Regulasi Transportasi dalam Dekapan Investasi

"Indonesia sebagai negeri kepulauan menjadi lahan basah bagi bisnis penerbangan. Karena mobilitas rakyatnya bergantung pada koneksi udara."

Oleh: Nurjamilah S.Pd.I

NarasiPost.Com-Awal 2021 diguyur hujan air mata. Belum sirna pandemi, datanglah tragedi. Kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak pada Sabtu (9/1) di perairan utara Jakarta telah menewaskan 62 orang yang terdiri dari 12 kru pesawat, 40 orang dewasa, 7 anak dan 3 bayi. Pesawat yang dikemudikan oleh Kapten Afwan ini lepas landas pukul 14.36 dan hilang kontak pada pukul 14.40. Hingga saat ini baru ditemukan beberapa korban dalam kondisi tidak utuh anggota tubuhnya, FDR (Flight Data Recorder) atau rekaman data penerbangan dan puing-puing pesawat. (Kompas.com, 12/1)

Peristiwa ini meninggalkan duka yang sangat mendalam. Belum diketahui pasti apa penyebab kecelakaan. Apakah karena faktor cuaca, human error atau kerusakan mesin pesawat. Butuh waktu yang cukup lama untuk mengetahuinya, mengingat CVR (Cockpit Voice Recorder) atau perangkat percakapan dalam kokpit pesawat masih belum ditemukan.

Meskipun demikian banyak yang mempertanyakan usia pesawat itu. Apakah masih memenuhi standar keamanan atau tidak. Pesawat dibuat tahun 1994, jadi usianya sekitar 26 tahun. Apakah masih layak terbang?

Sebagaimana diketahui pada bulan Mei 2020 Kemenhub telah mencabut aturan tentang pembatasan usia pesawat dan menggantinya dengan aturan baru yang mengembalikan batas maksimal usia pesawat angkutan niaga sesuai aturan dari pabrikannya. (nasional.kompas.com, 10/01)

Padahal amanah UU RI pasal 24 no.1 tahun 2009 tentang penerbangan menyatakan setiap pesawat udara yang dioperasikan di Indonesia wajib mempunyai tanda pendaftaran. Namun mengalami beberapa kali perubahan Permenhub hingga pada Mei 2020 ditandatangani PM No. 27 Tahun 2020 yang menghilangkan sama sekali pembatasan usia pesawat. Penggunaannya dibatasi dengan flight hours atau cycles (pendaratan). Hal ini dilakukan demi investasi.

Kecelakaan pesawat bukan hanya terjadi kali ini, sudah berulang kali. Sejak merdeka sudah terjadi 104 kecelakaan penerbangan. Sehingga menempatkan Indonesia pada kondisi penerbangan terburuk di Asia. Jaminan keselamatan bagi penumpang telah diabaikan pemerintah. Hal tersebut memperlihatkan betapa buruknya pengelolaan transportasi publik di negeri ini. Namun negara tak jua terusik untuk berbenah diri.

Kapitalisasi Tranportasi Publik Berdalih Investasi

Buruknya pengelolaan transportasi publik di Indonesia ditengarai karena adanya paradigma keliru sistem sekuler dalam memosisikan makna hakiki transportasi. Sistem yang memisahkan antara agama dan kehidupan ini melahirkan cara pandang kapitalisme. Menempatkan semua urusan kehidupan pada lingkaran komersil atau bisnis.

Indonesia sebagai negeri kepulauan menjadi lahan basah bagi bisnis penerbangan. Karena mobilitas rakyatnya bergantung pada koneksi udara. Oleh karenanya, pemerintah membuka seluas-luasnya investasi bagi para investor asing.

Hal tersebut wajar mengingat Indonesia menganut sistem kapitalisme. Dunia transportasi adalah industri dalam pandangan kapitalis. Konsekuensinya kepemilikan fasilitas umum termasuk transportasi dikuasai korporasi atau investor sebagai ladang bisnis. Bukan sebagai pelayanan publik.

Negara hanya bertindak sebagai regulator yang melayani kepentingan korporasi, bukan rakyat. Sementara operatornya diserahkan pada investor/korporasi yang ingin meraup keuntungan materi.

Oleh karenanya, pemerintah sedemikian rupa mengubah kebijakan agar menarik investor asing berinvestasi di Indonesia. Sebut saja PM No.27/2020 yang menghapuskan batas usia pesawat. Sehingga pesawat dengan usia berapa pun bisa tetap dioperasikan selama masih mendulang keuntungan. Keselamatan rakyat dipertaruhkan.

Usia pesawat yang menua, ditambah perawatan yang terabaikan dikarenakan biayanya yang selangit. Membuat maskapai tak berdaya. Pasalnya semenjak pandemi, maskapai penerbangan termasuk yang paling terkena imbasnya. Jumlah penerbangan turun drastis. Pesawat banyak yang berhenti beroperasi. Karena merosotnya permintaan, pertimbangan maintenance (perawatan) dan persoalan dengan mitra masing-masing maskapai.

Akan tetapi pandemi tidak boleh dijadikan kambing hitam atas persoalan moda transportasi udara di negeri ini. Semenjak kapitalisme menjadi dasar pengelolaannya, semua jadi kacau dan tumpang tindih. Sehingga ketika ada hantaman pandemi, maskapai penerbangan semakin terpuruk.

Solusi Jitu Atasi Sengkarut Transportasi

Islam bukan sekadar agama, tapi juga aturan kehidupan. Bukan hanya mengatur ritual ibadah tapi juga semua ranah kehidupan. Islam punya solusi mendasar dan komprehensif bagi seluruh problematika. Termasuk urusan transportasi publik.

Dalam Islam, transportasi publik menjadi kebutuhan dasar sekaligus jantungnya mobilitas manusia. Sehingga haram hukumnya jika dikomersialkan. Negara harus menjadi regulator sekaligus operator dalam pelayanan publik.

Negara dalam sistem Islam mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penuh terhadap hajat publik. Termasuk penyediaan moda transportasi yang aman, nyaman, manusiawi, murah, on time dan fasilitas yang memadai. Juga infrastruktur yang mendukung.

Pengelolaan ini berdasarkan prinsip pelayanan bukan keuntungan. Tidak boleh terjadi dharar (kesulitan dan kesengsaraan) yang menimpa rakyat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

"Tidak Boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan."
(HR. Ibnu Majah dan Ahmad)

Oleh karenanya, pemerintah harus menyiapkan anggaran yang besar untuk memenuhi semua ini dari kas negara secara mutlak. Baik dalam kondisi ada dananya atau tidak. Maka pembiayaan transportasi publik dan infrastrukturnya wajib dipenuhi. Caranya dengan mengoptimalkan pengelolaan harta milik umum seperti kekayaan SDA. Bukan dengan menyerahkan kepada investor/korporasi swasta atau asing.

Keamanan jiwa setiap orang harus terjamin. Karena mengabaikan satu nyawa orang sama seperti mengabaikan seluruh nyawa manusia. Sebagaimana firman Allah Ta'ala:

"bahwa barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau berbuat kerusakan di muka bumi. Maka seolah-olah ia telah membunuh seluruh manusia.."
(QS. Al-Maidah: 32)

Terakhir, strategi pelayanan publik mengacu pada tiga prinsip yaitu sederhana dalam aturan, kecepatan dalam pelayanan dan dilakukan secara profesional oleh orang yang punya kapabilitas. Semua hal tersebut tidak bisa dijalankan secara parsial. Tetapi harus dilakukan secara komprehensif dan integral. Sistem Islam hanya kompatibel dengan institusi Khilafah. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh para Sahabat dan para Khalifah setelahnya.

Tuntutan menegakkan Khilafah ini bersifat wajib dan tidak bisa ditawar lagi. Oleh karena itu, kita harus mengakhiri sengkarut persoalan transportasi publik dan problem lainnya dengan Islam dan Khilafah. Wallahu 'alam bi ash-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Tsuwaibah Al-Aslamiyah Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Kuldesak Demokrasi
Next
Sistem Demokrasi Membuat Adab Tidak Lagi Berlaku
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram