UU baru akan kembali menjadi delusi bagi permasalahan yang menimpa anak. Hal ini diakibatkan problem anak begitu kompleks, sedangkan penyelesaiannya hanya sebagian.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Problem anak sampai saat ini masih menjadi PR bagi seluruh pemerintah di dunia, tanpa terkecuali Prancis. Pasalnya, anak-anak kerap kali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga hingga kekerasan seksual.
Di Prancis sendiri, menurut laporan CIIVISE, sebuah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Prancis untuk menangani masalah kekerasan seksual, melaporkan ada sekitar 160 anak yang menjadi korban pelecehan seksual setiap tahunnya. Kemudian, ada 5,5 juta orang dewasa juga menjadi korban pelecehan seksual di masa kanak-kanak mereka. Para pelaku 95% merupakan laki-laki, bahkan sebagian pelaku kekerasan berasal dari keluarga terdekat korban.
Akibat problem yang tak kunjung usai tersebut, membuat perlemen Prancis mengesahkan UU baru. UU ini mengatur tentang sanksi tegas bagi orang tua yang abusif hingga melakukan kekerasan seksual pada anaknya. Dalam UU tersebut juga mengatur tentang hak asuh terhadap anak yang akan ditangguhkan ketika orang tua yang sedang diselidiki atas kasus inses hingga kekerasan dalam rumah tangga. Kemudian, ketika orang tua terbukti melakukan kekerasan, hak asuh atas anaknya akan dicabut sepenuhnya. (CNNIndonesia.com, 13/03/2024).
Lantas, apakah UU baru ini mampu untuk menyelesaikan masalah kekerasan pada anak secara tuntas? Apa akar masalah kekerasan pada anak? Bagaimana Islam melindungi anak-anak dari kekerasan?
Delusi atas UU Perlindungan Anak
Anak merupakan amanah bagi setiap orang tuanya, maka sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendidik, membesarkan dengan penuh kasih sayang, serta melindunginya dari bahaya yang akan mengancam mereka. Namun, saat ini orang tua yang harusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya justru sering kali menjadi ancaman tersembunyi bagi mereka. Entah si anak korban kekerasan seksual ataupun korban kekerasan fisik dalam rumah tangga.
Sejatinya UU baru Prancis tentang perlindungan anak memiliki tujuan yang sama dengan regulasi-regulasi sebelumnya, yakni untuk memberikan perlindungan kepada anak. Namun, jika diselisik tujuan tersebut tidak akan tercapai. UU baru akan kembali menjadi delusi bagi permasalahan yang menimpa anak. Hal ini diakibatkan problem anak begitu kompleks, sedangkan penyelesaiannya hanya sebagian. Bahkan, UU ini bisa menjadi blunder bagi pengasuhan orang tua.
Mengapa demikian? Karena ada beberapa faktor yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya sehingga penyelesaian harus menyeluruh bukan sebagian.
Di antaranya adalah;
Pertama, faktor ekonomi. Tidak dimungkiri bahwa terjadinya tindak kekerasan fisik pada anak diakibatkan dari faktor ekonomi. Saat ekonomi keluarga minim, beban hidup terus bertambah akan menimbulkan stres bagi orang tua. Hal ini membuat anak menjadi korban pelampiasan stres tersebut diakibatkan mereka menganggap bahwa anak hanya beban bagi mereka.
Kedua, faktor pendidikan. Besar kecilnya kasus kekerasan pada anak diakibatkan dari gagalnya sistem pendidikan untuk mencetak manusia-manusia yang bertakwa dan memahami akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Bahkan, kurangnya pengetahuan dan minimnya keimanan membuat banyak orang tua mudah terbawa emosi ketika menghadapi kenakalan anak. Kondisi ini mengakibatkan orang tua memiliki perangai yang buruk karena mereka tidak takut akan dosa dan pertanggungjawabannya kelak di akhirat terhadap amanahnya, yakni pengasuhan anaknya.
https://narasipost.com/opini/02/2024/kebiri-memberantas-kekerasan-seksual-mungkinkah/
Di sisi lain, kekerasan terhadap anak justru terjadi di kawasan gereja yang seharusnya menjadi benteng utama pembentukan karakter manusia yang baik. Sebagaimana dilansir CNNIndonesia.Com, 05/10/2021, lalu sebanyak 330 ribu anak dilaporkan menjadi korban pelecehan pastor dan pejabat Gereja Katolik Prancis selama tujuh dekade terakhir.
Ketiga, faktor penerangan atau media. Tidak dimungkiri bahwa media menjadi salah satu bisnis yang sangat mengiurkan di seluruh dunia bagi para pemilik modal, seperti adanya produksi film porno. Hal ini membuat negara tidak memberikan blok kepada situs-situs tersebut. Situs itu justru sangat mudah diakses oleh seluruh kalangan masyarakat. Ini menjadi pemicu seseorang melakukan kekerasan seksual pada anak karena naiknya syahwat mereka.
Keempat, adanya sanksi yang lemah. Sanksi yang diberikan kepada pelaku kekerasan seksual pada anak pun sangat lemah, yang dengannya para pelaku dan orang lain tidak memiliki efek jera. Bahkan kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dan tidak kunjung terselesaikan.
Di sisi lain, UU ini juga akan menjadi blunder dalam pengasuhan orang tua itu sendiri. Bagaimana tidak, ketika UU ini diterapkan, bukan tidak mungkin seorang anak nantinya bisa melaporkan orang tuanya kepada pihak berwajib. Jika seorang anak memandang orang tuanya tersebut melakukan kekerasan fisik, ia akan melaporkan orang tuanya. Walaupun sebenarnya pukulan tersebut untuk memberikan efek jera dan menyadarkan anak dari kesalahan yang dia lakukan.
Akar Masalah Kekerasan pada Anak
Faktor terjadinya kekerasan pada anak di atas merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler. Sistem tersebut telah membuat negara lepas tangan untuk mengurus urusan rakyat. Mereka tidak lagi menjamin kebutuhan hidup rakyatnya. Oleh karena itu, walaupun Prancis merupakan salah satu negara maju, tetapi hampir 15% dari rakyatnya berada dalam garis kemiskinan (iNews.ID, 15/10/2024).
Kebijakan penguasa juga banyak yang justru membebani rakyat dan pro terhadap penguasa serta pemilik modal. Hal ini mengakibatkan berbagai kebutuhan hidup yang kian berat, seperti harga kebutuhan pokok yang tinggi akibat monopoli pasar, dan sebagainya. Diketahui sistem ekonomi di dalam kapitalisme hanya menguntungkan para pemilik modal. Rakyat hanya dijadikan sebagai ladang industri yang dieksploitasi untuk kepentingan para pemilik modal.
Kemudian, sistem pendidikannya pun berasas pada aspek manfaat semata. Hal ini sangat nihil melahirkan manusia-manusia yang taat agama. Alhasil, banyak terjadi kriminalitas termasuk kasus kekerasan pada anak juga tak luput dari kegagalan sistem pendidikan tersebut. Begitu pun dengan sistem yang lainnya, seperti sistem sosial, penerangan, dan sistem sanksi. Semua jauh dari tatanan syariat Tuhan, padahal semua sistem tersebut saling keterkaitan antara satu dengan lainnya untuk menyelesaikan seluruh masalah yang membelit manusia.
Islam Melindungi Anak
Dalam Islam, anak merupakan amanah yang menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Di sisi lain, anak juga dipandang sebagai penerus tongkat estafet sebuah peradaban bangsa. Oleh karena itu, Islam sangat memperhatikan tumbuh kembang dan keamanan mereka. Selain ini sebagai wujud tanggung jawab negara, ini juga sebagai wujud untuk menjaga keberlangsungan suatu peradaban.
Dalam Islam, ada beberapa poin agar anak tetap terlindungi dan tumbuh menjadi generasi yang memiliki pemikiran cemerlang. Di antaranya adalah;
Pertama, negara menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Tujuan dari sistem pendidikan ini yakni terciptanya masyarakat yang memiliki kepribadian Islam atau akhlak yang mulia. Sistem pendidikan tersebut juga membekali setiap pelajar dengan ilmu yang digunakan untuk mengarungi kehidupan, seperti tanggung jawab sebagai orang tua. Dengan demikian, mereka akan memahami tanggung jawabnya dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, sebagaimana sabda Rasulullah, “Seseorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya dari pada ia menshadaqahkan (setiap hari) satu sha.” (HR. At-Tirmidzi).
Kedua, menerapkan sistem ekonomi Islam. Tujuan sistem politik ekonomi Islam yakni menciptakan kesejahteraan rakyat. Negara memiliki kewajiban untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan per individu rakyat. Kemudian, negara pun melakukan pengawasan terhadap pasar agar tidak terjadi monopoli pasar yang membuat harga bahan pokok sangat mahal. Selain itu, pendistribusian harta pun diatur secara detail sehingga harta tidak beredar pada si kaya saja. Dengan demikian, maka seorang ibu bisa fokus untuk mendidik anak-anak mereka dan orang tua tidak stres diakibatkan beban hidup yang sangat berat yang ditanggungnya.
Ketiga, pengaturan dalam sistem penerangan atau media. Di sini, negara atau Khilafah Islamiah akan mengatur setiap konten yang terbit, baik di media online maupun offline. Tidak dibolehkan situs-situs yang nirfaedah dan situs yang dapat merusak pemikiran masyarakat berkeliaran bebas, seperti video porno dan lainnya. Begitu pun konten kekerasan juga tidak boleh ditayangkan. Media justru dijadikan sebagai ladang untuk memperkuat keimanan masyarakat dan menjadikan mereka memiliki akhlak yang baik dan terpuji.
Keempat, sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Jika beberapa hal di atas telah dilakukan, lantas masih terjadi kekerasan kepada anak, baik dilakukan oleh orang tua atau orang lain, negara akan menerapkan sanksi tegas kepada mereka. Sanksi ini berfungsi sebagai penebus dosa dan pemberi efek jera, baik bagi pelaku maupun orang lainnya.
Dengan beberapa mekanisme di atas, maka kekerasan pada anak bisa teratasi dengan baik. Sebab, aturan yang digunakan berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta ini.
Khatimah
Ketika sistem kapitalisme masih berkuasa, berbagai regulasi yang diciptakan tidak akan pernah membuahkan hasil. Sebab, dalang dari kerusakan dan masalah yang membelit manusia adalah sistem tersebut. Oleh karena itu, cara menyelesaikan masalah manusia, termasuk kasus kekerasan anak yakni mencampakkan kapitalisme dan mengambil Islam. Wallahu A'lam Bissawab []
Ketika akar masalahnya tidak terselesaikan dengan tuntas maka UU pun tak akan mampu memberantas masalah yang ada
Keren semoga banyak yang tercerahkan
Anak hanya akan terlindungi dengan sistem Islam secara menyeluruh