Mereka yang bisa melepas emosi negatif dengan baik biasanya lebih mudah mendo’akan kebaikan bagi orang lain. Walau ia disakiti lahir dan batin, ia tetap mendo’akan kebaikan bagi yang menyakitinya.
Oleh: Fatimah Azzahra, S.Pd
NarasiPost.Com-Setiap insan tak hanya bisa merasakan senang, ramah, optimis. Tapi, mereka juga bisa merasakan sedih, marah, kecewa, dan pesimis. Lantas apakah salah jika hadir emosi negatif dalam diri? Bukankah Allah yang berikan emosi positif beserta emosi negatif ini?
Emosi ibarat nafas, inhale exhale. Bagaimana jadinya jika ia hanya ditarik tanpa dilepaskan? Sesak bukan? Begitu pula dengan emosi. Tak hanya dirasa lalu dipendam dan dipaksa diam. Tapi ia harus dilepaskan agar tak mengganjal dan menyumbat rasa dalam diri.
Manusia yang bisa melepas emosi negatifnya akan bisa merespon perilaku orang lain lebih positif. Bisa lebih tenang, sabar kala menghadapi anak yang sedang tantrum misalnya. Manusia yang bisa melepas emosi negatifnya dengan baik akan lebih sehat fisik dan mentalnya. Pernahkah kita merasa pusing, asam lambung naik karena memendam emosi? Psikosomatis itu nyata. Karena diakui atau tidak, pikiran dan perasaan kita memengaruhi kesehatan jiwa dan raga.
Mereka yang bisa melepas emosi negatif dengan baik biasanya lebih mudah mendo’akan kebaikan bagi orang lain. Walau ia disakiti lahir dan batin, ia tetap mendo’akan kebaikan bagi yang menyakitinya.
Ingatkah kita dengan kisah Rasul yang tak diterima penawarannya oleh pemimpin Thaif dan dilempari batu hingga terluka? Malaikat penjaga gunung pun sampai marah hingga menawarkan menimpakan gunung pada penduduk Thaif. Tapi, Rasul menolak, beliau malah mendo’akan kebaikan bagi penduduk Thaif. Masyaallah. Kisah yang sudah sering kita dengar dan baca, tapi mudahkah kita melaksanakannya?
Melepas emosi negatif bukan dengan marah histeris pada suami, anak, atau orangtua. Melepas emosi negatif bukan berarti melempar barang atau memukul juga menangis meraung-raung. Bagaimana cara melepas emosi negatif yang benar agar ia tak termasuk perbuatan yang Allah benci?
Langkah pertama untuk melepas emosi negatif adalah dengan mengakui emosi dalam diri. Saya marah karena ini. Saya sedih. Saya kecewa. Terkesan sepele, tapi butuh keberanian besar untuk mengakui emosi negatif ini. Karena selama ini banyak yang beranggapan memiliki emosi negatif adalah aib. Maka, mengakui adanya emosi negatif sama dengan membuka dan mengakui aib. Butuh keberanian, butuh perjuangan untuk mengakui.
Kedua, membuka sumbatan luka lama. Disadari atau tidak, ternyata manusia sudah bisa merasakan emosi sejak ada dalam kandungan ibunda. Oleh karena itu, biasanya ibu hamil disarankan untuk bisa mengelola pikirannya agar tidak stress. Setelah bayi lahir ke dunia, ia pun mulai merasakan emosi yang ada. Ia ikut rewel jika ibunya marah atau sedih. Kemudian ditumpuknya ibarat batu satu per satu emosi yang ia rasakan. Karena ia belum bisa memilah dan mengolah emosi yang ada.
Innerchild tumbuh kala sumbatan luka ini tak dibuka. Marah pada orangtua yang memarahinya saat kecil atas ketidaksengajaannya. Kecewa pada orangtua yang membandingkan diri dengan adik atau kakak. Dan bahayanya, jika tidak dilepas, emosi ini akan dilampiaskan pada anak kita disadari atau tidak. Kenalilah sumbatan luka diri, dan buka sumbatan luka itu.
Ketiga, memafkan. Jika kita memposisikan diri sebagai korban, akan sulit bagi kita untuk memaafkan. Karena terus mempertanyakan mengapa ia tega melakukan hal yang menyakitkan pada diri. Tapi, jika kita melibatkan Allah dalam hal ini dan memahami bahwa apa yang sudah terjadi adalah qadha dari-Nya, skenario terbaik-Nya untuk kita. Boleh kita tak suka, tapi yakinlah itu baik bagi kita. Belajar mencari hikmah dalam setiap peristiwa yang menimpa diri.
Semoga kita bisa menjadi insan yang bisa melepas emosi negatif dengan baik, tanpa melukai siapapun.[]