Al-Qur’an semakin mudah diakses, tetapi sisi terpentingnya tidak disentuh yaitu kumpulan aturan Allah Swt. yang wajib diamalkan
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan. Ada salah seorang dari kalian membacanya dari awal sampai akhir tanpa melewatkan satu huruf, tetapi sungguh ia melewatkan pengamalan.”
Kalimat yang diucapkan Abdullah bin Mas’ud tampak pada kondisi umat Islam saat ini. Al-Qur’an hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan manusia. Tanpanya, manusia bagaikan kehilangan arah. Namun, sekarang hubungan keduanya malah seperti minyak dengan air, sulit dipersatukan. Kitab suci ini tidak lagi menjadi sumber denyut-denyut gerakan di tengah umat.
Salah Kaprah Mendudukkan Al-Qur'an
Nabi pernah mengatakan kepada sahabatnya, Hudzaifah, tentang persengketaan dan perselisihan yang akan terjadi di tengah-tengah kaum muslimin sepeninggal beliau. Hudzaifah mengulang tiga pertanyaan yang sama, ”Apa yang harus aku lakukan jika menjumpai masa itu?" Tiga kali Rasulullah saw. menjawab dengan jawaban, ”Pelajari Al-Qur’an dan amalkan. Kau akan mendapatkan jalan keluar.”
Teks hadis di atas, menyiratkan pesan bahwa kitab suci umat Islam tersebut bisa memberikan solusi terhadap seluruh persoalan manusia sepanjang zaman. Sebaliknya, jika berpaling darinya, manusia pasti tersesat. Hal ini Rasulullah peringatkan dalam pidatonya selepas Haji Wada', ”Kutinggalkan untuk kalian dua pusaka, satu di antaranya adalah Kitab Allah. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Siapa yang berpegang teguh kepadanya, niscaya akan mendapat petunjuk. Siapa yang menyalahinya, niscaya ia akan tersesat.”
Persis dengan gambaran umat Islam sekarang. Bagai berada dalam labirin kegelapan dan didera banyak persoalan, berbagai upaya malah menarik kaum muslimin pada pusaran kenistaan yang semakin dalam. Padahal, ada ribuan penghafal Kalamullah, sekolah Islam di mana-mana, dan setiap tahun jutaan orang pergi berhaji dan umrah.
Kondisi kontradiktif ini akibat salah kaprah mendudukkan Al-Qur’an. Kumpulan wahyu Allah itu dipandang sebatas bacaan. Umat sibuk memperindah bacaannya hingga dilombakan setiap tahun. Semangat menghias mushaf tetapi lalai menghiasi dirinya dengan Al-Qur’an. Jamak dipahami bahwa Kalamullah cukup dibaca, tidak peduli dipahami atau tidak. Meski berada di tengah-tengah kaum muslimin, Al-Qur’an ada tetapi seolah tiada. Nasibnya makin terasing dari kehidupan.
Kondisi ini tidak mengherankan karena merupakan keniscayaan dari penerapan sistem sekuler, di mana kehidupan disterilkan dari agama. Al-Qur’an hadir dalam lafal di lidah tetapi ruh dan cahayanya raib dari hati. Kalimat-kalimatnya dicetak, disiarkan, dilombakan, tetapi kandungan maknanya diabaikan. Daya pengaruhnya dilemahkan oleh kaum muslimin sendiri, daya ubahnya tak dipandang gagah untuk menyelesaikan problematika abad modern. Kaum muslimin lupa bahwa Al-Qur'an datang dari Allah pencipta manusia dan alam semesta.
https://narasipost.com/teenager/03/2024/al-quran-obat-anti-galau/
Jika ada yang menyeru, ”Ayo terapkan Al-Qur’an,” lantas dijawab, ”Apa lagi yang harus diperbuat dengan Al-Qur’an, setiap rumah keluarga muslim sudah memilikinya. Penghuninya sudah bisa membaca, bahkan ada yang menghafalkannya. Lantunannya terdengar berkumandang di masjid-masjid.”
Di sinilah justru titik persoalannya. Al-Qur’an semakin mudah diakses, tetapi sisi terpentingnya tidak disentuh yaitu kumpulan aturan Allah Swt. yang wajib diamalkan. Kitab ini adalah dustur atau undang-undang yang mengatur semua dimensi kehidupan manusia, baik politik, ekonomi, sosial, pendidikan, kesehatan, dan sanksi.
Siapakah Kita?
Rasulullah pernah mengadukan terkait orang-orang yang mengabaikan Al-Qur’an yang diabadikan dalam surah Al-Furqan ayat 30, “… Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini (sebagai) sesuatu yang diabaikan.” Pengaduan tidak hanya ditujukan untuk orang-orang Quraisy saat itu tetapi juga bagi muslim hari ini. Secara fisik dekat dengan Al-Qur’an, tetapi umat Islam lebih rela diatur oleh undang-undang buatan manusia dalam sistem sekuler.
Kehidupan umat Islam sudah terlampau dari jauh dari template yang Allah tetapkan. Aturan-aturan Allah terutama yang berkaitan dengan pengaturan masyarakat sudah dicampakkan. Pemikiran politiknya berkiblat kepada konsep Trias Politica Montesquieu, sistem ekonominya merujuk pada gagasan kapitalisme Adam Smith, kebolehan atau tidak berdasarkan prinsip HAM, gaya hidupnya cenderung liberal.
Islam agama yang tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya, karena itu seharusnya umat Islam memimpin dunia. Jika faktanya tidak demikian, berarti umat Islam telah salah mendudukkan Al-Qur’an. Sabda Rasulullah saw., ”Dengan Al-Qur’an ini, Allah mengangkat derajat suatu kaum atau merendahkannya.” (HR. Muslim).
Apa Solusinya?
Tidak ada cara lain untuk mengembalikan kejayaan umat Islam, yakni harus dengan membumikan Al-Qur’an melalui penerapan syariat Islam. Mewujudkannya memang tidak mudah dalam keterasingan konsep Islam di tengah umat. Ditambah lagi berbagai fitnah yang digencarkan Barat, menyebarkan virus islamofobia yang juga menjangkiti sebagian kaum muslim. Kondisi ini berpotensi menimbulkan perpecahan di dalam tubuh umat Islam.
Lalu dari mana harus memulai? Ada yang mengambil cara dengan menyuburkan lembaga sekolah penghafal Al-Qur’an agar lahir para penghafal Al-Qur’an, atau bergerak melalui komunitas untuk membantu orang-orang miskin, yang lain lewat penguasaan sains dan sektor ekonomi, atau penerapan syariat Islam secara parsial seperti mendirikan bank syariah dan wisata halal. Akan tetapi, semua upaya malah kian menyedot habis energi umat, sementara umat Islam tetap terpuruk dan semakin tidak berdaya.
Di sinilah umat Islam harus disadarkan, perjuangan membumikan kembali Al-Qur’an harus mengikuti Rasulullah saw. Beliau telah meninggalkan metode bagaimana meraih kemenangan yaitu masyarakat diatur dan tunduk pada mekanisme yang sudah Allah tetapkan. Umat Islam di bawah kepemimpinan seorang pemimpin bertakwa yang menerapkan syariat Islam pada penduduk wilayah Islam dengan batasan yang tidak permanen. Semangat dakwah dan jihad terus meluaskan spektrum cahaya Al-Qur’an dan terwujudlah Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
Dimulai dari berdakwah di Makkah, Rasulullah fokus membina para sahabat dengan Al-Qur’an sebagai tulang punggung iman. Jadilah para sahabat tegak dengan keimanan kokoh berkumpul di sekitar Rasulullah dalam suatu kelompok dakwah, berinteraksi dengan masyarakat menjelaskan kemuliaan Islam. Dakwah Rasulullah adalah dakwah pemikiran yang mengubah cara pandang tentang kehidupan dan manusia. Segala sesuatu menjadi jelas dan terang benderang tentang tujuan penciptaan manusia dan bagaimana cara menjalaninya.
Ibadah kepada Allah bukan timbal balik seperti balas jasa atas kenikmatan yang Allah berikan, melainkan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Saking sayangnya, jalan kebenaran berupa syariat Islam Allah turunkan. Lengkaplah Islam yang terhimpun di dalamnya akidah, syariat, dan dakwah. Rasulullah menerapkan syariat Islam secara kaffah tatkala menjadi pemimpin negara di Madinah, Daulah Islam peletak batu pertama peradaban Islam.
Umat Islam hidup dengan tujuan dan perasaan yang sama yaitu meraih rida Allah Swt. Al-Qur’an hadir melalui tangan penguasa untuk melindungi agama, akal, harta, jiwa, dan darah rakyatnya. Mereka saling beramar makruf nahi mungkar sebagai bentuk kasih sayang agar tidak ada seorang pun terjerumus ke dalam dosa.
Jejak dakwah dalam bentuk metode dakwah inilah yang harus diduplikasi oleh umat Islam hari ini jika sungguh-sungguh ingin kembali hidup dalam naungan Al-Qur’an. Selama perjuangan menyimpang dari ajaran Rasulullah, mengadopsi konsep-konsep Barat, umat akan terus berada dalam kegelapan dan penderitaan. []
[…] https://narasipost.com/syiar/04/2024/alquran-di-sisi-kita/ […]
Semua kerusakan dan keburukan yang menimpa manusia disebabkan karena meninggalkan Al-Qur'an. Karena itu, kebaikan dan kemuliaan kaum mualim akan kembali diraih jika Al-Qur'an dijadikan sandaran.
Betul, Umat Islam rabun dekat. Kitab fi deoan mata tidak kelihatan, undang-undang manusia yang jauh malah dikejar.
Jadi teringat akan negeri yang dianggap maju oleh dunia namun mereka menelantarkan Al-Quran maka yang terjadi adalah sebuah kenistaan. Bahkan mereka tidak mampu menolak bala' bencana alam yang Allah berikan kepada mereka.
Jika suatu kaum sudah sangat ingkar, Allah berikan kenikmatan dunia yang mereka minta. Tetapi akan menjadi azab pedih di akhirar.