Potret buram dunia pendidikan di Indonesia menjadi mimpi buruk bagi anak-anak yang memiliki potensi kuat dalam mengembangkan bakatnya. Maka tak heran banyak anak-anak di negeri ini putus sekolah karena faktor biaya pendidikan. Namun, di balik kerasnya kehidupan di kala biaya pendidikan yang semakin meningkat hal ini justru menjadi tantangan bagi setiap orang tua maupun peserta didik agar bagaimana tetap bisa menikmati pendidikan itu sendiri.
Oleh: Hamsina Halisi Alfatih
NarasiPost.com -- Suci merupakan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Kendari yang terpaksa harus berjuang melawan kerasnya kehidupan dengan mengemis di setiap perempatan traffic light dan tempat-tempat keramaian lainnya. Dilansir dari Telisik.id, Sabtu 10 Oktober 2020 saat melakukan aktivitasnya Suci tak sendiri. Ia bersama sekitar 15 orang yang sebaya dengannya, tampak dengan memegang gelas plastik bekas yang siap disodorkan kepada pengemudi kendaraan yang berhenti saat lampu merah menyala di perempatan Jalan Made Sabara. Telisik.id pun mencoba menelisik pekerjaan kedua orang tua Suci. "Kalau bapakku pemulung, ibuku kerja jual tissu," ujar gadis polos tersebut.
Menjadi pengemis bukanlah keinginan yang hendak dilakukan seorang anak di bawah umur secara suka rela. Keterpaksaan itu terkadang membuat seorang anak harus rela berpanas-panasan demi membantu kedua orang tuanya dalam membiayai pendidikan sekolah.
Pendidikan merupakan hak prioritas dimana setiap orang berhak untuk mendapatkannya. Selain itu, sejatinya pemenuhan pendidikan haruslah dilakukan secar sistematis agar proses belajar mengajar mampu diserap oleh para peserta didik. Di samping pendidikan itu terjamin, terpenuhi dan terkondusif sehingga tidak ada peserta didik yang yang merasakan adanya dinding pemisah antara si kaya dan si miskin.
Pendidikan di Indonesia sendiri hampir tiap tahunnya mengalami peningkatan. Namun hal ini tidak ditandai dengan meningkatnya mutu serta kualitas pendidikan di seluruh Nusantara. Walhasil, peningkatan mutu serta kualitas pendidikan bisa dikatakan hanya di kota-kota besar saja yang mampu menikmatinya. Sementara di pelosok tanah air bagian daerah terpencil masih sangat miris untuk menikmati pendidikan yang layak.
Potret buram dunia pendidikan di Indonesia menjadi mimpi buruk bagi anak-anak yang memiliki potensi kuat dalam mengembangkan bakatnya. Maka tak heran banyak anak-anak di negeri ini putus sekolah karena faktor biaya pendidikan. Namun, di balik kerasnya kehidupan di kala biaya pendidikan yang semakin meningkat hal ini justru menjadi tantangan bagi setiap orang tua maupun peserta didik agar bagaimana tetap bisa menikmati pendidikan itu sendiri.
Pada kenyataannya pula, pendidikan di Indonesia seolah telah menjadi ajang monopoli para pebisnis. Adanya liberalisasi dari para pemilik modal yang telah menjadi prinsip dasar neoliberalisme justru tidak hanya berlaku dalam dunia ekonomi, tetapi juga merambah ke bidang pendidikan.
Walhasil, pendidikan dengan dasar liberalisasi justru akan menjadikan pendidikan sebagai barang yang mahal. Pendidikan yang baik hanya akan dapat dinikmati oleh mereka yang mampu secara ekonomi. Sedangkan mereka yang lemah secara ekonomi akan makin sempit aksesnya terhadap pendidikan yang bermutu.
Begitu kompleks permasalahan pendidikan di negeri ini, dan permasalahan ini akan semakin parah seiring berkembangnya zaman di era globalisasi. Dan tak bisa kita pungkiri bahwa standarisasi kehidupan masyarakat saat ini masih jauh dari kata layak. Jangankan untuk memikirkan biayai pendidikan sekolah, memikirkan biaya hidup sehari-hari saja sangat sulit untuk dipenuhi.
Melihat kenyataan ini, masyarakat sudah seharusnya memikirkan dampak ketika sistem pendidikan saat ini diatur dalam sistem kapitalisme liberal. Adanya kapitalisasi pendidikan telah membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, yang ada hanyalah yang berduit lebih menikmati pendidikan terbaik dari pada mereka yang tidak mampu secara finansial. Pada akhirnya, mereka yang tidak mampu untuk membiayai pendidikan sekolah harus merasakan pahitnya putus sekolah karena harus memikirkan biaya hidup sehari-hari.
Dampak permasalahan ini seharusnya menjadi titik pusat perhatian pemerintah dan negara. Dimana negara sebagai regulator memberikan jaminan pendidikan yang baik bagi setiap peserta didik. Perkara ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 31 ayat 2 "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Undang-undang tersebut juga dipertegas oleh Undang-Undang Nomor 20 tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (USPN) pasal 46 yang mengatakan bahwa pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat".
Hal ini agaknya berarti bahwa sumber pendanaan sekolah dan biaya pendidikan bukan hanya dibebankan kepada orang tua saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah juga. Pada Undang-Undang Nomor 20/ 2003, pasal 34 ayat 2 tentang Sisdiknas pun menggariskan bahwa pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Jaminan pendidikan sebenarnya lebih kompleks di atur dalam sistem Islam. Negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis bagi seluruh warganya. Negara juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi.
Semua fasilitas sarana dan prasarana disediakan oleh negara. penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang bermutu oleh Khilafah hingga memungkinkan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Negara memberikan jaminan pendidikan secara gratis bagi seluruh warganya. Negara juga memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi.
Semua fasilitas sarana dan prasarana disediakan oleh negara. kurikulum pendidikan dan peran negara Khilafah yang sangat baik dalam penyediaan pendidikan telah melahirkan para cendekiawan Muslim terdepan di dunia. Karya monumental mereka di bidang agama, filsafat, sains dan teknologi tidak hanya diakui secara internasional; namun juga menjadi dasar pengembangan ilmu dan pengetahuan hingga saat ini.
Di antaranya adalah Imam Syafii yang menurut al-Marwadi, karyanya mencapai 113 kitab tentang tafsir, fikih, adab, dan lain-lain. Inilah Indahnya jika pendidikan Islam mewarnai kehidupan kita dalam bingkai Khilafah Islamiyah dari pada di baluti cengkraman kapitalisme yang telah merusak pendidikan dan gagal melahirkan generasi emas. Wallahu a'lam bishshawab.[]
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected].