Menjamin peredaran obat yang aman adalah tanggung jawab negara. Pasalnya, negara adalah penanggung jawab seluruh urusan rakyat, termasuk menjamin keamanan obat-obatan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kekhawatiran masyarakat akan efek samping obat sakit kepala yang dijual di pasaran tersebut tentu saja beralasan. Pasalnya, kasus-kasus efek samping dari obat beberapa kali terjadi di negeri ini.
Publik tentu belum lupa tentang kasus gagal ginjal pada anak yang sempat viral di tahun 2020 lalu. Kasus tersebut telah merenggut sekitar 200 anak. Kasus gagal ginjal akut tersebut diduga disebabkan oleh obat sirop yang penggunaannya bahkan diresepkan oleh dokter. Melonjaknya kasus gagal ginjal akut saat itu membuat BPOM sampai mengeluarkan perintah untuk menghentikan sementara proses produksi dan distribusi obat sirop yang dikonsumsi para pasien.
Dari kasus tersebut diketahui bahwa ada tindakan nakal dan tidak taat aturan dari perusahaan-perusahaan farmasi. Mereka mengoplos bahan baku pembuatan sirop dengan cairan yang mengandung etilen glikol (biasanya untuk kebutuhan industri) karena alasan kelangkaan bahan baku. Di sisi lain, tentu saja ada kelalaian dari BPOM sebagai badan pengawas obat-obatan, serta pemerintah sebagai penanggung jawab urusan rakyat.
Mengapa BPOM tidak melakukan pengawasan secara komprehensif sehingga obat-obatan dengan bahan baku berbahaya bisa beredar, bahkan dengan label aman? Mengamati kasus tersebut, tentu saja hal ini bisa terjadi pada obat-obatan lainnya yang beredar di masyarakat, termasuk obat sakit kepala yang dapat memicu anemia aplastik. Dengan maraknya kasus gagal ginjal akut beberapa tahun lalu dan kini obat sakit kepala yang dapat memicu anemia aplastik, tentu menimbulkan satu pertanyaan. Apakah obat-obatan yang sudah dinyatakan aman oleh BPOM dan banyak beredar di masyarakat tersebut belum benar-benar aman?
Di sisi lain, maraknya perusahaan nakal yang bergerak dalam bidang farmasi tentu bukan hal aneh dalam sistem kapitalisme. Industri farmasi yang kini dikapitalisasi mengakibatkan bidang farmasi menjadi lahan bisnis yang menggiurkan. Perusahaan-perusahaan nakal tersebut bebas melakukan berbagai kecurangan demi mendapatkan keuntungan. Praktik ini semakin eksis karena negara hanya bertindak sebagai regulator, bukan terjun langsung menangani urusan rakyat.
Jika negara benar-benar peduli dengan keamanan suatu produk, seharusnya dilakukan berbagai langkah sejak awal untuk menjamin keamanan obat-obatan yang beredar di masyarakat. Penetapan standardisasi suatu produk yang aman bagi kesehatan, termasuk kehalalannya, sesungguhnya menjadi tanggung jawab negara. Negara harus menjadikan keselamatan nyawa rakyat sebagai prioritas ketimbang pertimbangan ekonomi. Lebih dari itu, masyarakat seharusnya juga diberi pemahaman agar melakukan upaya pencegahan sebelum pengobatan, misalnya dengan menganjurkan pola hidup sehat.
Anjuran Hidup Sehat
Memiliki tubuh yang sehat adalah dambaan setiap insan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah menjaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup sehat. Islam telah menganjurkan kepada para pemeluknya untuk menjaga kesehatan. Dengan menerapkan pola hidup sehat, berbagai penyakit bisa diminimalisasi. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati?
Islam adalah agama yang sangat peduli terhadap kesehatan. Pasalnya, kesehatan menjadi salah satu penunjang dalam rangka menunaikan ibadah kepada Allah Swt. dan berbagai aktivitas keseharian. Sayangnya, kehidupan masyarakat saat ini yang serba instan, menyebabkan banyak orang cenderung mengonsumsi makanan yang tidak sehat, seperti makanan cepat saji dan makanan yang mengandung lemak tinggi.
Akibatnya, berbagai penyakit bermunculan akibat pola makan yang tidak sehat, seperti penyakit jantung, obesitas, diabetes, kanker, dan lainnya. Pada akhirnya masyarakat akan disibukkan dengan obat-obatan tanpa mau melakukan tindakan pencegahan. Padahal, keadaan seperti ini jelas tidak ideal bagi umat Islam.
Rasulullah saw. tentu saja berharap umatnya adalah umat yang sehat, sebagaimana tercantum dalam hadis riwayat Muslim, "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan."
Untuk membentuk karakter mukmin yang kuat sebagaimana yang dicintai Allah, maka salah satu caranya adalah dengan menjaga pola makan yang sehat. Banyak penelitian yang dilakukan para ahli menunjukkan bahwa memperbaiki asupan makanan dapat memberikan efek kesehatan dan terhindar dari risiko berbagai penyakit. Dengan menjalani pola hidup sehat, masyarakat dapat meminimalisasi ketergantungan pada obat-obatan.
Khatimah
Anemia aplastik mungkin menjadi kekhawatiran bagi sebagian orang, khususnya mereka yang sering mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang. Kekhawatiran seperti ini akan terus terjadi selama sistem kapitalisme masih dijadikan sebagai solusi untuk menyelesaikan persoalan kehidupan. Ditambah lagi dengan minimnya jaminan keamanan obat dari negara membuat rasa aman kian hilang. Sejatinya, jaminan keamanan suatu produk termasuk obat-obatan hanya bisa dilakukan oleh Islam dengan menerapkan seluruh aturannya dalam kehidupan.
Wallah a'lam bishawab.[]
Semakin mengerikan saja hidup di zaman kapitalis ini. Obat-obatan hanya berpacu pada bisnis semata. Sementara kesehatan manusia menjadi taruhannya. Padahal, obat-obat yang di jual bebas ini menjadi pilihan pertama saat sakit, sebelum melangkah ke dokter atau fasilitas kesehatan lainnya.
Betul mbak. Kasihan masyarakat hanya jadi sasaran kepentingan bisnis para kapitalis ya, tanpa peduli nyawanya.
Hmmm inilah dampaknya jika berobat ke dokter harganya sangat mahal. Masyarakat yg blm mumpuni scr finansial memilih membeli obat asal tanpa konsultasi dokter, dan mengonsumsinya.
Betul mbak, fakta di masyarakat pelosok memang seperti ini
Kapitalisme membuat manusia kehilangan hati nurani, hanya mementingkan materi dan keuntungan diri sendiri.
Yup, begitulah bu.
Begitu mhe sekarang banyak onat ataupun makanan yang lolos BPOM dan berstatus aman. Padahal, membahayakan. Mau gimana lagi rakyat memang harus mandiri untuk mencari informasi dan ekstra hati-hati kerena bener dikatakan mbak Sartinah negara abai.
Iya, jadi ngeri-ngeri ya. Mau minum obat ini itu takut gak aman.
Duh ngeri ya, mana obat ini kadang jadi pilihan alternatif saat sakit kepala kambuh lagi
Betul mbak, sepertinya jadi pilihan banyak orang ya, di tempatku juga.
Negara sebagai pengurus rakyat memang memiliki tanggung jawab untuk memastikan semua yang beredar dalam masyarakat aman dan tidak membawa risiko saat dikonsumsi. Barakallah untuk penulis.
Betul mbak. Wajar masyarakat khawatir karena negara minim perhatian terhadap peredaran obat yang aman.
Kalau yg pernah saya pelajari, anemia aplastik itu bagian dr jenis2 autoimun, dan autoimun ini tidak terjadi dalam waktu satu atau 2 tahun, tp terjadi dlm jangka panjang dan ada faktor pemicu yg terus terjadi berulang d dalam tubuh..
Mungkin obat ini bisa memicu memperparah kondisi autoimunnya. Akan tetapi tetap saja ya, minimnya tanggungjawab negara membuat peredaran obat2an yg gk ideal merajalela..
Betul mbak. Sekecil apa pun risikonya, sudah seharusnya menjadi perhatian negara