Negara merupakan pihak yang paling bertanggung jawab atas kasus TPPO bermodus magang yang terjadi di negeri ini.
Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Derap Dakwah Umayah)
NarasiPost.Com-Kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) kembali muncul ke ranah publik. Sebanyak 1.047 orang mahasiswa menjadi korban TPPO dengan modus magang yang dijanjikan belajar dan bekerja namun akhirnya dijadikan buruh kasar di Jerman. Dari penyelidikan polisi diketahui program ini dijalankan oleh 33 universitas di Indonesia yang bekerja sama dengan tiga agen tenaga kerja melalui program magang Ferienjob yang diakui masuk dalam program dari Kemendikbudristek.
Namun, hal ini ditolak oleh pihak Kemendikbudristek yang menyatakan bahwa program tersebut bukan bagian dari program negara dan meminta semua perguruan tinggi tidak mengikuti program Ferienjob itu. Hingga kini, pihak kepolisian telah menetapkan lima tersangka yang salah satunya merupakan direktur utama yang menawarkan program magang ke sejumlah kampus. (cnnindonesia.com, 28/03/2024)
Kasus TPPO yang melibatkan banyak pihak kampus menimbulkan pertanyaan besar, mengapa ini bisa terjadi? Lantas, siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut?
Awal Mula Masalah TPPO
Diketahui, program yang diadakan oleh Ferienjob adalah program resmi di Jerman yang diadakan selama Oktober hingga Desember. Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa agar bisa bekerja paruh hari dengan pekerjaan yang mengandalkan fisik di berbagai perusahaan di negara tersebut. (antaranews.com, 27/03/2024)
Karena saat ini Jerman mengalami krisis populasi pemuda, maka kebutuhan negara akan tenaga fisik pemuda diambil dari berbagai negara melalui agen atau oknum yang menjadi perantaranya. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mempromosikan program Ferienjob dengan iming-iming gaji antara 20-30 juta dengan biaya akomodasi pemberangkatan ditalangi oleh pihak kampus.
Jerman sendiri memiliki citra di mata pendidikan dunia sebagai salah satu negara maju dalam teknologi dan industri. Kerja sama yang dilakukan pihak Jerman dengan berbagai kampus di Indonesia dapat mengangkat grade kampus tersebut untuk lebih mendekati pada standar world class university yang menjadi kebanggaan bagi kampus. Oleh karena itu, banyak kampus yang membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan luar negeri.
Gayung Bersambut
Di satu sisi kampus ingin mengangkat grade yang dimilikinya, di sisi lain, adanya program magang dapat menggantikan hingga 20 SKS (Satuan Kredit Semester) mata kuliah yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa. Mahasiswa yang merasa berat akan mata kuliah tertentu jakan lebih memilih mengganti mata kuliah tersebut dengan kegiatan magang. Apalagi, program magang yang ditawarkan juga memberikan upah bagi mahasiswa.
Mahasiswa yang tertarik akan mengambil kesempatan tersebut terlebih lagi program magang yang diberikan dilaksanakan di luar negeri seperti di Jerman. Terlebih lagi, kondisi pemikiran mahasiswa saat ini cenderung pragmatis yang tidak jeli dalam memutuskan segala hal. Mereka akan bangga dengan keberadaan mereka di luar negeri sekalipun ada risiko yang harus ditanggungnya.
Begitu juga dengan respons orang tua terhadap pendidikan. Orang tua saat ini banyak yang menjadikan pendidikan yang ditempuh anak untuk meraih pekerjaan atau berorientasi materi. Ketika orang tua mengetahui angin segar bahwa anaknya mendapatkan program magang berbasis upah, para orang tua banyak yang menyetujui keikutsertaan anak dalam program tersebut.
Tak dapat dimungkiri pula, bahwa pihak negara juga tak menjamin adanya pendidikan murah bahkan gratis bagi masyarakat. Lepas tangannya peran negara dalam pembiayaan pendidikan perguruan tinggi membuat pihak kampus harus mencari solusi secara mandiri untuk menyelesaikan masalah pembiayaan operasional kampus.
Mulai dari subsidi silang hingga kerja sama dengan pihak lain dilakukan kampus agar dapat menutupi kebutuhan dana operasional yang dibutuhkan. Oleh karena itu, ketika program Ferienjob ini ditawarkan, ia merupakan dampak dari gayung bersambut antara mahasiswa, orang tua, dan kampus dari ketiadaan peran negara.
Pihak yang Bertanggung Jawab atas TPPO
Tak hanya gayung bersambut, kesalahan paradigma masyarakat, kampus, dan negara terhadap pendidikan saat ini juga turut memengaruhi faktor penerimaan program magang yang diadakan oleh Ferienjob. Kesalahan paradigma pendidikan disebabkan karena penerapan sistem sekularisme yang menjadikan segala aktivitas kehidupan berorientasi kepada materi.
Semua pihak secara umum memiliki paradigma yang salah terhadap ilmu. Ilmu dijadikan bekal untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik yang dalam hal ini ditujukan untuk mendapatkan pekerjaan. Mekanisme pendidikan yang diterapkan negara pun dirasa tidak tepat karena negara tidak memegang kendali penuh atas tujuan dan kurikulum yang ada.
Kurikulum yang saat ini dijalankan, sejatinya tak lepas dari kepentingan para oligarki kapitalis yang membutuhkan tenaga ahli untuk menjalankan kepentingan industri mereka. Untuk mendapatkan pekerja yang memiliki keahlian dengan upah rendah, mahasiswa dijadikan sasaran untuk memenuhi hasrat mereka. Mahasiswa disaring untuk mendapatkan kualitas yang terbaik lalu ditempatkan pada program magang yang sesuai dengan jurusan yang mereka ambil. Mahasiswa semacam ini jelas hanya dijadikan sebagai objek yang memenuhi kepentingan industri.
Ini merupakan bahaya bagi negeri. Namun, bahaya ini tak akan hilang ketika kurikulum yang ada justru mendukung dan melegalkan program tersebut. Sehingga, negara jelas adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas penerapan sistem pendidikan sekuler berbasis kepentingan industri yang membuat kasus TPPO bermodus magang terjadi di negeri ini.
Pandangan Islam terhadap Ilmu dan Pendidikan
Sampai sini, maka jelas bahwa akar masalah kasus TPPO bermodus magang adalah kesalahan paradigma berpikir terhadap ilmu dan pendidikan, ditambah dengan kesalahan sistem dan mekanisme pendidikan yang dijalankan suatu negeri. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, harus ada perubahan paradigma berpikir dan penerapan sistem yang ada.
Dalam kacamata Islam, ilmu merupakan bagian yang memengaruhi kepribadian seseorang. Pendidikan yang diberikan dengan landasan ilmu harus dapat membentuk karakter atau kepribadian yang sesuai syariat, sehingga akan menghasilkan manusia yang memiliki pola pikir dan sikap sikap yang islami. Kepribadian Islam ini akan membentuk seseorang menjadi orang yang matang berpikir, peduli, berakhlak mulia, memiliki wawasan dan tsaqafah yang luas, memiliki keterampilan, dan lain sebagainya.
Untuk mewujudkan kepribadian tersebut dalam proses pendidikan, maka dibutuhkan integrasi dari semua elemen dalam sistem negara. Butuh kurikulum berbasis akidah Islam dan semua penerapan sistem yang sesuai syariat Islam. Negara sebagai pengurus rakyat memiliki tanggung jawab penuh agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh warga negara. Sebab, pendidikan adalah salah satu hajat hidup orang banyak di mana negara harus memberikan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mendapatkannya.
Kemudahan akses pendidikan harus diberikan negara secara mandiri tanpa bergantung kepada pihak lain. Kurikulum pendidikan didesain untuk membangun peradaban bangsa baik objek pendidikannya laki-laki maupun perempuan. Semua warga negara harus mendapatkan bekal pendidikan dan keterampilan yang menunjang mereka untuk menunaikan segala kewajiban dalam kehidupan.
Hasil sistem pendidikan harus mampu menjadikan laki-laki menjadi pencari nafkah yang baik. Begitu juga harus mampu menjadikan perempuan siap menjadi ibu dan pengurus rumah tangga yang baik. Sistem pendidikan juga harus mampu menjadikan warga negaranya memiliki wawasan yang luas yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menunjang peradaban bangsa.
Semua itu dapat diwujudkan oleh negara yang menerapkan sistem Islam secara keseluruhan. Sistem ekonomi Islam akan mampu membiayai semua kebutuhan pendidikan mulai dari sarana prasarana, fasilitas tenaga didik, dan lain-lain. Hasil pengelolaan kekayaan alam negeri yang dijalankan oleh negara menjadi salah satu sumber yang dapat memenuhi biaya pendidikan. Sistem politik Islam juga harus ada agar para oligarki tidak dapat memasukkan kepentingan mereka dalam sistem pendidikan.
Peran media massa untuk mendukung sistem pendidikan Islam juga harus ada agar masyarakat tak tergoda dengan iming-iming magang atau sistem pendidikan lain selain Islam. Ini semua sudah pernah dilaksanakan oleh negara Islam (Khilafah) yang berdiri selama 14 abad lamanya.
Khilafah pada saat itu mampu menjadi mercusuar dunia termasuk dalam perkembangan ilmu sains dan teknologi. Banyak universitas ternama yang melahirkan para ilmuwan dan ahli fikih yang memiliki pengaruh bagi dunia hingga saat ini. Inilah bukti bahwa penerapan Islam dalam kehidupan akan mampu membawa peradaban yang unggul dan penuh keberkahan. Semua keberkahan itu merupakan buah dari keimanan dan ketakwaan masyarakat yang menerapkan Islam yang wajib dilakukan sebagai muslim.
Dalam hal ini, Allah Swt. telah berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Seandainya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan limpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi, akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 96)
Penutup
Adanya kasus TPPO pada mahasiswa berkedok magang merupakan dampak dari lepas tangannya negara dalam kepengurusan rakyatnya dalam sistem pendidikan. Pendidikan yang berbasis sekuler dan berorientasi untuk memenuhi kepentingan industri dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk menjadikan mahasiswa sebagai sasarannya. Hal ini tidak akan terjadi jika negara mengambil kendali penuh pendidikan dan memenuhi segala kebutuhan hajat masyarakat dengan sistem Islam. Islam sebagai sebuah ideologi yang benar telah terbukti membawa kemaslahatan dan keberkahan dalam hidup manusia sebagaimana yang diterapkan oleh negara Islam (Khilafah).
Wallahu a’lam bishawaab. []
jazakunnallah khoiron katsiron kepada semua tim redaksi NP