Pemberdayaan Ekonomi Perempuan, Tumbal Ekonomi Kapitalis

"Posisi perempuan tak ubahnya sebagai mesin ekonomi untuk memperpanjang masa hidup kapitalisme yang hampir karam"

Oleh: Rina Yulistina

NarasiPost.Com-Dunia makin kompetitif, perempuan yang selama ini dipandang belum optimal dalam dunia publik semakin didorong untuk memasukinya. Genderang kesetaraan gender semakin ditabuh. Apalagi Indonesia berkomiten dalam Sustainable Devolopment Goals (SDG's) dengan menerapkan prinsip no one left behid yaitu seluruh elemen masyarakat dapat terlibat aktif dalam mengakses, berpartisipasi, ikut dalam pengambilan keputusan dan mendapatkan manfaat dari hasil pembangunan sesuai kebutuhan dan aspirasinya.

Berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia (WEF) di tahun 2019 keterlibatan perempuan di bidang ekonomi di Indonesia mengalami peningkatan, naik 28 peringkat dari tahun sebelumnya. Indonesia telah menutup hingga 68,5 persen dari kesenjangan dalam hal partisipasi dan kesempatan ekonomi. Untuk tahun 2020 Indonesia naik menempati posisi ke 68 dari 153 negara.

Pencapaian yang telah diraih ini dirasa masih kurang, masih banyak PR yang harus segera dirampungkan. Di sektor industri, partisipasi kerja perempuan hanya 54%, selain itu upah yang didapat hanyalah setengah dari pendapatan laki-laki. Sedangkan perempuan yang tidak berkiprah di dunia industri didorong untuk tetap berdaya meskipun berada di dalam rumah melalui UMKM. Berdasarkan data Kementrian Koperasi sebanyak 37 juta UMKM atau 64,5 persennya dikelola oleh perempuan.

Untuk mewujudkan misi kesetaraan gender dan memenuhi komitmen SDG's maka dorongan perempuan untuk bebas secara finansial semakin tinggi. Tak tanggung-tanggung, lembaga AS, International Development Finance Corporation (DFC), memberikan Rp493 miliar kepada perempuan Indonesia. Tujuannya untuk memobilisasi bagi pemberdayaan perempuan secara ekonomi.

Begitu Petingkah Pemberdayaan Ekonomi Perempuan?

Tak ada makan siang gratis, pepatah tersebut memang benar, tak mungkin suatu program dibuat dan digulirkan di tengah-tengah masyarakat apalagi hingga didanai oleh lembaga internasional jika tidak ada keuntungan di dalamnya. Lantas seberapa menguntungkan pemberdayaan ekonomi perempuan terhadap perekonomian global hingga program tersebut diaruskan secara sistemik dan mendunia?

Dari hasil penelitian, pemberdayaan ekonomi perempuan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Asia Pasifik sebesar 12% dari pertumbuhan rata-rata, itu artinya akan menambah US$495 triliun PDB pada tahun 2025.

Sedangkan di Indonesia sendiri berdasarkan peneilitian McKinsey Global Institute (MGI) bertajuk "Kekuatan paritas: Mempercepat kesetaraan perempuan di Indonesia (The power of parity: Advancing women's equality in Asia Pacific)", diketahui bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan dapat meningkatkan PDB hingga US$ 135 miliar di tahun 2025 atau 9% pertumbuhan ekonomi di atas kondisi normal.

Begitu menggoda. Sepanjang sejarah Indonesia belum pernah pertumbuhan ekonomi sebesar 9%. Pemberdayaan ekonomi perempuan bagaikan pahlawan yang mampu mengubah kondisi perekonomian negara, regional bahkan secara global apalagi di tengah resesi ekonomi yang terjadi saat ini. Perempuan dituntut untuk bekerja keras keluar dari jurang resesi.

Perempuan Mesin Ekonomi Kapitalis

Perempuan yang dinilai lebih teliti, ulet, telaten dan lebih "manut" dalam menyelesaikan pekerjaan menjadi nilai plus dibandingkan laki-laki. Semakin perempuan berkiprah di dunia publik, maka roda perekonomian akan semakin berjalan. Pajak penghasilan dan pajak usaha yang diperoleh negara akan naik. Selain itu, tingkat konsumsi pun akan naik pula. Semakin perempuan berpenghasilan tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat konsumsinya dan makin beragam pula keinginan akan food, fun, dan fashion yang akan dipenuhi oleh mereka.

Semakin mereka konsumtif, maka semakin tinggi pula profit yang didapat oleh para kapitalis, karena dalam konsep ekonomi kapitalis roda ekonomi digerakan oleh tingkat konsumtif masyarakatnya. Apalagi Indonesia akan mengalami bonus demografi di tahun 2020-2035. Menurut data BPS penduduk usia produktif diprediksi mencapai 67,9% dari total jumlah penduduk yang diproyeksi 305,6 juta jiwa. Maka Indonesia akan menjadi pasar dunia sekaligus menjadi penyedia tenaga kerja murah dimana pabrik-pabrik asing berdiri karena kebijakan pemerintah yang memberikan diskon tanah bagi investor.

Maka sangat gamblang bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan merupakan lahan bisnis yang menggiurkam bagi sistem ekonomi kapitalisme. Perempuan dijadikan tumbal untuk menggerakan ekonomi. Sebab jauh sebelum terjadinya pandemi pertumbuhan ekonomi dunia turun 3,6%, yakni di tahun 2018, kemudian di tahun 2019 turun menjadi 3,0%. Apalagi saat ini, pertumbuhan ekonomi dunia mengalami minus akibat covid-19. Ekonomi kapitalis kesulitan untuk sembuh dari keterpurukan. Sungguh sistem ini begitu rapuh usia berkali-kali diterjang dengan berbagai krisis mulai dari bubble ekonomi akibat bursa saham, kredit macet, hingga pandemi.

Maka posisi perempuan tak ubahnya sebagai mesin ekonomi untuk memperpanjang masa hidup kapitalisme yang hampir karam. Begitu mengenaskan kondisi perempuan, mereka hanya dijadikan mesin uang namun sangat teramat disayangkan perempuan acapkali tak menyadarinya. Sebaliknya mereka menganggap bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan adalah penyelamat bagi kehidupan mereka.

Padahal yang menjadikan mereka sengsara hingga mereka harus berjuang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya adalah kapitalisme itu sendiri. Sistem kapitalisme adalah sistem licik, merebut hak rakyat dan hanya berpihak pada segelintir orang saja, sehingga jurang antara si kaya dan si miskin semakin tajam. Sektor-sektor strategis mereka kuasai, sedangkan rakyat hanya cukup menjadi pekerja bergaji rendah. Mereka menguasai pasar dan memonopolinya sedangkan rakyat hanya cukup berkecimpung di UMKM. Maka sudah saatnya membiarkan kapitalisme karam.

Perempuan dalam Khilafah

Perempuan diciptakan sebagai tulang rusuk bukan tulang punggung, maka tugas utama untuk bekerja dan memberikan nafkah layak bagi keluarganya ada di pundak laki-laki. Perempuan menjalankan kehidupan sesuai dengan fitrah mereka sebagai pengatur rumah tangga dan pendidik generasi. Meskipun seperti itu, perempuan memiliki hak yang sama dalam hal pendidikan, kesehatan, hingga pekerjaan. Ketika mereka ingin bekerja bukan karena desakan ekonomi atau karena keinginan diri untuk eksistensinya namun ketika mereka bekerja semata-mata untuk mengamalkan ilmunya. Dan gaji mereka ketika mereka bagikan kepada keluarga maka bernilai sedekah.

Tugas Khalifah menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki, atau memberikan modal bagi mereka yang ingin berwirausaha. Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam dimana sumber pendapatan negara bukan berasal dari pajak namun berasal dari SDA, kharaj, jizyah, fa'i. Sehingga dengan adanya pengelolaan APBN sesuai syariat kebutuhan rakyat bisa terpenuhi secara murah bahkan gratis dengan merata dan adil, sehingga perempuan tak perlu menjadi tulang punggung supaya dapur tetap mengepul atau supaya anak mereka berpendidikan tinggi.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rina Yulistina Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ke manakah Arah Pendidikan Generasi Z dalam Menghadapi Bonus Demografi?
Next
Menangis Negeriku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram