Kenaikan tarif listrik kini maupun nanti dampaknya sama saja, rakyat tetap menderita dan menimbulkan efek domino yang luas terhadap harga barang.
Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rencana pemerintah menaikkan harga tarif listrik pada triwulan pertama tahun 2024 urung. Harga tarif listrik awal tahun ini masih sama dengan tarif pada triwulan IV bulan Oktober-Desember 2023, Kebijakan tersebut berlaku bagi 13 pelanggan nonsubsidi dan 25 pelanggan bersubsidi (Fajar.co.id, 2024/02/24).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, memastikan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif listrik dan BBM hingga bulan Juni 2024. Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P Hutajulu, tarif listrik diputuskan tidak naik untuk menjaga daya saing pelaku usaha, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga tingkat inflasi di tahun yang baru.
Penetapan tarif listrik Januari-Maret 2024 ini berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2023 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 28 tahun 2016 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PLN. Berdasarkan pasal 6 ayat (2) aturan tersebut, setiap tiga bulan sekali akan dilakukan penyesuaian tarif listrik.
Kenaikan tarif listrik ditetapkan karena beberapa hal, seperti nilai tukar dolar AS terhadap rupiah (kurs), Indonesian Crude Price (harga rata-rata minyak mentah Indonesia di pasar internasional ), inflasi dan/atau harga batu bara acuan.
Kenaikan Tarif Listrik Kebijakan Tak Arif
Sejatinya menaikkan tarif listrik baik kini atau nanti dampaknya sama saja, rakyat tetap menderita, hanya persoalan waktu saja. Apalagi rencana menaikkan tarif listrik tersebut kemungkinan akan susul-menyusul dengan rencana kenaikan harga BBM. Padahal dapat dipastikan bahwa jika tarif listik dan BBM naik, maka akan memiliki efek domino yang luas terhadap harga barang.
Penderitaan rakyat akibat naiknya harga kebutuhan pokok menjadi paradoks dengan pesta demokrasi yang telah menghabiskan biaya Rp71,3 triliun, tetapi tidak menghasilkan apapun bagi masyarakat. Alih-alih menyelesaikan masalah harga beras yang terus melambung tinggi, pemerintah justru mencari-cari cara agar tidak rugi.
Pelayanan Listrik yang Kapitalistik
Tidak hanya makanan dan minuman yang menjadi kebutuhan pokok manusia, listrik juga menjadi salah satu sumber kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat penerangan, listrik juga berfungsi sebagai energi dalam segala usaha dan aktivitas sehari-hari manusia.
Di zaman yang modern ini, listrik menjadi sarana yang memudahkan manusia untuk beraktivitas, baik skala rumah tangga maupun industri. Selain itu beberapa teknologi modern seperti mobil atau sepeda juga sudah banyak yang menggunakan tenaga listrik.
Sayangnya dalam sistem kapitalisme kebutuhan manusia akan energi listrik tidak luput dari komersialisasi. Pemerintah tidak menguasai sepenuhnya pengelolaan pembangkit tenaga listrik yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: https://narasipost.com/opini/12/2020/liberalisasi-listrik-menyetrum-hati-rakyat/
Tercatat ada beberapa konglomerasi pembangkit listrik di Indonesia. Bahkan, porsi yang diberikan oleh pemerintah kepada swasta ini jauh lebih besar daripada yang dimiliki PLN. Ada PT. Adaro Energy Tbk, yang sudah beroperasi sejak tahun 2013, perusahaan listrik yang dimiliki Garibaldi Thohir ini juga memiliki PLTU terbesar di Indonesia, yakni PLTU Batang 2x1.000 MW. Kemudian ada PT Medco Energi Internasional Tbk, PT Astra International Tbk, PT United Tractors Tbk.
Menurut Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, bisnis pembangkit merupakan bisnis yang menguntungkan, karena selain pangsa pasarnya jelas, juga kontrak perjanjian jual beli listrik diteken secara jangka panjang yakni 20-25 tahun,sehingga mudah untuk dikalkulasi.
Dengan dikuasainya energi tenaga listrik ini oleh swasta, maka pemerintah akan memasok kebutuhan listrik untuk rakyatnya dengan cara membeli kepada swasta. Maka sudah sewajarnya jika harga tarif listrik akan terus mengalami penyesuaian harga alias selalu naik.
Dalam sistem kapitalisme memang tidak ada pembatasan kepemilikan termasuk kepemilikan umum, sedangkan energi listrik adalah termasuk kepemilikan umum yang pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara.
Pelayanan Energi dalam Islam
Islam memiliki konsep dasar yang jelas dalam hal kepemimpinan, yakni imam atau penguasa adalah pelayan bagi rakyatnya. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi :
"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).
Dengan demikian, tugas khalifah adalah melayani dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan rakyatnya. Khalifah harus memastikan bahwa setiap warga negaranya telah terpenuhi kebutuhannya termasuk pemanfaatan energi listrik.
Energi listrik yang memanfaatkan potensi alam seperti air, gas, nuklir, tenaga surya, minyak dan lain-lain, semunya adalah berasal dari sumber daya alam. Islam menegaskan bahwa jika sumber daya alam yang ada jumlahnya tidak terbatas, maka itu adalah milik umum dan tidak boleh dikuasai oleh individu baik swasta maupun asing. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang berbunyi :
"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api; dan harganya adalah haram." (HR Ibnu Majah).
Untuk itu kebutuhan seperti energi listrik wajib disediakan oleh negara secara gratis tanpa mempertimbangkan untung dan rugi. Negara boleh menjual kepada rakyat dengan harga minimum sebagai pengganti biaya produksi. Khilafah juga boleh menjual energi listrik kepada industri dengan keuntungan minimum atau dijual ke luar negeri dengan keuntungan maksimum.
Naiknya harga kebutuhan pokok, juga kenaikan tarif listrik menjadi rutinitas yang tidak dapat dielakkan, hal ini wajar karena sistem kapitalisme adalah sistem yang mengedepankan untung dan rugi bukan atas dasar melayani. Seharusnya umat sadar akan kebobrokan sistem kapitalisme dan beralih kepada sistem Islam yaitu Khilafah yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu a'lam bishawab.[]
Makin berat hidup dalam sistem kapitalisme. Sudah saatnya umat sadar dan bangkit dengan sistem Islam.
Kenaikan listrik dan kebutuhan lain seperti sudah menjadi tradisi yang terus berulang.
Hidup semakin berat dalam asuhan kapitalisme.
Tinggal menunggu waktu. Semua subsidi dicabut dan rakyat harus menanggung sendiri beratnya hidup tanpa ada perlindungan negara. Kejamnya sistem kapitalis.